Part 2

25.7K 419 18
                                    

"Perasaan yang aku rasakan menurutku sama saja dengan perasaan anak lelaki kebanyakan.. Tapi dengan angka usiaku yang bertambah. Membuat hatiku lebih luas mengenal rasa. Kadang aku ketakutan.. Amat ketakutan. "

**

"Arul arul.. itu baju siapa lagi?"

Ibu masih mengoceh karena aku pulang sampai larut malam. Tak biasanya juga aku seperti ini, dari tadi aku masih berdiri mendengarkan celotehan ibuku. Untunglah ayah sedang pergi kepengajian RW yang rutin dilaksanakan setiap malam senin. Jika bapak tau. Matilah aku.

"Bajunya Syabil bu" Kataku berbohong pada ibu. Jika kalau sampai ibu tau pakaian yang saat ini aku pakai milik seorang sopir angkot. Pasti ia akan semakin marah.

"Gede banget.. Syabil perasaan badanya lebih kurus dari kamu" Ibu memperhatikan secara seksama kaos abu-abu yang aku pakai ini.

"Ahh kan ibu udah lama gak ketemu Syabil. Lagian Arul udah bilang kenapa arul telat pulang malam. Arul sama Syabil nolongin sopir angkot yang mogok. Kalo gak arul bantuin. Barangkali subuh baru pulang.."

"Yasudah. Udah sholat?"

"Udah, udah makan juga kok. Tadi makan nasi bungkus.."

"Nasi bungkus?" Ibu terkejut dengan dua kata itu. Mati aku kenapa aku keceplosan sih pake bawa bawa nasi bungkus.

"Ia Nasi Bungkus.. Ibunya syabil kan tadi masak nasi terus dibungkus daun gitu bu. Enak banget" Aku menaikan lidahku keatas..

"Itu namanya nasi timbel Arul.."

Aku tertawa. Sebenarnya aku tau kok dan bisa membedakan yang mana nasi bungkus dan yang mana nasi timbel. Ibu mengizinkan aku masuk kekamar. Aku segera mengganti pakaian Bang Jefry dengan pakaianku. Lagi pula ibu benar, kaosnya sangat besar. Untung tadi Bang Jefry tak sampai depan rumah mengantarku pulang. Hanya depan gapura yang biasa aku menunggu angkutan umum lewat. Tadi sebenarnya Bang Jefry sempat ingin menemui orangtuaku. Tapi untuk apa? Aku tak menjawab Ya atau Tidak tadi. Tapi sepertinya Bang Jefry tau dengan diamku itu.

**

"Kenapa ya bu. Orang-orang yang ngerti agama kok banyak yang sombong" Kataku dengan posisi kepala dipangkuan ibuku. Walau sebentar lagi usiaku menginjak angka tujuh belas. Tak bisa bohong aku sangat manja pada ibu. Mungkin karena aku hanya anak tunggal.

"Memang kenapa? Kok tiba-tiba ngomong gitu" Ibu mengusap pelan rambutku

"Aneh aja sama orang-orang seperti itu. Katanyaa ngerti agama tapi kenapa gak dilakukan dikehidupan nyata yah."

"Namanya manusia nak. Ya seperti itulah"

"Padahal kan Rasulullah Saw selalu bersikap baik pada semua orang. Termasuk masih memberikan senyum pada orang-orang yang menyakitinya"

"Itulah kenapa ia di pilih menjadi Rasull Allah. Karena pribadinya. Sikapnya. Tutur katanya sangat mulia. Dan kita umatnya takan ada yang mampu menyaingi kemuliaan baginda Rasull. Tugas kita hanya mengamalkan ajaran dan sunah beliau.."

"Begitu yah bu" Ibu mengangguk sambil terus mengusap pelan rambut ikalku. "Salah gak sih bu. Kalau kita ingin mencapai sesuatu supaya orang merasa bangga dan memuji kita.."

"Membuat orang bangga, tidak salah. Tapi membuat ingin dipuji itu yang salah. Itu sama saja namanya Ria. Bapak pernah ceritakan tentang sifat-sifat ria kan.."

"Ia bu. Tapi kan ini bukan dalam urusan Ibadah. Kalo kita sholat terus dikatain sama temen-temen dan ingin dipuji. Arul juga tau itunamaya Ria"

"Nak.. dengerin ibu. Ria itu bukan hanya dalam urusan ibadah. Tapi segala sesuatu yang ingin terlihat oleh orang dan mendapatkan pujian.."

SOPIR ANGKOT ITU NAMANYA JEFRYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang