PART 19

3.6K 254 64
                                    

Tubuhku membeku melihat sosok bertudung itu. Aku mundur perlahan. Sosok itu maju mendekatiku. Dia mengangkat tangannya ke atas kemudian dihempaskan asal. Sebuah kursi dari belakang menghantam punggungku. Entah bagaimana caranya.

Aku jatuh berlutut sambil mengelus punggung yang terasa remuk. Dia benar-benar ingin membunuhku. Dia mendongak. Wajahnya masih sama hancurnya. Ingat dengan ciri-ciri yang pernah kusebutkan? Wajah yang keabu-abuan dengan urat-urat yang menonjol, bibir yang robek panjang dari telinga kanan hingga telinga kiri.

Ya, dia dengan wajah menyeramkannya. Jelas dia bukan manusia. Jelas dia makhluk yang sudah tidak bernafas! Jika memang dia manusia, kupikir dia akan langsung ke Korea untuk melakukan Operasi Plastik bukan? Beda lagi jika Hantu, yang memang harus memiliki modal tampang seram.

Oke, bukan waktunya untuk berpikir yang bukan-bukan. Sudah kukatakan sebelumnya, jika otakku menjadi liar di saat terdesak. Kalau kata Spongebob, 'Imajinasi' dengan tangannya yang bergerak membentuk satu lengkungan yang memunculkan Pelangi. Ya, imajinasiku terlalu tinggi.

Aku yang baru saja bangkit berdiri dengan tubuh agak membungkuk, kembali menjadi sasaran makhluk itu. Meja makan dihempaskan padaku, refleks aku menghindarinya. Untung tidak kena! Tapi makhluk itu langsung melayangkan sebuah kursi kayu. Kembali aku menghindar tapi gagal. Ujungnya mengenai betis kananku.

Goresan di kakiku rupanya tidak memuaskan dirinya. Mulutnya yang beriak terbuka, terdengar suara melengking mirip T-Rex yang membuat telingaku berdengung. Dengan satu kedipan mata, makhluk itu kini telah berada tepat dihadapanku. Kukunya yang panjang membelai wajaku. Deru nafasnya yang dingin dapat kurasakan.

Aku diam mematung menahan nafas. Jari makhluk itu yang tadinya membelai pipiku kini turun ke leher, kemudian turun ke bahu dan... Jleb! Cairan merah keluar dari tubuhku. Aku tak mampu menjerit! Kuku itu menancap di bahu kananku.

Makhluk itu menarik kukunya perlahan. Rasa perih dan ngilu bertambah berkali-kali lipat. Sebuah lubang menganga membuatku dapat mengintip rupa daging pada tubuhku sendiri. Seringainya membuatku berpikir inilah akhir dari hidupku.

Tapi tidak. Aku masih dapat bernafas meski tanganku harus menekan luka itu agar darah tidak keluar terlalu banyak. Setengah berlari aku menjauhinya, menuju meja yang terguling di Lantai. Makhluk itu tetap diam di sana. Memperhatikan gerak-geriku seolah menghitung waktu yang tepat untuk kembali menyerangku.

Berlari ke arah Dapur adalah kesalahan kedua terbesar dalam hidupku. Jangan tanya alasan pertama. Tentu kalian tahu kan? Benar! Membuka buku merah itu. Pisau-pisau besar pemotong daging melayang ke udara seolah mengejarku.

Satu dari pisau itu melayang hendak menikamku namun, aku dapat berkelit lebih cepat. Pisau itu jatuh menancap di lantai. Pisau kedua dan ketiga kembali di arahkan padaku, dan aku masih dapat menghindarinya dengan baik.

Tapi hanya sampai di situ. Pisau keempat menorehkan luka panjang pada kaki kiriku. Dan... Jlebb! Pisau kelima menusuk paha dalam sebelah kiri. Kembali aku terjatuh dan meringis menahan sakit. Makhluk itu sudah berada tepat di depan wajahku lagi. Dia memperhatikanku sesaat, hidungnya hampir saja menyentuh hidungku.

Aku yang dalam posisi terjembab di lantai, tentu bukan lawan yang seimbang untuknya. Sepertinya aku aku harus mengucapkan salam perpisahan. Dia membuka tudungnya. Rambut yang tak beraturan itu dapat bergerak. Melayang-layang dan meliuk-liuk seperti ular.

Makhluk itu membungkuk membelai pahaku yang terlumur darah. Dia mengendus aroma amis darah seolah menikmati. Lidahnya yang ternyata panjang terjulur keluar. Wajahnya semakin mendekati paha kiriku.
Lidah... benda itu terjulur dan menjilat darah di pahaku.

Menjijikan! Makhluk apa dia sebenarnya? Tangannya mencengkram erat kakiku hingga aku tak bisa berontak. Puas menjilat. Wajahnya kembali mendongak menapku. Rambutnya yang bagaikan sulur membelit leherku. Mencengkramnya erat.

The BloodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang