Digo Saputra

6.5K 290 19
                                    

Digo POV

Hari pertama gue sampai di Indonesia. Tak ada berubah, hanya lebih baik sekarang. Mungkin karena ada beberapa jalur alternatif baru. Entahlah, gue nggak terlalu update dengan perkembangan Indonesia. Bukan karna tak mencintai tanah air gue. Tapi, hampir 9 tahun di negeri orang. Selalu berpindah negeri dan akhirnya gue kuliah di harvard.

"Welcome to jakarta, prince."

Tulisan yang gue baca pada kertas karton ukuran standar. Kulihat seorang pria berbadan tegap dengan kaos polo yang pas badan dengan paduan jeans hitam beserta sepatu nike putih.

"Prince!"

Gue hanya bisa menghela nafas panjang. Kenapa harus dia?

"Loe nggak kangen sma gue? Peluk kek! Atau apa gitu."

Selalu seperti ini. Abi sama umi nggak ada utusan yang lain apa ya? Apa stok orang waras di kantor habis? Kenapa harus dia.

"Stop, call me prince. Yoga."
"Slow bro. Hahaha." Sepertinya dia cukup puas dengan mengganggu gue. Lihat saja, dia tertawa dengan keras.

Yoga, lebih tepatnya Prayogo nugraha. Temen gue sejak kecil dan sekarang dia bekerja di kantor abi. Bukan karna dia tak memiliki kantor sendiri atau ayahnya membuang dia. Tapi dia memiliki prinsip yang gue suka.

"Gue nggak mau langsung duduk manis dan ngengantiin bokap gue doank. Gue mau mulai dari bawah. Karena bokap loe waktu itu lagi nyari pegawai baru, akhirnya gue ngelamar di tempat bokap loe dan hasilnya gue sekarang jadi general manager."

Kalo inget kata-kata yoga sejak SMP hingga sekarang dia selalu konsisten. Dia ngajarin gue banyak hal dibalik kegilaannya seperti sekarang. Untungnya abi dan bokap yoga sahabat baik, jadi nggak masalah kalo anak gila satu itu berada di perusahaan abi.

***

Memang gila si yoga. Baru sampe Jakarta, bukan ajak gue pulang ke rumah dulu atau ke kantor, ini gue langsung ditodong untuk traktir dia dengan seenaknya. Sekarang gue dan yoga lagi di salah satu hotel terkenal di Jakarta. Gue nggak akan nginep disini. Tapi kita hanya mau makan. Bisa dibilang si yoga lagi ngincer kepala koki disini. Masalahnya gue kira nih anak emang gila beneran. Ternyata kepala koki disini seorang cewek yang seumuran dengan kami.

"Tuh dia dateng."

Oh, beneran seorang cewek dengan tinggi dan tubuh yang profesional, seharusnya dia tidak jadi koki. Tapi seorang model.

"Terima kasih telah memesan menu terbaru kami. Semoga anda menyukainya." Lembut, tegas tapi tetap santai dan pada tempatnya.

"Pasti!" Jawab yoga dengan senyum semanis mungkin yang hampir membuatku muntah.

Di hadapan kami sudah tersedia makanan terbaru dari restoran ini. Bisa di bilang yoga sangat update dengan menu yang ada di sini. Hampir semua menu sudah dia coba.

"Terima kasih. Selamat menikmati. Saya harus kembali ke pekerjaan saya." Ucapnya undur diri. Tapi, dengan cepat yoga menahan tangan wanita itu.

"Queen jutek nggak dateng kan hari ini?"

Siapa lagi queen jutek?

"Tidak. Besok dia sudah masuk sekolah. Hari ini dia mempersiapkan mental dan fisik nya." Dia tersenyum ramah.

"Kenapa? Kangen sama queen?" Goda wanita itu pada yoga.

"No! Thanks! Bisa gila aku kalo kangen sama cewek jutek kaya gitu." Jelas yoga dengan muka kesal.

Aku yang menjadi pendengar setia hanya bisa menatap bingung dua orang yang sedang berpegangan tangan ini. Dikira mau terbang kali ya.
"Hati-hati nanti kamu kepincut lagi."

"Tidak. Aku kan uda jatuh cinta sama kamu." Blush, wajah wanita itu memerah. Wah lampu hijau nih buat si yoga.

"Queen buat prince aja. Cocok kan."

"Gue? Ogah. Tau aja nggak. Loe bawa nama gue." Aku tak terima.

"Sudah. Saya harus melanjutkan pekerjaan saya. Selamat menikmati." Cewek itu akhirnya pergi. Dan aku menatap yoga tajam.

"So, loe harus gue bawa ke rumah sakit. Kegilaan loe Uda melewati batas."

"Hahaha... Loe harus liat yang namanya queen. Karena dia mirip kaya loe."

"No! Gue nggak main sama bocah."

"Dia memang bocah, tapi cara pikirannya bukan bocah biasa."

"Te-ri-ma-ka-sih."

Dia hanya tertawa. Dan itu membuat gue makin kesel.
***

Hari ini adalah hari dimana gue harus ngajar anak sekolahan. Kalo bukan karena dosen gue, nggak mungkin gue sekarang ada di ruangan kepala sekolah. Salah satu sekolah internasional yang punya jurusan internasional bussiness.

Setelah keluar dari ruangan kepala sekolah, gue langsung jalan sebentar liat sekolahan yang lebih mirip kantor menurut gue.

Sekarang gue ada di taman sekolah, deket dari rumah kaca yang isinya macam tanaman. Gue menghirup udara segar disini.

"Kecil, kuat, imut, tapi jutek." Kataku dalam sunyi.

***

"Tuan muda mau diantar kemana?"

"Ke hotel pak."

Sekarang gue uda ada di dalam mobil yang disediakan abi untuk gue selama ada di jakarta. Gue nggak mungkin nyetir sendiri karna umi belum ngijinin gue untuk nyetir lagi setelah tragedi gue nabrak pembatas jalan beberapa tahun lalu.

Pikiran gue melayang mengingat tingkah ajaib murid yang gue ajar. Ada yang dingin, serius ada juga yang konyol dan paling parah ada yang genit melebihi cewek bule yang ngejar gue di kampus.

"Nama saya Digo Saputra. Saya akan berbagi ilmu dengan kalian selama liburan saya di Jakarta."

"Nggak ada pembagian cinta pak?" Celetuk salah seorang murid wanita yang gue yakin adalah anak yang paling centil di kelas.

Ada juga yang serius, flat, dan dingin.

"Nama saya princes, sir."

Anak yang tadi menabrak gue. Karena dia harus sedikit tau namanya attitude jadi gue kasih pelajaran dikit lah. Gue kasih tugas dan gue kasih peraturan baru untuk satu kelas.

Tapi, ada juga yang konyol kaya yoga. By the way yoga kemana ya?

Gue ambil handphone gue dan mencari kontak yoga.

"Hallo dengan yoga yang ganteng disini. Ada yang bisa dibanting?"

"Assalamualaikum." Jawab gue kesel sama sahabat gue yang gila.

"Walaikum salam. Ada apa nelpon gue? Kangen loe ya?"

"Ogah banget gue kangen loe. Gue mau delivery makanan kemarin. Loe punya kontaknya nggak?"

"Jangan kepincut sama my heart gue donk."

Nih anak gila bener ya. Gue itu laper, bukan mau ambil si model koki.

"Gue laper. Gue mau delivery."

"Ooooh. Prince lapar. Mau delivery."

Oh my god, kalo gue cewek mungkin gue uda teriak sama si yoga.

"Ya. Gue laper. Cepet loe pesenin gue makanan yang kemarin!"

"Sabar pak bro. Gue jemput loe. Kita makan disana aja. Sekalian gue mau denger sorang prince menjadi guru."

"Oke. Gue tunggu."

***

Bersambung......

ratu jutekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang