Bab 2

203 20 4
                                    

Taptaptaptaptap...

Derap kaki Suto menggema di lorong SMA Gandara. Semua mata menatap heran ke arahnya.

Ia berlari menuju ruang guru -yang terletak di lantai paling bawah sekolah- dengan segala kekuatan yang masih tersisa.

Aih beruntung banget gue dapet kelas paling jauh dari ruang guru, batin Suto sarkastis.

Dan kenapa harus kebetulan banget jaraknya dari ujung ke ujung sekolah sih? Astaga jauh gila. Hayati lelah bang, batinnya lagi.

Memang mungkin bukan paling jauh. Tapi sifat hiperbola Suto memang sudah terbawa dari lahir. Ditambah dengan fisik Suto yang lebih lemah dari mayoritas anak-anak lainnya membuat jarak yang memang sudah jauh, terasa lebih jauh.

Sejauh ini, Suto masih berlari sekuat tenaga ke arah guru, dengan sesekali tersandung, namun, tidak menabrak satu anak pun.

Kenapa bisa?

Sebagai anak baru, memang sudah kodratnya Suto diperlakukan seperti ini. Kecuali jika anak baru tersebut memiliki sesuatu untuk dibanggakan.

Sayangnya Suto tidak memiliki apapun untuk dibanggakan.

'Diperlakukan seperti ini' juga termasuk dianggap menjijikan. Mungkin mereka menganggap apabila berdekatan dengan Suto mereka akan tertular ke-menjijikan-nya itu.

Oleh karena itu, mereka selalu menghindari Suto dimanapun ia berada. Alhasil, saat Suto sedang berjalan, terbentuklah jalan seperti lautan yang terbelah kemanapun Suto pergi.

Hanya untuk seorang Suto.

Entah gue harus merasa tersakiti atau tersanjung, ucap Suto dalam hati.

Sepertinya memang nasib sial memang tak pernah berada jauh dari kehidupan Suto. Berkali-kali ia berpindah tempat tinggal hanya karena jenuh. Jenuh akan nasibnya. Jenuh akan keadaan. Jenuh diper-

BRAKKK!!

Sial banget sih gua hari ini! Eh, emang setiap hari sial sih sebenernya... ucap batin Suto sambil mengusap bagian belakangnya yang sakit. Kejadian tadi mengakibatkan ia terjungkang kebelakang dan pantatnya mencium lantai dengan indah.

"Kalo jalan liat-liat do.. Eh? Kok gue ga pernah liat lo ya?" ujar orang yang bertabrakan dengannya tadi, seraya mengulurkan tangannya.

Suto pun menerima ulurannya dan berdiri dari posisinya tadi dengan mata yang masih berkunang-kunang.

"Maaf banget ya, maaf ma..."

Kalimat Suto menggantung setelah melihat wanita didepannya ini.

Satu kata buat dia.

Per-fect.

Suto pun mendeskripsikan wujudnya di dalam otaknya.

Rambutnya yang kecoklatan dan bergelombang, jatuh dengan indah di punggung dan pundaknya. Warna matanya pun senada dengan rambutnya.

Kulitnya tidak terlalu putih, namun tidak juga hitam, tidak pula kuning, tapi bukan coklat juga. Postur badannya tidak tinggi, tapi tidak terlalu pendek.

Gue ngomong apaan sih, batinnya.

Mungkin efek ketemu bidadari, batinnya lagi.

Tapi yang terpenting-

"Woy! Lo anak baru yaa?" ucapnya sambil membetulkan letak kacamatanya.

Eh kok gue ga nyadar dia pake kacamata? Makin imut aja, batin Suto untuk kesekian kalinya.

Bad LuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang