PART 5

4.5K 315 13
                                    

Part ini menegaskan keanehan Ava. Happy reading: )

Kubuka kedua mataku perlahan. Mataku mengerjap berusaha menyesuaikan dengan cahaya sekitar. Kulihat sekeliling, aku baru sadar kalau saat ini aku sudah berada di dalam kamar. Bukankah tadi aku di Sekolah? Kapan aku pulang? Aku memijit pelipis untuk mengurangi rasa sakit di kepala. Pergelangan tangan kiriku terbebat oleh perban. Kapan aku terluka? Aku berusaha mengingat-ingat.

"Sudah sadar?" Matt membuka pintu lalu duduk di tepi ranjang.

Aku hanya memandangnya dengan pandangan bingung. Alle masuk dengan membawa segelas air putih di tangan. Kutegak habis air yang disodorkan Alle, kerongkonganku kering seperti habis lari marathon keliling kota.

"Sudah baikan?" tanya Matt lagi.

Aku mengangguk dan berusaha tersenyum. Alle duduk di sebelah Matt lalu menatapku iba. Aku mengernyit bingung mengartikan pandangan mata sahabatku.

"Aku tahu kamu memiliki banyak masalah belakangan ini. Tapi, aku nggak setuju kamu melakukan bunuh diri! Kamu harus menghargai nyawa kamu sendiri, setidaknya pikirkan adikmu Ava jika kamu pergi meninggalkannya!" Nasihat Alle padaku dengan wajah serius sekaligus cemas.

Aku makin bingung dengan maksud perkataan Alle. Kulihat Matt memandangku dengan kecewa.

"Apa sih maksudmu? Aku bunuh diri? Kapan?" Tanyaku bingung.

Bukannya menjawab, Matt dan Alle saling berpandangan lalu menatapku kembali. Tangan Alle diletakan pada dahiku, untuk memeriksa suhu tubuhku mungkin.

"Stress karena kebanyakan mengeluarkan darah ya?" Tanya Alle dengan wajah yang... entahlah!

"Darah?" makin heran aku dengan kalimat-kalimat yang dilontarkan Alle.

"Aku tadi memergokimu menyayat pergelangan tangan kamu sendiri di Kelas," jelas Matt.

Mataku membulat sempura, aku tahu bibirku pasti sudah ternganga lebar sekarang.

"Aku? Menyayat tangan?" tanyaku tak percaya.

Matt dan Alle mengangguk mantap. Kucoba untuk mengingat kembali kejadian tadi. Saat pelajaran olah raga aku tidak ikut, di kelas sendiri, melamun, dan... aku teringat dengan barisan kalimat pada buku itu! Benar, buku itu! Kubuka laci pada nakas. Tidak ada, bukannya terakhir aku menaruhnya di sana? Kulemparkan bantalku ke sembarang arah, tapi buku itu tidak ada di sana juga. Aku mulai menggeledah meja, dan menyingkirkan barang apapun yang menghalangi pandangan mataku.

"Kamu cari apa sih?" Tanya Alle jengkel. Bantal yang kulemparkan tadi mendarat tepat di wajahnya ternyata.

"Buku merah yang aku ceritain kemarin," sahutku cepat.

"Buku merah?" Tanya Matt memastikan. Kujawab dengan anggukan.

Matt dan Alle segera membantuku untuk mencari buku itu. Lemari pakaian juga kami geledah. Nampaknya Alle terpaku pada deretan baju berwarna hitam beserta tulisan-tulisannya.

"Anak gothic nih," katanya pelan namun aku masih dapat mendengarnya.

"Ke mana sih tuh buku?!" kataku jengkel.

Kami bertiga kembali duduk di pinggir ranjang. Kamarku jadi berantakan karena pencarian buku ber-cover merah itu.

"Kenapa kamu tiba-tiba cari buku itu?" tanya Matt padaku.

"Tadi aku..." Kubungkam kembali bibirku rapat, mencoba merangkai kata-kata yang pas agar tak terdengar mengada-ada.

"Alice?" Panggilan Matt menyadarkanku dari lamunan.

The BloodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang