Chapter 2 // Dia.

4.2K 284 3
                                    

Aku terduduk di kursi yang memang disediakan untuk para pelayan beristirahat. Kepalaku tenggelamkan di antara sisi tangan.

Hari yang begitu lelah. Hari ini adalah hari libur yang otomatis pelanggan dua kali lipat dari hari biasa.

Baru saja aku memejamkan mata salah satu pekerja kafe memanggilku. Mau tak mau aku harus beranjak. Ini sudah jadi tugasku. Aku harus menanggungnya.

Aku berjalan mendekati meja nomor 10. Ku lihat, dua orang pria yang sedang duduk di meja itu, seorang pria yang menatap teman disampingnya, sedangkan temannya sibuk mengontak-atik kamera. Aku tak dapat melihat wajah temannya itu karena ia duduk membelakangiku.

Tepat di meja nomor 10, tanpa menunggu lama, aku segera berucap.

"Excume me, this list of menu," ujarku sembari menyerahkan daftar menu kafe.

Salah satu dari mereka menoleh kepadaku. Ia menatapku sekilas kemudian mengambil daftar menu itu dan ia pun memesan satu minuman.

Salah satu tugas pelayan adalah menulis pesanan itulah yang aku lakukan.

"There are more?" tanyaku.

Pria itu pun kemudian bertanya kepada orang yang di hadapannya yang masih tetap sibuk dengan kamera. "Li, lo pesen apa?"

"Seperti biasa," ucap temannya yang dipanggil 'Li' itu tanpa sedikit pun menengok

Pria itu pun memesan minuman untuk temannya.

"That is it?"

"Yes."

Setelah itu aku pun pergi meninggalkan mereka.

...

Tak butuh waktu lama pesanan mereka telah selesai. Dan lagi-lagi aku harus mengantar pesanan minuman di meja yang tadi.

Aku berjalan menuju ke meja yang tadi. Ku lihat mereka tampak sedang berbincang kecil.

Tanpa menegur dan berbicara alu segera meletakkan pesanan mereka diatas meja membuat mereka terkejut.

Serentak mereka terkejut dam menatap kearahku. Aku menatap mereka-- pandanganku terhenti pada pria yang daritadi sibuk dengan kameranya.

Aku benar-benar terkejut bukan main. Bagaimana tidak, aku kembali bertemu dengannya tanpa sengaja.

Dia yang tadinya menatap tajamku kini berubah menjadi tatapan terkejut.

Berapa saat aku mencoba untuk menyembunyikan tanda terkejut. Aku harus menahan amarahku.

"Maaf menganggu. Saya permisi dulu,"  kataku dengan terburu-buru untuk segera meninggalkan mereka atau lebih tepatnya menjauh dari dia.

Aku berlari ketoilet. Di toilet, aku tak dapat bisa lagi menahan air mata. Bayangan masa lalu terputar di memoriku.

Sakit. Sangat sakit. Masa lalu yang begitu pahit. Semua orang yang merupakan bagian masa lalu begitu jahat. Mereka tega merancang skenario di belakangku.

Aku sudah berusaha bertahun-tahun untuk melupakan kejadian itu dan kini masa lalu itu datang kembali. Hah, mengapa dunia begitu sempit?!.

...

Aku keluar dari toilet dengan pakaian santai. Ya, aku izin dulu hari ini dengan alasan tidak enak badan. Sebetulnya bukan hanya itu. Tetapi, demi menghindar dari dia.

Saat di depan pintu toilet wanita, aku di kejutkan oleh keberadaan teman kerjaku yang berdiri di hadapanku. Dia bernama, Billy. Billy adalah brasteran Amerika-Indo.

Billy menatap ku dengan tatapan introgasi. Tangannya ia lipatkan di depan dada. "Lo sakit?"

Aku tak membalasnya. Jangankan membalasnya melihatnya sekilas pun tidak. Aku begitu malas berbicara dengannya.

Aku melangkah mencoba mendahului Billy. Tapi percuma saja. Billy menghalangiku. Aku mencoba untuk tetap bersabar. Aku kembali mencoba mendahuluinya tapi tetap saja, Billy selalu menghalangiku.

Aku menghela nafas pelan lalu menatap sengat Billy. "Mau lo apa sih?!"

Billy malah mencengir tak jelas. "Hehhe. Lo lucu yah kalau marah!"

Hah, inilah yang paling aku tak suka jika bersama dengan Billy. Dia selalu mengombal.

Aku melipatkan tangan dan meletakkannya di depan dada. "Lo bisa engga biarin gue bebas dari lo satu hari aja. Gue lagi capek. Jadi, jangan salahkan gue kalau misalnya lo masuk ke Rumah Sakit!"

"Yaelah. Lo bisa amat sih bercanda."

"Uh! Terserah lo!"

Aku segera kembali melanjutkan langkahku tanpa ada halangan lagi. Baru saja delapan langkah tiba-tiba saja sebuah tangan kekar merangkul bahuku.

Serentak aku terkejut. Aku menoleh dan mendapati Billy yang ternyata juga menatapku dengan tersenyum tak bersalah.

"Ih! Lepas!"

Bukannya melepaskan tangannya dari bahuku, ia malah semakin merangkul mesra.

Billy membawa aku keluar  kafe, saat berada tak jauh dari meja dia. Mataku dan dia saling bertemu. Dari mimik matanya, dapat kurasakan dia menyesal dan kecewa.

Hah, entah mengapa aku jadi merasa kasihan. Ingin sekali aku memeluknya tapi bayangan masalalu terbayang. Membuat rasa iba ku menghilang dan menjadi rasa benci.

Apa masa lalu itu akan terulang kembali?

Apa masa lalu itu akan terulang kembali?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

...

OMG udah berapa minggu yah enggak dinext. Sorry banget kalau pada nunggu. Ani lagi sibuk. Ini baru selesai ngetiknya. Kemungkinan bakal telat ngeupdate. Makhluklah baru jadi anak SMP. Pasti pulangnya siang-siang. Belum lagi jadwal eskul yang kadang pulang magrib. Dan belum lagi tugas-tugas yang nupuk.

Oke dah dulu. See you di chapter selanjutnya.

[BGLS 2 Versi Baru] Comeback (Again)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang