Chapter 4

17.7K 1.5K 49
                                    

#I Hate This!!

Adrian tak tahu sejak kapan dia sudah sangat menikmati bisnis ini. Bisnis yang menurutnya agak menyebalkan, tapi dia tak bisa melepaskannya begitu saja. Hari-harinya berubah. Bangun pagi. Melipat selimut. Mandi. Ganti baju. Sekolah. Ah, jangan lupakan soal dia yang tak pernah mau sarapan. Alasannya... mungkin karena Will. Dia muak menatap Will. Setiap kali melihat wajahnya, Adrian selalu mual. Mungkin efek karena dia sudah terlalu sering melihatnya tidur dengan wanita? Ah, tak tahu! Tak peduli! Adrian selalu beralasan kalau dia sudah terlambat. Dia juga enggan ikut mobil Will. Bahkan dia berangkat lebih dulu dan lebih suka naik bus. Adrian lebih suka naik bus sekolah. Karena lebih murah! Iya, lebih murah daripada taksi. Jangan lupa kalau Will sialan itu hanya memberikannya uang saku hanya sedikit!

"Akhir-akhir ini nilai kamu jadi naik, ya...! Kamu juga rajin ke perpus sekarang..." Gusta berbisik di tengah-tengah pelajaran. Adrian mengangkat bahunya, tak peduli. Dia memang lebih rajin daripada biasanya. Dia harus cepat lulus dari sekolah, lalu mengambil alih perusahaan papanya. Harus. Sebelum perusahaan itu gulung tikar karena kecerobohan papanya.

HP di sakunya bergetar. Adrian menunduk dan mencoba melihat siapa orang yang menelponnya di sela-sela pelajaran seperti ini. Will. Dia mendengus kesal, berdiri lalu izin ke kamar mandi. Di salah satu biliknya, dia berteriak kencang sebelum Will menyapanya.

"Apa lo?! Apa?!" Adrian sudah pasang wajah kusut.

"Kok sambutan kamu begitu? Mirip anak kecil yang sedang ngambek..." Will menahan tawanya di sana. Adrian melotot tak terima.

"Diem, lo om! Gue lagi pelajaran tadi!!"

"Ah, maaf boy! Tapi saya bisa bantu kamu agar cepat lulus, boy!"

"Nggak perlu, om! Nggak usah! Lo ada apa? Ngapain telpon gue?"

"Ah, soal keinginan kamu untuk bekerja sama dengan..."

"Beneran?!!" Adrian sudah berteriak histeris. Antusias. Dia tak pernah menyangka kalau Will akan mendengarkan permintaan bodohnya. Dia masih pengusaha amatir yang tak masih awam soal dunia bisnis.

"Saya sudah berbicara dengan mereka, dan mereka setuju!"

"Yes!! Gue tahu, om! Lo yang terbaik!! Jadi, perusahaan mana itu, om?"

"Vextavo Inc. Mungkin kamu masih asing dengan nama itu, tapi asal kamu tahu saja... perusahaan itu memiliki cabang yang cukup banyak sampai ke kancah internasional..."

"Termasuk sama gangster?"

"Iya, boy.. Iya..."

"Gue suka gaya lo, om!! Thanks!!" Adrian bersiap mematikan HPnya, sampai Will memanggilnya lagi. "Gue harus sekolah, om! Sekarang lagi pelajaran!"

"Inget, boy! Saya tetap akan mengawasi kamu..."

"Gue tahu!! Udah, ya gue harus balik ke kelas!" Adrian melambai santai dan mematikan HPnya. Bagus, dengan ini dia bisa bekerja sama dengan gangster itu. Tapi... ada rencana yang sudah dia susun. Will tak akan pernah tahu dan tak akan pernah ikut campur dengan bisnis gelapnya kali ini. Dia akan bekerja sama dengan mereka, tanpa Will tahu. Dia harus merahasiakan ini semua dari Will.

Sementara itu, Will masih sibuk tersenyum sambil menatap pigura yang berisi fotonya bersama Adrian kecil. Dia tersenyum lebar. Siapa sangka, akhirnya Adrian sudah tumbuh menjadi pebisnis muda yang berbakat. Meski Will tahu kalau Adrian punya obsesi terhadap sesuatu. Bisnis gelap yang agak berbahaya. Entah, Will tak pernah mengerti jalan pikiran anak itu. Kenapa dia malah tertarik dengan bisnis yang berbahaya?

"Tuan.. pemilik dari Vextavo..."

"Ada apa, Dis?" Will menoleh sekilas. Disti memberikan sebuah HP padanya. Will menatap layar HP itu sekilas dan melotot kaget. Dia panik. "Bagaimana bisa?!! Jadi hari ini..." Will segera menelpon Adrian, tapi...

Hello, Boy!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang