Burung dan ikan.

47 4 2
                                    

Hari sudah pagi, malam telah berganti kicauan burung yang hinggap dijendela telah membangunkan tidur lelapku. Mereka seakan bernyanyi dengan riang , seakan berbicara kepadaku.

"Bangunlah.. cantik.. bangunlah.. bulan telah berganti dengan sinar terang matahari"
menyanyikan alunan lagu nan indah, aku tersenyum memandangi mereka yang berjejer menyangikan lagu.

Aku beranjak bangun dari tempat tidurku, tak kutemukan siapapun.

"Kemana perginya nenek tua itu?" Dia hanya meninggalkan gaun coklat berpita menyamping indah sekali.

Aku meraih nya dan aku coba melihat kecermin yang sudah retak terletak tak jauh dari ranjang itu, kupandangi diriku sendiri, memperhatikan bayangan diriku sangat terlihat cocok gaun itu denganku. Aku pergi keluar rumah untuk mencari sumber air, terus menyusuri bebatuan dan lumpur dengan masih telanjang kaki.

Tak lama hanya memakan waktu 20 menit aku sudah dapat menemukan sungai, sungai yang jernih airnya bagaikan embun dipagi hari, kuasa Tuhan. Segera kubasuh mukaku, rasa dingin namun segar ini menerpa mukaku ditambah dengan seiringnya angin pagi berhembus pelan. Seekor ikan menghampiriku, dia menadahkan kepalanya kepermukaan air dan berkata.

"Selamat pagi.. bidadari" pujiannya membuatku terbelalak.

"Kau..?? Ikan? Berbicara padaku?" Jawabku tak percaya.

"Ahh.. tenang saja, kau diutus dewi langit untuk bisa berbicara dengan binatang" ujar ikan kecil itu.

"Dewi langit tidak pernah mengatakannya kepadaku?"

"Hmm..aku tidak tau? Aku pergi dulu bidadari cantik, sampai nanti"

Ikan itu berlalu tanpa terlebih dahulu mendengar jawabanku. Selesai membasuh tubuhku, aku berjalan kembali menuju rumah kayu, sepanjang perjalan pulang kupu-kupu dan hewan lainnya mengantarkanku menuju kesana, aku menari-nari dan bernyanyi diiringi oleh mereka.

Sesampainya dirumah kayu.

Tuk tuk bunyi ketukan pintu tak ada jawaban.

Tuk Tuk Tuk aku mengetuknya sekali lagi, masih sama tidak ada jawaban dari dalam rumah. Akhirnya aku beranikan diri untuk masuk kedalam rumah, benar saja dugaanku nenek tua itu masih belum kembali. Aku mengganti gaun putihku yang sudah kotor dengan gaun coklat yang disediakan nenek tua itu.

Ceklek! suara pintu terbuka terdengar dari luar. Aku menoleh ternyata nenek tua itu, membawa sekeranjang sayuran dan buah-buahan, dan ia mengenakan topi berbahan bambu yang disusun rapih membentuk topi.

"Ahh... kau sudah bangun nak?" Dia menoleh dan terkejut kearahku.

"Oh.. astaga ! Kau sangat cantik mengenakan gaun itu" dia mulai menitikan air mata dan memeluku.

Aku tidak mengerti.

"Yaa.. kau sangat cantik" dia membelai rambut ikalku.

Aku masih tidak mengerti.

"Maafkan aku, maaf aku membuatmu bingung, bahkan aku belum sempat memperkenalkan diriku, namaku Laudrey" ujarnya dengan tersedu-sedu menyeka air matanya dengan ujung bajunya.

Aku masih memandang heran dirinya.

"Aku menangis karena.. aku merindukan anakku, kau sangat mirip dengannya, bertahun tahun berlalu dia tidak pernah kembali, entah kemana, aku sudah mencarinya ke berbagai kota.. dia tak pernah kunjung aku temukan" dia menangis lagi membuatku merasa iba.

Aku mengangguk mengerti perasaannya.

"Dan gaun yang kau kenakan itu, adalah gaun miliknya, gaun terbaiknya" dia masih tersedu.

"Aku mengerti perasaanmu mrs Laudrey" untuk pertama kali dia mendengar aku berbicara, aku memeluk tubuhnya erat disela sela seduan tangisnya.

"Ohh.. nak biarkan aku memelukmu untuk waktu yang lama" dia semakin erat memeluku, aku hanya diam menurutinya.

Im is an AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang