Sebuah Persamaan

54 2 0
                                    

Malam hari akhirnya hadir. Langit biru kehitaman itu tampak indah dengan taburan bintang dan sebuah bintang sabit yang menghiasinya. Angin malam yang khas terasa jelas menyentuh kulitku. Tak ada yang berbeda dari dinginnya yang selalu menyelimuti malamku. Terdengar ponselku berdering.

"Tlung!" Begitulah ciri khas dari nada BBM. Tandanya ada sebuah pesan masuk di BBMku.

Aku melihatnya di layar ponselku, ternyata pesan yang baru saja masuk adalah pesan dari Refan.

"Malam." Begitulah isi pesannya.

"Malam juga."Balasku.

"Sedang apa?"

"Sudah tahu kalau aku sedang BBMan sama kamu kan? Kenapa harus bertanya?"Balasku sok jutek.

"Jutek banget, Neng."

"Memangnya kenapa? Ada masalah?"

"Kalau menurutmu?"

"Kalau menurutku tidak."

"Ya sudahlah aku mengalah saja."

"Ya. Up to you and I don't care."Balasku yang sok jutek banget.

Kami tidak berakhir sampai di situ saja. Masih terus berlanjut BBMan hingga kami berdua sama-sama terlelap dalam mimpi masing-masing.

Pagi harinya, suasananya tak seperti pagi kemarin. Sang fajar kini kembali tersenyum menyapa pagiku tanpa harus terhalangi awan yang berkelabu pekat. Sinarnya kini menembus celah-celah jendela kamarku. Si jengger merah dan si burung kecil manis itu kembali berlantun dengan bersahut-sahutan hingga membuatku tersadar dari alam mimpiku. Pagi ini aku tidak perlu khawatir kembali. Cuaca yang sangat aku khawatirkan tak hadir di pagi ini. Aku segera saja menyiapkan keperluan sekolahku dan di saat jarum jam telah berada pada angka 6 lebih 30 menit aku telah selesai bersiap dan sudah benar-benar siap untuk berangkat sekolah. Hari ini aku dapat berangkat awal seperti biasanya tanpa harus menunggu bantuan teman-temanku atau Refan untuk mengantarkanku ke sekolah. Lalu mamahku pun sudah siap di atas motornya dan aku segera menunggang ke atas motor dan setelah itu roda motor pun berputar-putar hingga sampai tepat di depan gerbang sekolahku. Aku turun dari motor itu dan segera berpamitan kepada mamahku tercinta.

"Dita sekolah dulu ya, Mah."

"Iya, Nak. Belajar yang benar ya."

"Baik, Mah. Assalamu'alaikum."Ucapku sembari mencium punggung tangan mamahku.

"Wa'alaikumsalam."Balas mamahku dan aku segera masuk ke dalam kelas.

Sesampainya di dalam kelas aku duduk di bangkuku. Teman-temanku pun mulai berdatangan, termasuk Refan. Namun bangkunya cukup jauh dengan bangkuku, tetapi itu tidak masalah bagiku. Kemudian bel masuk telah terdengar dan seorang guru masuk ke kelasku. Dia mengampu mata pelajaran Matematika. Berbeda dengan guru yang kemarin, guru ini memperkenalkan dirinya terlebih dahulu kemudian menanyakan nama dan tempat tinggal kami satu kelas. Setelah semuanya memperkenalkan diri, guru itu melontarkan sebuah pertanyaan.

"Apakah ada diantara kalian yang berasal dari luar Jawa?"Tanya guru itu.

Aku segera mengangkat tangan ketika pertanyaan itu terlontar karena aku merasa bahwa diriku berasal dari luar Jawa, yaitu Kalimantan.

"Oh ternyata ada 2 orang."Ucap guru tersebut.

Aku bingung. Kurasa hanya aku yang berasal dari luar Jawa ternyata yang lain juga ada. Aku segera menoleh ke kanan, kiri dan belakang. Aku sangat terkejut ketika aku mengetahui bahwa orang yang berasal dari luar Jawa selain aku adalah Refan. Ya, Refan!

"Kalau boleh tahu kalian berasal dari mana?"Tanya guru itu lagi.

"Kalimantan."Jawabku yang ternyata bersamaan dengan jawaban Refan.

Seketika kelas menjadi riuh bersorak mengejekku dengan Refan.

"Cie..."Ucap semua teman-temanku bersamaan.

"Wah sama. Kapan kalian pindah ke sini?"Tanya guru itu kembali.

"Awal masuk SD kelas satu."Ucap kami bersamaan kembali.

"Cie sama lagi."Ucap teman-temanku semakin keras.

"Wah iya sama lagi. Kalimantannya Kalimantan apa?"

"Timur."Jawabku.

"Barat."Jawab Refan bersamaan denganku.

Aku bisa sedikit bernafas lega karena Refan menjawab Barat meskipun menjawabnya bersamaan kembali.

"Kenapa berbeda? Kenapa tidak sehati lagi?"Tanya seorang temanku yang iseng dan segera disambut gelak tawa teman-teman satu kelas.

"Memangnya kenapa? Kita memang tidak sehati kok."Balasku segera untuk menangkis pertanyaan salah seorang temanku tadi. Namun tetap saja teman-teman masih bersorak-sorak gembira di atas penderitaanku dan yang membuat aku kesal adalah Refan yang hanya diam saja ketika teman-teman satu kelas mengejek kami. Dia terlihat seperti pasrah dengan ejekan itu. Huh! Benar-benar membuatku kesal!

Akhirnya bel istirahat berbunyi setelah empat jam pelajaran bersama guru tersebut dengan perasaanku yang malu, kesal, jengkel, marah dan sedih bercampur aduk menjadi satu di dalam benakku. Aku melangkah ke luar kelas dan duduk di lantai depan kelas untuk menikmati pemandangan dan menghirup angin segar setelah merasakan perasaan yang bercampur aduk. Tiba-tiba.............


MUKJIZAT TERINDAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang