Salah paham

15.7K 946 9
                                    

Karen melihat arloji di pergelangan tangan kirinya, sudah pukul 16.12, ia harus pulang sebelum hujan turun lagi. Ia berjalan melewati koridor yang menghubungkan kantin dengan lapangan, melewati ruang guru dan ruang kepala sekolah. Keadaannya hari ini sudah lebih baik dari kemarin, ia tidak lagi sakit perut dan lemas, ia sudah bisa beraktivitas seperti biasa.

Karen habis mengobrol dengan Helra di kantin sebelum gadis itu pulang duluan karena sudah dijemput orang tuanya. Tiba-tiba ponsel Karen berdering, menandakan seseorang mencoba menghubunginya.

Itu nomor orang tak dikenal. Karen mengabaikan panggilan itu dan terus berjalan melewati lapangan. Tapi nomor tak dikenal itu terus menelponnya dan memaksanya untuk menerima panggilan itu. Akhirnya Karen berhenti melangkah dan mengangkat panggilan itu.

"Halo?" Sapa Karen dengan kerutan di keningnya.

"Halo, ini siapa?" Tanya Karen lagi setelah tidak ada jawaban. Terjadi hening cukup lama yang membuat Karen ingin memutuskan sambungan itu, tapi sebelum ia sempat melakukannya, suara dari seberang sana muncul dan membuatnya bingung bukan main.

"Ini gua, Zania." Kening Karen makin berkerut mendengar jawaban dari orang diseberang sana itu.

***

Karen turun dari tukang ojek yang mengantarnya dengan motor tua, "Ini pak ongkosnya." Ucapnya seraya memberikan uang kepada bapak dengan jaket hitam yang sudah lusuh.

"Makasih ya neng." Jawab bapak itu. Karen tersenyum dan mengangguk, ia berbalik menatap gedung rumah sakit yang menjulang dihadapannya.

Karen menghela napas, kemudian melangkahkan kakinya memasuki rumah sakit. Ia terus berjalan dengan ragu menapaki lantai lobby dan masuk ke dalam lift. Dia sudah tahu nomor dan lantai kamar yang ia tuju. Saat pintu lift terbuka, lorong rumah sakit yang sepi di sore menjelang malam ini menjadi pemandangan yang pertama kali ia lihat. Ini lorong tempat kamar inap VIP, jadi tidak seramai di lorong lantai satu dekat lobby.

Setelah Zania tadi menghubunginya dan memintanya datang kesini, Karen langsung pergi kesini tanpa pulang dulu dan mengganti seragamnya. Ia tidak tahu apa yang akan dibicarakan Zania padanya, tapi kata kakak kelasnya itu, ini adalah hal yang sangat penting. Sebenarnya Karen ingin tidak mempedulikannya, tapi ia takut ini tentang masalah yang bersangkutan dengan Awan. Zania bilang tidak usah menghubungi Awan, langsung datang saja ke kamarnya, dan Karen menurutinya.

Setelah ia mendapatkan nomor kamar yang dicarinya, ia berhenti di depan pintu berwarna putih dengan sedikit celah berbentuk persegi panjang vertical yang transparan, memperlihatkan sedikit isi ruangan itu, terlihat seorang gadis yang duduk di atas ranjang putih khas rumah sakit. Tangan Karen langsung meraih knop pintu dan memutarnya perlahan. Ia masuk kedalam ruangan itu.

"Akhirnya dateng juga." Kata suara perempuan yang sedang duduk di atas ranjang rumah sakit itu seraya memainkan ponselnya. Karen yang merasa disambut dan ditunggu kedatangannya langsung menutup pintu di belakangnya dan mengahmpiri Zania.

"Kak Zania mau ngomong apa sama aku?" Tanya Karen langsung pada tujuannya. Yaitu mendengar apa yang akan Zania sampaikan.

"Lo to the point banget ya." Jawab Zania dengan tatapan mengejek ke arah Karen, Nia meletakkan ponselnya di atas nakas dan tersenyum miring kepada gadis di depannya. Karen mulai merasa sesuatu yang buruk akan menimpanya. Ia tidak takut dengan Zania, tapi perasaannya bilang sesuatu akan terjadi.

"Lo tuh cuma adek kelas yang baru dateng ke kehidupan Awan." Zania mulai berbicara dengan nada sarkastik.

Jauh-jauh kesini cuma buat denger ini? batin Karen dengan pandangan aneh ke arah Zania yang mulai menunjukkan emosinya.

Karena AwanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang