Part 1

299 15 2
                                    

Seorang cewek berseragam putih abu-abu menuruni tangga dengan malas.
Dia ingin berangkat sekolah tetapi jadwal ulangan hari ini membuatnya enggan untuk berangkat.

"Bundaaa, beliin alat percepat hari dong..." Oren menjatuhkan punggungnya ke sofa dengan sempurna. Bunda hanya menggeleng - gelengkan kepala melihat kelakuan putrinya itu.

"Mana ada alat kaya gitu," jawab Bunda dengan geli.

"Ada tau bun," kata Oren dengan serius.

Keseriusan nada Oren membuat Bundanya menoleh penasaran. "Hah? dimana?"

"Di kantong ajaibnya doraemon hehehehe," Oren nyengir lebar, senang karena berhasil mengerjai Bundanya. Tapi sebuah serbet kotor malah jatuh tepat di mukanya.

"Lah bun kok dilempar serbet sih?"

"Itu buat nyumpel mulut kamu yang ngomongnya ngalor ngidul ga jelas kaya hubungan kamu sama doi ya dek?" goda Bunda.

"Apasih bun doi doi segala. Oren ga punya doi tahu bun." Oren menjawab lontaran Bunda dengan cemberut. Dia paling malas kalau Bunda membahas tentang cowok. Bunda terlalu berlebihan ketika berbicara tentang kriteria cowok yang patut untuk dijadikan pacar. Katanya, siapa tahu jodoh.

"Aduuhh, anak Bunda cantik banget begini masa ga ada yang naksir sih. Kamu terlalu galak mungkin sama cowok. Atau mungkin terlalu agresif?"

"Ihhhh masa anak sendiri dikatain agresif sih bun. Emang muka Oren tipikal cewek penggoda apa?" Oren benar benar kesal terhadap Bundanya. Agresif? Gila aja!

"Hahaha Bunda cuma bercanda sayang. Udah deh sini sarapan aja. Kamu ga mau tambah males kan gara-gara telat?"

"Jangan bilang Juan obok obok udah berangkat?!" tanya Oren yang dibalas anggukan oleh Bundanya.

"Ihhh kenapa ga ngomong dari semalem sih kalo mau berangkat pagi. Awas aja tuh orang!"

"Kamu tuh ya dek, abang sendiri malah dikatain. Lagian kamu kan semalem serius banget belajarnya. Sampe-sampe diteriakin suruh makan malem aja ga denger."

"Tapi kan abang bisa ke kamar Oren. Naik tangga dikit aja males. Dasar."

"Udah-udah cepet dimakan roti bakarnya. Pak Mahmud udah nungguin dari tadi di depan."

Dengan cemberut, Oren langsung menghambur ke meja makan. Dia buru-buru memakan roti bakar yang sudah disiapkan khusus oleh bunda.

Nutella Strawberry Cheese!

Oren memakan roti bakarnya dengan lahap, melupakan kekesalan terhadap abangnya.
Setelah selesai, Oren langsung memakai sepatunya dan berpamitan kepada Bunda.

"Oren berangakat ya bun. Oiya, Ayah pulang kapan bun?" tanya Oren sambil mengerlingkan matanya.

"Ayah pulang nanti hehehehe."

"Pantesan dari tadi sumringah banget."

Bunda malah cengengesan ga jelas.

"Yaudah deh bun, Oren berngkat yaa. Assalamualaikum. 1 6 3 Bunda." Oren mencium pipi Bunda dengan gemas.

"Hati-hati yaa. 1 6 3 juga anakku." Renata mencium pipi anaknya sekilas.

Oren pun langsung masuk ke mobil sedan hitam milik Ayahnya.

"Cabut pak." Oren berkata kepada Pak Mahmud sambil meneliti isi tas sekolahnya. Tidak menyadari tatapan Pak Mahmud yang sulit diartikan.

"Oke neng Oren." Pak Mahmud menjawabnya sambil cengengesan. Kenapa sih Pak mahmud ini. Tumben-tumbennya....

ORENVIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang