II. IT MUST HAVE BEEN LOVE ( ANASTASYA SISSY)

5.5K 413 6
                                    

It must have been love, but it's over now

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

It must have been love, but it's over now. From the moment we touched till the time had run out

(Roxette - It must Have Been Love)
***

Jangan lupa vote + comment ya gaez kalau mau cerita ini tamat, hahaha. Oia sorry ya 70% cerita aku private dan hanya bisa dibaca oleh followersku. Jadi follow aku dan masukin reading list kalau mau baca.

ππππππππππππ

#ANASTASYA SISSY#

Hari ini aku sangat bahagia, semua yang aku cita-citakan berhasil kuraih dengan sempurna. Kini semuanya one step closer. Tujuan akhirku adalah dapat menikah dengan kekasihku Ali setelah menyelesaikan semua urusanku.

Aku begitu senang ketika mendapati sebuah pesan singkat yang dikirimkan oleh tunanganku Ali. Aku berlari cepat menujunya setelah melepaskan high heelsku terlebih dahulu. Aku memeluknya erat sebagai tanda bahagia dan cintaku.

Aku tak pernah seperti ini sebelumnya, aku adalah tipe wanita yang canggung jika harus bermesraan dengan pria sekalipun itu kekasihku sendiri.

Aku tatap ia menyandarkan tubuhnya di mobil dengan seikat bunga mawar putih kesukaanku. Aku tak sabar ingin memberitahukannya kalau aku berhasil meraih nilai yang sangat memuaskan, bahkan aku berhasil mengalahkan nilainya.

Aku juga tidak sabar untuk meminta izin ke Ali bahwa aku harus mengikuti koas. Aku berharap ia bisa menerima penjelasanku dengan baik, tapi apa yang kuduga ternyata salah besar.

Ali tidak mengacuhkan diriku sama sekali, padahal aku sudah bercerita panjang lebar dengan semangat membara. Apa yang salah pada diriku, bukankah lima tahun yang lalu setelah perdebatan panjang, Ali akhirnya dengan lapang dada menerima keputusanku untuk kuliah kedokteran?

"Ali?" Manik-manik kristal dari dalam mataku hendak berhamburan membasahi pipi, tapi aku mencoba tuk menahannya. Tak pantas rasanya bila aku menangis di muka umum seperti ini, apalagi ini adalah hari wisudaku yang seharusnya aku merasa bahagia. Kenapa Ali tega membentakku bahkan tak mengacuhkan ucapanku. Ini hari pentingku dan dia tega menghancurkan semuanya.

Semilir angin berhembus menerpa wajahku, daun-daun dari pepohonan yang berjejer sepanjang danau kampusku menari-nari. Ali menatap mataku lekat kemudian mematikan rokok yang dihisapnya sejak tadi dengan cara membantingnya ke tanah, lalu menginjaknya dengan sepatu. Masih memegang bunga mawar putih yang belum sempat ia berikan padaku, dia menarik tubuhku ke dalam pelukannya

"Maafkan aku," bisiknya dengan suara berat. Namun, aku tahu dia berusaha membuat suaranya senormal mungkin. Aku sangat mengenal Ali, dia adalah pria tegas dan pantang baginya bersedih.

"I-ya." Aku terbata kemudian melingkarkan tanganku di pinggangnya. Tidak kuat lagi menahan, akhirnya air mata menetes tepat di pundak Ali.

Ali merenggangkan pelukan di antara kami. "Tasya sayang, aku mohon jangan nangis, oke?"

Dia menyentuh sudut mataku dengan tangan kanannya, lalu ia merogoh saku celananya tuk mengambil sapu tangan guna menghapus air mata yang membasahi pipiku.

"Ali kamu dah nggak sayang sama aku, ya?" Sebenarnya aku ragu untuk menanyakan ini karena aku tahu Ali sangat mencintaiku, tapi sikapnya hari ini membuatku berfikir bahwa Ali sudah tidak mencintaiku.

"Of course I love you, Tasya." Ali tersenyum menatapku sambil tangan kanannya memegang daguku.

"Kalau cinta kenapa membentakku?" Mata Ali pun terbelalak, aku bisa melihat gurat penyesalan dari pancaran matanya. Sejak pertama kali aku mengenalnya, ia tidak pernah membentakku. Walaupun kami sering bertengkar, tapi Ali selalu sabar.

"Aku ...."

"Tolong anterin aku pulang karena Mama dan Papa udah pulang duluan." Aku memotong ucapannya, kemudian berjalan ke sisi pintu mobil penumpang tuk masuk ke dalam. Biasanya Ali tidak pernah membiarkanku masuk sendiri, dia selalu memperlakukanku layaknya seorang putri. Aku tahu hati kami saat ini sama-sama terluka.

Ali menatapku dari luar, tatapannya menembus kaca mobil yang gelap. Hampir sepuluh menit kami bertahan dalam posisi saling memandang seperti ini sampai akhirnya ia pun memutuskan masuk ke dalam mobil.

"Ini bunga mawar putih kesukaan kamu." Ali menyerahkan bunga mawar itu tanpa ekspresi senyuman sedikitpun. Mungkin ada sedikit senyum, tapi seperti dipaksakan.

"Boleh aku nyalain musik?" Senoga saja suasana berubah dan tidak secanggung sekarang. Ali hanya membalasnya dengan anggukan sambil tangannya memutar kunci untuk menyalakan mobil.

Kami kini sudah dalam perjalanan pulang ke rumahku. Kami masih diam membisu dan tak ada niatan sedikit pun dari kami berdua untuk membuka pembicaraan, sampai tiba-tiba Ali menghentikan mobilnya secara mendadak.

"Astagfirullah, ada apaan, Li?" Aku menatap Ali yang memandang ke depan dan mukanya pucat pasi. Aku menoleh ke depan, mencari tahu apa yang membuatnya menghentikan mobil secara mendadak.

Rupanya ada orang tua renta yang berusaha menyebrang, untung aja Ali dengan gesit menghentikan mobil yabg dikendarainya. Jika tidak, mungkin kami sudah menaraknya. Kugenggam tangan kiri Ali yang sedang memegang porsneling. Tangannya dingin dan bergetar. Aku tahu pasti dia masih memikirkan kejadian tadi.

"Kamu kenapa?" Tangan kiriku meraih dahinya, kuelus lembut dan kudekatkan wajahku ke wajahnya.

Ali menoleh ke arahku dan menatapku dengan tatapan yang lagi-lagi sulit kuartikan, damai sekali mata itu, bibir tipisnya mulai mengeluarkan senyum manis padaku. Aku pun ikut membalas senyumannya. Satu menit lamanya kami saling berpandangan dan tersenyum sampai puluhan mobil di belakang kami membunyikan klakson untuk segera maju.

*****
Thanks for read,, vomment ya 😊😊

MARRIAGE BOX (Aliando - Prilly)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang