Angan

133 7 0
                                    

Aku terbangun dari tidurku . Terngiang kata-kata itu dalam benakku . Kembali ia berdenging . Semakin kucoba untuk melepaskannya , semakin kuat ia melekat pada ingatanku .

Ia kembali hadir dalam mimpiku , bahkan aku tak mengenal siapa gerangan ia , yang selalu menyusup datang dalam mimpiku . Lalu tanyanya , apa dayaku ? Yang hanya dapat berpasrah pada takdir , yang hanya menanti sang waktu menjemput , menuju cinta abadi .

Andaikan aku dapat melawannya , kita pasti dapat bersama . Tunggu aku .

Apa maksudnya ? Aku tak mengerti , sekalipun aku mencoba untuk memahaminya , hampir setiap hari , ia datang dengan patahan kata yang aneh .

Seperti memberi tanda , tapi aku tak mengerti maksudnya .

Siapa gerangan ia . Tapi entah mengapa , aku menanti . Menantinya kembali dalam mimpiku . Aku tak mengerti , tapi aku menantinya . Aku menunggu semua perkataannya , aku menunggu perintahnya , aku menunggu kedatangannya , yang entah mengapa , mengisi kekosongan dalam diriku . Jujur saja , aku tak tahu apa , dan bahkan mengapa . Aku belum menemukan jawabannya , walau aku sudah mencari tahu .

Semua berujung pada jalan buntu .

Aku lelah , cukup lelah untuk mencari , maka itu , yang hanya dapat kulakukan hanya menunggu . Jujur , aku tak suka menunggu . Lebih baik melakukan sesuatu , dibanding menunggu . Apalagi sesuatu yang tak pasti . Kalian pasti tak suka , kan , bergantung pada ketidakpastian . Aku meringkuk dalam kasur , mencari posisi wena . Mataku menatap beruang putih yang juga membalas tatapanku . Sekian detik kami saling menatap .

" Beruang , coba katakan kepadaku , mengapa cinta tidak adil ? "

Tanganku mengelus kepala boneka itu . Aku tahu , aku seperti orang bodoh , yang bertanya kepada patung . Jawabannya sama , dia hanya diam menatapku . Aku menghela napas ,

" Andai kau dapat berbicara , mungkin kita sudah menjadi sahabat " ucapku lirih .

Aku memiliki beruang ini semenjak kecil . Sebelum aku pindah ke Jakarta . Aku lupa , yang kuingat , seorang yang penting yang memberinya kepadaku , hingga sekarang aku masih menyayanginya . Tapi ingatan itu hilang , dalam memori lama yang tak dapat kusentuh . Kepalaku berdenyut , meminta untuk tak berputar lebih keras .

Mual .

Rasa kedua yang muncul ketika aku terlalu keras untuk berpikir . Aku memijit pelan dahiku , berharap dapat reda seketika .

PetrichorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang