8

506 23 0
                                    

"Tak akan terlalu membahayakan," katanya sambil mengeluarkan sebuah gulungan berbentuk rokok dari sakunya. "Cuma coket uap yang biasa digunakan tukang leding. Kedua ujungnya ditutupi sesuatu supaya bisa menyala sendiri. Itu saja tugasmu. Begitu teriakan kebakaranmu menggema, banyak orang akan bereaksi. Lalu kau santai saja meninggalkan tempat itu, dan aku akan menemuimu di ujung jalan sepuluh menit kemudian. Jelas?"

"Aku tak boleh ikut campur, harus mendekati jendela, mengawasimu, dan bila diberi isyarat, melemparkan benda ini dan berteriak, lalu menunggumu di ujung jalan."

"Persis."

"Beres, kalau begitu."

"Bagus! Kupikir mungkin sudah waktunya aku mempersiapkan diri untuk peranku yang baru." Dia menghilang ke kamarnya, lalu muncul lagi beberapa menit kemudian dalam rupa seorang

pendeta sederhana yang ramah. Topi hitamnya yang lebar, celananya yang longgar, dasinya yang putih, senyumnya yang simpatik, dan cara menatapnya yang penuh

rasa ingin tahu, benar-benar hanya bisa ditandingi oleh Mr. John Hare. Holmes tidak sekadar berganti kostum. Ekspresi wajahnya, gayanya, dan juga jiwanya selalu disesuaikannya dengan peran yang sedang dilakonkannya. Dunia panggung benar-benar telah kehilangan aktornya yang berbakat, demikian pula dunia ilmu telah kehilangan seorang pemikir yang tajam ketika dia berganti profesi menjadi spesialis kriminal.

Pukul enam lewat seperempat kami meninggalkan Baker Street, dan masih menunggu lama sepuluh menit ketika kami tiba di Serpentine Avenue. Hari mulai gelap, dan lampu-lampu baru mulai dinyalakan ketika kami mulai mondar-mandir di depan Briony Lodge, sambil menunggu penghuninya pulang. Rumah itu persis seperti yang digambarkan Sherlock Holmes, tapi lokasinya tak begitu

pribadi seperti yang kubayangkan sebelumnya. Sebaliknya, suasananya cukup ramai untuk ukuran jalan sekecil itu. Ada sekelompok orang dengan pakaian kumal sedang merokok dan tertawa-tawa di sudut jalan, seorang tukang asah gunting sedang mendorong gerobaknya, dua pria penjaga rumah sedang bercanda dengan seorang gadis perawat, dan beberapa pemuda yang berpakaian bagus mondar-mandir dengan rokok tersulut di mufut mereka.

"Sebetulnya," komentar Holmes sementara kami mondar-mandir di depan rumah itu, "pernikahan mereka agak meringankan kasus ini. Foto itu kini malah menjadi pedang bermata dua. Miss Adler pasti tak ingin foto itu terlihat oleh Godfrey Norton, seperti juga klien kita yang tak mau benda itu jatuh ke tangan calon permaisurinya. Pertanyaannya sekarang—di manakah kita akan menemukan foto itu?"

"Dimana, ya?"

"Tak mungkin dibawa-bawa. Ukurannya kabinet. Terlalu besar kalau mau disembunyikan di dalam gaunnya. Dia tahu Raja bisa menyuruh orang untuk mencegat dan menggeledahnya. Hal itu pernah dilakukan dua kali. Jadi tak mungkin dia membawanya kalau dia sedang bepergian."

"Jadi, di mana?"

"Disimpan di bank atau di pengacaranya. Mungkin saja. Tapi menurutku tidak. Wanita biasanya tak ingin rahasianya diketahui siapa pun. Untuk apa dia menitipkan itu ke orang lain? Dia tak tahu pengaruh politis apa yang bisa menimpa orang itu, dan dia merasa lebih yakin kalau disimpannya sendiri. Di samping itu, ingat bahwa dia telah memutuskan untuk memanfaatkan foto itu dalam beberapa hari ini. Pasti ada di rumahnya sendiri."

"Tapi rumahnya sudah pernah digeledah dua kali.'' "Puh! Mereka tak becus menggeledah."

"Lalu bagaimana caramu menggeledah?" "Aku tak akan menggeledah."

"Lalu, apa?"

"Akan kuatur supaya dia sendiri yang menunjukkan tempatnya padaku." "Pasti dia akan menolak permintaanmu."

"Dia tak akan bisa menolak. Nah, sudah kudengar suara roda keretanya. Lakukan perintahku sampai yang sekecil-kecilnya."

Skandal di BohemiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang