Lova, gadis berseragam putih biru itu masih menunggu angkot berikutnya dengan setia. Lima belas menit lalu, saat ia sampai di persimpangan komplek tempat biasa menunggu angkot yang membawanya ke sekolah, angkot itu sudah melaju dengan penumpang penuh sesak. Lova terlambat lagi, seperti kejadian dua hari lalu. Hal yang tentu saja akan membuat dirinya menjadi cleaning service dadakan –lagi- karna harus membersihkan pekarangan sekolah.
Tapi pagi ini, bagaimanapun caranya, Lova tidak boleh terlambat. Bukan karna menjadi cleaning service dadakan yang membuatnya bergidik ngeri, tapi karena ujian Matematika Bu Sam yang ada pada jam pertama. Ujian yang boleh jadi tidak bisa ia ikuti jika ia terlambat. Lalu bayangan Mamanya yang harus menjadi tamu kehormatan ruangan Bu Maria, guru BK kesayangan seantero sekolah, bertambah membuat Lova merinding dengan memikirkannya saja.
Lova menghembuskan nafasnya kesal. Sambil terus melirik jam ditangan kanannya, ia berdoa semoga angkot berikutnya segera muncul. Meski sepuluh menit lagi bel sekolah akan berbunyi, Lova tetap berharap meski ia tahu itu sia-sia. Bayangkan saja, untuk sampai disekolah dengan angkot yang jalannya seperti penyu itu, biasanya juga dibutuhkan waktu sepuluh menit.
Lagi-lagi gadis dengan kunciran kuda poni itu mendesah kesal. Ia butuh keajaiban agar bisa mengikuti ujian Bu Sam. Lalu sebuah sepeda motor yang melaju dari arah depan seolah menjawab doa serta keajaiban yang ia rapalkan. Motor yang Lova tahu adalah motor salah seorang kakak SMA yang satu yayasan dengan SMP tempat ia belajar. Ide paling brilliant yang Lova tahu akan membuatnya bisa mengikuti ujian matematika Bu Sam pagi ini muncul bak roket yang baru saja diluncurkan keluar angkasa.
Menutup mata, Lova memberanikan diri menghadang motor itu ditengah jalan. Nekat dan bertekad. Itulah yang Lova rasakan saat ia membentangkan kedua tangannya agar motor itu berhenti. Tepat seperti perkiraan, motor itu berhenti beberapa senti sebelum menabrak tubuhnya, membuat sang empunya motor mulai mengeluarkan omelan yang Lova yakin bisa memenuhi satu buku isi seratus yang ia punya.
"Lo gila ya?" Pertanyaan itu Lova dengar saat ia berlari menuju bagian belakang motor dan mulai menaikinya. Membuat sang empunya motor menganga heran dengan apa yang baru saja ia lakukan.
"Eh, apa-apaan lo? Main naik-naik aja." Belum selesai dari keterkejutan sebelumnya, sipengendara motor makin dibuat heran dengan tingkah Lova yang tiba-tiba memegang pinggangnya erat dari belakang.
"Kak, Kakak bisa jalanin motornya sekarang. Kalau bisa ngebut ya!" Dengan nada memohon, Lova berujar pada sipengendara yang masih belum pulih dari rasa tercengang.
"Eh, lo tu apa...."
"Saya tahu kakak heran, tapi saya akan jelasin kalau kakak mulai jalanin motornya, sekarang, please!" Si anak SMA tahu ada yang salah dengan motornya yang tiba-tiba dinaiki anak SMP yang sama sekali tidak ia kenal, tapi demi mendengar suara Lova yang mengiba, ia menjalankan motornya meski ia masih dipenuhi kebingungan.
"Kak, kita satu yayasan sekolah, jadi saya sering liat kakak di SMA sebelah. Pagi ini saya ada ujian matematika, dan kalau saya terlambat saya ngak bisa ikut ujian dan artinya nilai saya bakalan kosong." Lova menjelaskan pada sipengendara yang sudah mulai menjalankan motor. Ia berteriak, agar suaranya bisa terdengar jelas. Karena sepertinya, kakak-SMA-sebelah mendengarkan perkataan Lova untuk membawa motor dengan kencang.
Lova melirik jam tangan dipergelangan tangan kanan saat motor yang ia tumpangi memasuki parkiran SMA, ia menarik nafas lega, masih dua menit lagi sebelum pelajaran pertama dimulai. Lova meloncat turun dari motor lalu mengucapkan terima kasih karna hari ini ujian matematikanya bisa terselamatkan.
"Maksih banget kak. Saya ngak tahu kalo ngak ketemu kakak tadi nasib saya kayak apa. Saya ngak tahu deh bakal diapain Bu Sam. Bayanginnya aja saya ngak sanggup." Meski belum dijawab oleh orang yang memberinya tumpangan, Lova melemparkan senyuman terakhir sebelum berbalik. Dua menit-kurangnya tidak boleh disia-siakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lovara [#Wattys2018]
Teen FictionLovara, ketika ikhlas adalah satu-satunya pilihan.