Navigation➡2

60 13 0
                                    

"Halo? Apa kau masih di sana?"

Aku memejamkan mataku sesaat sebelum melanjutkan percakapan melalui telepon di pagi hari.

"Ah, ya. Baiklah, akan segera ku lakukan, Mr.Grize."

Aku menekan logo bergambar ganggang telepon merah, sehingga koneksi melalui telepon terputus seketika.

Bukankah itu sangat merusak suasana jika kau terbangun pada pukul 6 pagi, hanya karena mendengar suara dering telepon?

Terlebih, pembicara tersebut adalah seorang dosen yang mengincarku untuk cepat-cepat menyelesaikan revisi tugas kuliah, serta ingin berbicara denganku.

Aku hanya menyibakkan selimut putih tebal, dan mulai melipatnya.

Kegiatan pagiku pun dimulai.

**

Kupijaki tiap-tiap ubin berbentuk persegi pada lorong kampus. Suasana tampak sepi karena waktu menunjukkan pukul 6.30. Entah karena aku yang terlalu bersemangat, atau hanya perasaanku yang mengatakan bahwa Mr.Grize ingin membicarakan hal yang serius.

Kuketuk tiga kali pintu ruangan Mr.Grize. Tidak ada sahutan dari dalam. Dan ini sungguh membuatku bosan. Sudah hampir lima belas menit ku menunggu, Mr.Grize tak kunjung membalas sahutanku. Dan pesan singkat dariku juga tidak dibalas.

Dengan berat hati, aku memutar arah untuk masuk ke dalam kelas. Dosen yang mengajarku belum nampak, dan baru ada beberapa mahasiswa yang berdatangan.

Merasa bosan, aku pun mengeluarkan ponsel dari saku celana jeans. Membukanya, lalu mendapatkan sebuah pesan singkat.

Apa kau tidak ingat dengan janjiku, Mr.Lerman?
-Mr.Grize.

"Sial. Apa dia baru saja mencoba menjebakku?"

Aku segera berlari menuju ruangan Mr.Grize. Terasa melelahkan saat di pagi hari berhadapan dengan seorang dosen yang menunggu hasil tugasku. Ku ketukkan jemariku pada pintu ruangannya. Jantungku terasa berdetak lebih cepat sehabis berlari.

"Mr.Grize?"

Tidak terdengar sahutan selama beberapa saat. Namun, aku mendengar derap langkah kaki yang semakin mendekat, dan dengan sekali genggaman, pintu ruangan terbuka. Mr.Grize langsung membukakan pintunya untukku.

Tidak ada sambutan ramah darinya. Melainkan dengan sorotan tatap matanya yang menyuruhku untuk duduk. Rambut yang mulai memutih, serta kacamata tebal yang digunakannya adalah khas dari seorang Mr.Grize.

"Apa kau menginginkanku untuk segera merevisi tugas mingguan?" tanyaku karena spontan. Aku tidak tahu harus memulai bertanya dari mana. Karena sedari tadi Mr.Grize hanya diam memperhatikanku.

"Ya, itu salah satunya."

Merasa ganjil, aku pun kembali bertanya. "Salah satunya? Apa ada hal lain yang ingin kau bicarakan? Well, aku sudah mengerjakan separuhnya. Dan kuharap, aku bisa mengumpulkannya dalam 4 hari mendatang."

Mr.Grize mengangkat satu alisnya, dan mulai membuka mulut untuk berbicara. "Lupakan tugas itu. Apa kau masih ingat dengan Adam?"

Nafasku terhenti sesaat mendengar nama tersebut. Aku memilih untuk diam dan menunggu Mr.Grize untuk melanjutkan pembicaraanya.

"Jika kau mengingatnya, tentu kau ingat dengan Lisa, bukan?"

Tanganku terkepal dengan keras, terasa sangat siap untuk menghantam sesuatu. Menarik napas perlahan, aku segera bangkit dari kursi, dan berbalik menuju pintu untuk keluar.

"Terimakasih atas waktu yang sangat berharga Mr.Grize. Dan--oh, aku terlambat pada kelas pertamaku." Ucapku seraya membuka pintu. Namun, sebelum kakiku menginjak lantai bagian luar ruangan, Mr.Grize kembali mengucapkan kata yang membuatku terdiam sesaat.

"Lisa meminta izin surat pindah kepadaku tempo hari."
**

don't forget to leave a vomments!:)

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 30, 2015 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

NavigationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang