Chapter 2

105 8 0
                                    

"Hey, Samantha. Aku perlu bicara."

Spontan aku menoleh pada seseorang yang tepat berada di hadapanku sekarang. "Ap-Apa? Aku tak mempunyai masalah denganmu, kurasa."

Dia Mac. Orang yang tadi bicara padaku adalah dia. "Jelaskan padaku, apa yang kau lakukan di sekolah tadi? Kau menguntitku?" Mataku terpejam dan menghembuskan napas kasar. "Mac, dengar. Aku bukan paparazzi yang selalu menguntit orang terkenal, em maksudku kau cukup terkenal di sekolahkan? Ya, aku hanya ingin lewat situ. Kupikir kau tidak akan marah karena tempat itu tempat umum."

Penjelasanku tadi membuatnya diam membeku. Detik selanjutnya, ia mengangkat satu tangannya, kemudian ia menggunakannya untuk meremas rambut hitam-blonde miliknya itu dengan kasar. Aku berani bertaruh, dia sedang frustasi sekarang.

"Aku minta maaf kalau aku memang salah padamu." Kataku sambil memperhatikan wajahnya yang tegas. "Kau tak perlu melakukannya, lagi pula aku saja yang terlalu takut, Gosh maksudku aku terlalu... Lupakan. Aku harus pergi."

Lagi, aku mengernyitkan kening dan menatapnya keheranan. Apa aku salah bicara? Atau dia yang idiot?

--- --- --- --- --- --- --- --- --- ---

Keesokan harinya aku datang terlambat ke sekolah. Kau pasti tahu mengapa aku datang terlambat, kan?

Pandangan mataku melebar, menyapu, melihat keadaan sekitar. Cukup sepi, karena aku tidak ingin ada orang yang mengetahui kalau aku terlambat.

"Jalanmu yang jinjit tentu tak akan membantu, bodoh. Mr. Emegreen telah melihat kau dari tadi." Ujar seseorang mengomentari cara jalanku yang pelan bak seorang pencuri yang takut ketahuan.

Mulutku tertarik lurus dan berdeham. "Aku tahu," Dustaku seraya memalingkan wajahku pada orang tadi. For the Godshake! "Kau dendam padaku atau bagaimana, sih, Mac?" Tanyaku ketus, tentu saja. Laki-laki itu hanya memamerkan senyum kecutnya lalu berjalan melampauiku.

Mr. Emegreen yang melihat lantas berjalan dengan cepat mendekat ke arah Mac. "Kau terlambat 10 menit, Harmon." Ucapnya dengan nada angkuh. "Ikut aku," Perintah pria paruh baya di hadapannya yang sekarang tengah menatapku. "Kau juga, Lazer." Aku memutar bola mataku kesal.

Ruangannya yang dingin tak begitu membantu mencairkan suasana hati Mr. Emegreen yang kecewa melihatku dan Mac terlambat. "Aku bingung, kalian sering sekali terlambat. Padahal rumah kalian tak terlalu jauh dari sini, kurasa. Kalian sudah malas sekolah atau bagaimana, eh?"

Aku mengulum bibirku, "Maafkan aku, Mr. Emegreen. Tapi kumohon, jangan cabut beasiswaku."

Pria berambut blonde itu menoleh tajam dan menghembuskan napasnya pasrah. "Kalau kau terus melanggar peraturan di sini, atau ya, maksudku terlambat, kau harusnya bersedia untuk kucabut beasiswanya. Kau tahu? Kau menimbulkan banyak kecemburuan di sekolah. Kepala di sini sangat menyayangimu karena kau jenius." Ocehannya memuakkanku, aku bersumpah akan hal itu.

"Ya, aku tahu. Aku akan berusaha. Jika aku terlambat sekali lagi, kau boleh mencabut beasiswaku. Kumohon, jangan sekarang." Lirihku pada Mr. Emegreen. Ia hanya melihatku sesekali di sela-sela kesibukannya menulis. "Baiklah, akan kusimpan ucapanmu itu, Lazer."

Aku mendengus lega, sementara Mac masih terlihat asyik dengan ponsel yang ia genggam. Apa-apaan laki-laki bodoh itu? "Mac!" Pekikku seraya menginjak kakinya. Ia hanya melihatku kesal dan menaikkan satu alisnya menandakan bahwa ia merespon bahasa tubuhku. "Katakan maaf padanya, tolol!" Ujarku dengan mulut yang mengatup.

RecoveryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang