Part 3

6 0 0
                                    

Ruby masih menatap layar handphonennya tak percaya. Devin menghubunginya selang tiga hari dari pertemuan pertama mereka. Mengajaknya bertemu di hari sabtu malam. Dia langsung mengiyakan karena memang tidak memiliki acara apapun. Senang sekali rasanya sampai ingin teriak. Chef berkelas seperti Devin mau berteman dengannya.

"Ngapain senyum-senyum sendiri?" Rafael memperhatikan wajah Ruby yang mendekap HPnya.

"Eh Raf...." Mengatur raut wajahnya agar terlihat normal. Dibereskannya tempat makan yang agak berserakan di meja.

"Lo nggak ke kantin?"

"Nggak. Tadi dibawain bekal sama Bu Aini." Meminum air putih dari botol minumnya.

"Ehmmm... sabtu malam Nindiya ngajak hangout bareng ke tempat-tempat yang dulu sering kita datengin waktu SMA. Nanti gue jemput lo deh. Kita...."

"Yaaahhh nggak bisa Raf. Gue udah ada janji sama orang lain." Potong Ruby. Sedikit menyesal karena tidak bisa memenuhi permintaan sahabatnya.

"Janji? Sama siapa?" pandangnya curiga. Entah kenapa Rafael merasa janji ini dengan seorang pria. Dengan Devin kah? Tapi dia tidak mau buruk sangka dulu. Dia tahu persis wanita yang jadi selera Devin. Bukan bermaksud merendahkan tapi sepertinya Ruby bukan masuk dalam kriteria Devin untuk dijadikan sebagai koleksi wanitanya. Tapi kalau sampai iya, mungkinkah Devin sudah mengubah seleranya? Tapi dia akui malam itu Ruby terlihat begitu berbeda dari biasanya. Jadi kalau Devin tertarik bisa dibilang wajar.

"Sama temen." Jawabnya pelan. Dia tidak mau bilang kalau itu Devin. Mengingat apa yang pernah Rafael sampaikan tentang Devin membuatnya tidak mau membangunkan alarm protektif Rafael. Pasti sahabatnya ini akan melarangnya pergi dengan pria itu jika dia jujur.

"Oh ya udah, lain kali aja kita hangout barengnya. Nanti gue sampein ke Nindiya."

"Maaf ya Raf."

"Iya nggak apa-apa. Ok aku balik dulu ke ruangan ya." Menyunggingkan senyumnya dan meninggalkan Ruby di ruang istirahat sendiri.

Ruby menghela napas lega. Bersyukur mulutnya tidak kelepasan bicara. Senyum bahagia tersungging lagi di bibirnya. Sabtu malam dia bakal ketemu Devin. Dan dia akui pria itu sudah masuk daftar teratas sebagai pria yang sangat dia kagumi, mengalahkan artis-artis yang dia sukai. Semuanya tergeser, ya Devin yang pertama. Ruby menutup mulutnya kembali, berusaha meredam tawanya. Ya Allah, aku seneng banget. Sabtu malam ketemu Devin... Devin... Devin... hihihihi...

#############

Rafael duduk di sebelah kiri Indra yang sedang melihat televisi di ruang keluarga. Saat bersamaan bunda masuk sembari membawa sebuah kotak berwarna merah hati.

"Bunda udah pulang? Ayah mana?" Rafael segera membantu mengambil kotak yang dipegang bundanya.

"Iya sayang, ayah langsung ke rumah Om Heru. Ada janji katanya." Duduk si sebelah kanan Indra.

"Jangan-jangan janji sama cewek nih." Goda Indra. Bunda tertawa lepas mendengar godaan anaknya. Dicubitnya gemas pipi anaknya itu.

"Kamu tuh ya, bisa aja kalau ledekin bunda."

"Cemburu ya?" memeluk bundanya dengan sayang.

"Ogah cemburu sama ayahmu." Mengerucutkan bibirnya.

"Bun, ini brownies panggang beli dimana?"

"Nggak beli. Dikasih sama Feni, anaknya Tante Sulis. Dia lagi belajar buat kue. Katanya mau buka usaha toko kue."

"Mau nggak lo?" Rafael mengiris brownies panggang dengan pisau plastik yang terdapat di dalam kotak menjadi beberapa bagian. Indra menggeleng keras. "Kenapa? Bukannya lo suka brownies panggang?" tatapnya heran. Memakan satu potong brownies panggang.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 12, 2015 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Do You Know?Where stories live. Discover now