7

507 25 0
                                    

"Dia berada di dalam selama kira-kira setengah jam, dan dari jendela di ruang duduk, sekilas aku bisa melihatnya mondar-mandir sambil berbicara dan melambai lambaikan tangan. Aku tak melihat Miss Adler. Kemudian dia keluar dari vila itu, wajahnya kelihatan lebih kacau dari sebelumnya. Begitu dia berada di dalam kereta, dia mengeluarkan jam emas dari sakunya dan memandanginya dengan saksama. 'Cepat berangkat,' teriaknya. 'Ke Toko Gross and Hankey di Regent Street, lalu ke Gereja St. Monica di Edgware Street. Kubayar kau setengah guinea kalau bisa menempuhnya dalam dua puluh menit!'

"Mereka lalu berangkat, dan aku sedang menimbang-nimbang apakah aku perlu mengikutinya, ketika sebuah kereta yang indah dengan kusirnya berpakaian jas yang cuma setengah dikancingkan sehingga masih awut-awutan, masuk ke jalur jalan di halaman vila itu. Kereta itu belum berhenti sepenuhnya ketika Miss Adler terburu-buru keluar dari vila dan segera naik ke dalamnya. Aku sempat melihat wajahnya, walau hanya sekilas. Dia sungguh-sungguh cantik luar biasa. Tak ada pria yang tak akan

berjuang mati-matian untuk mendapatkannya.

'Ke Gereja St. Monica, John!' teriaknya. 'Kubayar satu koin emas kalau kau bisa menempuhnya dalam dua puluh menit' "Ini tak boleh dilewatkan, Watson. Aku ragu-ragu apakah aku akan menguntitnya sambil berlari, atau menempel saja di bagian belakang keretanya. Tiba-tiba ada kereta lewat. Kusir kereta itu mempertimbangkan sejenak, tapi aku langsung naik sebelum dia menolak. 'Ke Gereja St. Monica,' kataku, 'dan akan kubayar satu koin emas kalau bisa sampai di sana dalam dua-puluh menit.' Waktu itu jam dua belas kurang dua puluh lima, dan aku tahu apa sebenarnya yang akan terjadi.

"Kereta yang kutumpangi melaju dengan cepat. Rasanya

aku belum pernah mengendarai kereta secepat itu, tapi kereta-kereta yang mendahuluiku sudah sampai duluan. Kubayar ongkos kereta dan segera masuk ke dalam gereja. Tak ada orang lain kecuali kedua orang yang kuikuti tadi dan seorang pendeta yang mengenakan jubah. Mereka nampaknya sedang berbantah-bantah. Mereka berdiri bergerombol di depan altar. Aku berjalan pelan-pelan di antara deretan kursi-kursi seperti layaknya seorang pengunjung gereja biasa. Tiba-tiba, ketiga orang di depan altar itu menengok ke arahku, dan Godfrey Norton lalu berlari mendekatiku.

"'Ya Tuhan, terima kasih!' teriaknya. 'Anda juga boleh. Mari! Mari!'

"'Ada apa ini?' tanyaku. "'Mari, Tuan, silahkan, hanya tiga menit, daripada tak sah jadinya.' "Dia menarikku ke depan altar, dan sebelum aku menyadarinya, aku telah begitu saja

mengucapkan kata-kata yang dibisikkan padaku, menjadi saksi kedua orang yang tak kukenal itu dan menolong terlaksananya pernikahan mereka. Semuanya berlangsung dalam sekejap mata, dan kedua mempelai lalu menyalamiku sambil mengucapkan terima kasih, disaksikan sang pendeta yang berseri-seri wajahnya. Keadaan itu betul-betul tak terbayangkan seumur hidupku, dan aku tadi tertawa karena membayangkan hal itu lagi.

Nampaknya surat nikah mereka agak kurang-beres, sehingga pendeta itu menolak meneguhkan pernikahan mereka tanpa hadirnya seorang saksi, dan kedatanganku menguntungkan pengantin pria karena dia tak usah repot-repot lari ke jalan untuk mencomot seorang saksi. Pengantin wanitanya memberiku satu koin emas dan itu kugantung di rantai jamku, sebagai kenangan atas peristiwa itu."

"Benar-benar kejadian tak terduga," kataku, "lalu bagaimana selanjutnya?"

"Yah, kurasa rencana-rencanaku terancam gagal. Kelihatannya kedua mempelai mau pergi, jadi aku harus secepatnya bertindak. Ketika mereka hendak berpisah di pintu gereja kudengar mempelai wanita mengatakan, 'Aku akan pergi ke Park pada jam lima seperti biasanya.' Mereka lalu berpisah, masing-masing ke tempat tinggalnya sendiri, dan aku pun pulang untuk mempersiapkan beberapa

rencana."

"Apa itu?"

"Daging sapi dingin dan segelas bir," jawabnya sambil membunyikan bel. "Aku terlalu sibuk sampai lupa makan, dan malam nanti aku mungkin akan lebih sibuk lagi. Ngomong-ngomong, Dokter, aku butuh bantuanmu."

"Dengan senang hati."

"Kau tak keberatan melanggar hukum?" "Tidak sama sekali."

"Juga tak takut ditangkap?"

"Tidak, kalau dengan alasan yang kuat." "Oh, alasannya kuat sekali!"

"Maka aku siap menolongmu."

"Aku sudah tahu bahwa kau bisa diandalkan." "Tapi apa sebetulnya maumu?"

"Nanti kujelaskan setelah Mrs. Turner membawa masuk makananku. Nah," katanya sambil menengok makanan sederhana yang dihidangkan induk semangnya, "kita bicarakan sambil aku makan, karena waktunya sangat terbatas. Sudah hampir jam lima sekarang. Dalam dua jam, kita harus sudah berada di sana. Miss Irene, atau lebih tepatnya Madame Irene, akan kembali jam tujuh. Kita akan ke Briony Lodge untuk menemuinya."

"Lalu?"

"Percayakan saja padaku. Sudah kuatur jalan peristiwanya. Hanya ada satu hal yang harus kutekankan. Kau jangan sekali-kali ikut campur apa pun yang terjadi. Mengerti?"

"Aku netral saja, begitu?"

"Jangan bertindak apa-apa. Akan ada sedikit keributan, tapi jangan nimbrung, ya. Sesudah nya aku akan dibawa masuk. Empat atau lima menit kemudian, jendela ruang duduk akan terbuka. Kau harus menunggu di dekat jendela itu."

"Ya."

"Kau harus mengawasiku, karena aku akan terlihat olehmu." "Ya."

"Kalau kuangkat tanganku—begini—kau lemparkan sebuah benda ke dalam ruangan itu. Lalu,pada saat yang bersamaan, berteriaklah ada kebakaran. Mengerti maksudku?" "Jelas sekali."

Skandal di BohemiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang