Umurnya baru menginjak 15 tahun. Dan selama 7 tahun terakhir ia mencari uang untuk pembayaran sekolahnya dan sekolah adiknya dan juga untuk makan sehari hari dengan menjual keripik pedas manis dijalanan besar dikota Jakarta yang penat itu.
Keripik itu ia buat sendiri dengan berbekal resep dari ibunya.
Ibunya belum meninggal. Hanya meninggalkannya entah kemana.
Ia telah mencari ibunya kemana mana. Hingga persediaan warisan dari kakek neneknya habis hanya untuk itu.
Ayahnya pun begitu. Ia pernah bertemu dengan ayahnya dijalan sedang bermesraan dengan wanita yang tidak dikenali Lilly. Lilly yakin betul itu wajah ayahnya. Tapi... saat Lilly menyapa ayah kandungnya itu, ia malah pergi menjauh dan menganggap Lilly gila.
Betapa sedihnya nasib yang Lilly terima itu.
Tapi ia masih tetap bersyukur karena ia sempat berbahagia dengan mereka semua.
Meskipun pada akhirnya ia harus menderita.
"Lilllyyy!" Panggil seseorang membuyarkan lamunannya.
Lilly pun dengan cepat mengarahkan pandangannya kesumber suara.
Wajahnya yang tadinya muram seketika berubah menjadi ceria dan sumringah ketika melihat mereka mendekati Lilly.
Lilly dengan senang berbagi tempat duduk nya dengan kedua sahabatnya itu.
"Sedang apa kamu disini?" Tanya Gavin sambil duduk disisi kiri Lilly.
"Kamu butuh bantuan apa lagi Lilly? Kita pasti akan bantu" kata Ryan si otak setengah sambil duduk disisi kanan Lilly.
Begitu sebutannya Ryan disekolah. Memang otaknya agak setengah karena pikirannya yang hanya dipenuhi dengan wanita.
"Tidak. Aku hanya sedang memikirkan sedang apa ibuku sekarang? Apa dia sudah makan? Apa dia lelah? Aku ingin sekali memeluknya seperti dulu" jelas Lilly sambil tersenyum memandang luasnya laut dihadapannya.
Ya, mereka ada disebuah pelabuhan kecil tempat biasa mereka bermain sedari kecil.
Gavin dan Ryan agak tersentak kaget dengan ucapan Lilly yang seolah rindu setengah mati oleh ibunya yang meninggalkannya sejak 8 tahun yang lalu.
Mereka lalu memeluk Lilly erat saat cairan bening Lilly jatuh kepipinya.
"Tidak apa Lilly, Tuhan lebih tahu yang terbaik untukmu" ujar Gavin sambil memeluk sahabat karibnya itu dari samping dan menyandarkan kepalanya dipundak Lilly.
"Iya benar. Kau harus kuat. Mungkin ini cobaan untuk naik ke derajat yang lebih tinggi" kata Ryan sambil memeluk Lilly dan menyandarkan kepalanya juga dipundak Lilly.
"Iya Lilly, mungkin suatu saat nanti kamu akan jadi pengusaha sukses diJakarta dan mempunyai kantor sendiri, kamu bisa membangun gedung pencakar langit dengan uangmu yang sangat banyak" imajinasi Gavin sambil melepaskan pelukannya lalu memandang Lilly yang hanya terdiam menatap lurus kedepan sambil mengaitkan rambut panjang Lilly yang menutupi sebelah wajahnya ketelinga Lilly dengan lembut.
"Atauu... kamu bisa jalan jalan ke luar negri dan membeli banyak baju dan sepatu, dan kau bisa menjadi bertambah cantik dengan pakaian itu" imajinasi Ryan sambil melepaskan pelukannya juga lalu mencolek dagu Lilly dengan gemas.
Lilly yang mendengar imajinasi konyol mereka hanya tersenyum simpul. "Terima kasih Yan, Vin, tapi aku tidak ingin tambah merusak kota Jakarta dengan membangun gedung pencakar langit lain, dan aku cinta Indonesia ku- jadi-- aku mungkin akan lebih banyak membeli baju di Indonesia" ujar Lilly sambil merangkul pundak kedua sahabatnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Admit It
Romanceakuilah... bahwa hidup ini tak mudah. bahkan sulit. sangat sulit. baginya... hidup itu tak semudah membalikan telapak tangan. hidupnya tak seindah senyum yang selalu terukir diwajahnya. alasannya tersenyum hanya ada beberapa hal. salah satu nya 'dia...