Air Mata Membasahi Pipiku

180 0 0
                                    


Bouquet Bunga

Matahari perlahan terbit dan menyinari setiap celah-celah rumah. Sebut saja Nadira. Rambut halus sedikit memerah itu masih menutupi wajahnya yang masih kusut. 
Hidup sendiri tak ada masalah. Nadira sengaja diberi rumah untuk hidup mandiri. Sejuk, tak ada polusi sekalipun.

Detik demi detik aktivitas yang dikerjakan. Wangi,bersih, kondisi rumah yang ia rawat. Bunga yang selalu mekar setiap harinya menghiasi halaman rumah.

Nadira segera memasuki kamarnya yang lumayan besar untuk merebahkan badannya setelah melakukan aktivitas dirumah.

"akhirnyaa.. selesai juga semuanya." Sesekali mengusap keringat yang ada didahinya. Kenangan yang selalu melintas dipikiran Nadira.

Sebut saja Romi. Lelaki yang ia kagumi saat  SMA. Romi tidak pernah melihat wajah Marley sekalipun.

Mencintai secara diam-diam memang sakit. Ketika lelaki yang ia cintai tak kunjung melintas dihatinya walau hanya sedetik saja.

"ah sudahlah biarlah berlalu"kata-kata yang selalu ia ucapkan. Beranjak dari tempat tidurnya lalu mendekatkan diri didepan cermin. Rambut lurus yang sedikit berantakan yang sedang ia sisir secara perlahan.

Tetiba telepon rumah berdering.
"kriiiiiingggg" "sawatdi don bai honey"suara mama dari seberang sana. "iya ma, mama sekarang lagi dimana?" dengan raut wajah gembira. "mama lagi di Samarinda, kamu nitip apa sayang?" dengan suara yang menggembirakan. "waah.. jadi pengen ikut mama. Ma, aku tutup dulu ya telfonnya. Aku mau pindah Video Call, mau tau ekspresi mama disana. Okey ma!" sambil memegang gagang telepon yang akan ditutupnya.

Segera kembali memasuki kamar kesayangannya. Tangan mungil putih langsat meraih hp yang sedang tergeletak didekat bantal.

Layar hp menyala dengan sendirinya menunjukkan pukul 3 sore. Cepat-cepat menekan salah satu aplikasi yang tersedia di menu hpnya.

"halooo mama, I'm really miss you. Rasanya pengen meluk mama deh" terlihat wajah mamanya yang ada di Samarinda.
"mama juga nak, kalo libur panjang kamu kesini saja, nanti mama pesankan tiket pesawa."

"ma, aku sedih. Entah kenapa tiba-tiba aku kepikiran Romi" dengan memberikan ekspresi sedih di wajah Nadira. "wah kamu mulai kapan suka dengan seseorang?" goda mama kepada Nadira.

"ceritanya panjang ma, intinya aku sekarang tidak bisa berhenti memikirkan dia."perlahan butiran air mata menetes di pipinya.

"sudah sayang jangan menangis, mama yakin kamu nanti dipertemukan yang terbaik." Kata-kata yang selalu meluluhkan hati Nadira ketika bersedih

"yasudah ma, Nadira mau mandi dulu. Bau Nadira seperti kambing yang gak mandi dua hari" Nadira mencoba tersenyum bahagia didepan mamanya.

"hati-hati disana ya sayang"segera Nadira mematikan hpnya seusai menelpon mamanya. Kembali duduk didepan cermin. "ingat Nad, kamu itu bukan untuk dia, dia bukan untuk kamu. Mau sampai kapan kamu berharap dan menyiksa batinmu seperti ini?" berbicara sendiri. Kembali meneteskan air mata.

Beranjak dari tempat duduk lalu menuju kamar mandi untuk membersihkan badannya. Kata-kata yang diucapkan didepan cermin selalu terbayang-bayang dikepalanya.

* * *

Matahari perlahan terbenam. Malam telah tiba. Sunyi, hanya suara angin yang meniup lonceng kecil yang menggantung diteras.

Kesepian setiap detik menghantui Nadira. Waktu yang tepat untuk malam ini adalah meniup coklat hangat yang ada ditangannya saat ini.

"kliiing" hp berdering. Layarpun mulai menyala dengan sendirinya. Terlihat satu pesan diterima. Levi. Seketika mata Nadira dengan semangat membaca pesan dari Levi.

Biarlah Bintang jatuh, Masih banyak Bintang BertebaranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang