#3 Red Rose

113 5 2
                                        


"Sebelumnya kamu kerja apa?"

Livia menoleh kaget ketika ditanyai oleh suara berat itu. Bahkan hanya dari suaranya, Remi terdengar begitu dingin. Apa yang bisa membuat Remi sebeku ini?

"Livia?" Gadis berambut cokelat itu tersadar dari lamunannya

"Ya?" tanyanya dengan mata besar dan tampang polosnya. Remi menghembuskan nafas panjang

"Saya gak harus minta surat keterangan sehat dari dokter untuk syarat pengajuan lamaran kan?" tanya Remi. Livia menggaruk lehernya pelan dan tersenyum seperti anak kecil

"Kalo buat lamaran nikah boleh juga tuh" canda Livia terkekeh, namun yang ia dapatkan hanya wajah dingin dan pandangan datar Remi kearahnya

"Maaf..." kata Livia menunduk

Remi berjalan beberapa langkah. Livia mengikuti takut-takut, namun dari balik punggung Remi, Livia mengagumi punggung manly yang menempel dengan kemeja hitam ditubuh laki-laki itu.

"Kalau ada pelanggan, kamu kasih buku menu dan siap nyatet orderannya, kalau pelanggan belum siap order, kamu harus izin untuk nunggu di belakang dan siap untuk dipanggil ketika mereka udah mau order. Atau kamu bisa sambil melayani pelanggan yang lain" kata Remi menunjuk kearah samping meja kasir. Livia mengangguk-ngangguk mengerti

"Semua anak magang mulainya disini, baru bisa naik jadi petugas kasir atau cheff" jelas Remi

Ada jeda panjang diantara keduanya. Livia sibuk mengingat tugasnya dan memperhatikan wilayah kerjanya, Remi sibuk teringan masa lalunya.

"Oh iya, tadi saya tanya, sebelumnya kamu kerja dimana?" tanya Remi. Livia menatap lurus kearahnya

"Tadinya saya kerja di perusahaan iklan, jadi Art Director" jawab Livia tersenyum. Remi diam-diam menangkap kesedihan dari tatapan Livia, namun berusaha tidak peduli

"Kenapa kamu milih kerja di kedai macaron ini ketimbang jadi Art Diretor?" Remi masih menyalurkan rasa penasarannya

Livia menerawang jauh, kembali ke masa lalu. Menjadi Art Director adalah mimpinya, segala hal yang berhubungan dnegan produksi film, namun ia tahu "sleep disorder"nya tidak memungkinkan dirinya untuk mengikuti mimpi-mimpi yang ia punya.

"Karna saya akan tidur kalau gak makan atau mencium aroma manis" kata Livia. Saat itu juga Remi melebarkan matanya, tidak sepenuhnya mengerti dengan pengakuan karyawan barunya

"Pokoknya, saya harus kerja disini" kata Livia tersenyum

Remi berdeham sekali kemudian memasukkan kedua tangannya ke dalam saku. Gadis ini... semakin ia kenal semakin membingungkannya, tapi entah kenapa justru mengundang semakin banyak pertanyaan yang ingin ia ajukan.

"You should do the best, right?" tanya Remi melangkah maju.

Deg... deg... deg...

Jantung Livia bagaikan lepas kendali dari porosnya tiap kali Remi melakukan gerakan ini. Livia menelan liurnya, menebak-nebak apa yang akan Remi lakukan setelah ini, dan benar saja.

"I can believe in you, right?" Remi memajukan kepalanya ke arah Livia. Remi did what is Livia imagine

Mereka berdiri berhadapan, hanya berjarak satu langkah. Livia berada tepat didepan dadanya, namun memberanikan diri untuk melihat keatas, tepat ke mata Remi. Ada sesuatu disana, tiba-tiba ia merasa melihat sesuatu yang familiar. Setiap detik seolah membawanya ke dimensi lain. Kemana waktu membawanya? Untuk saat itu Livia hanya bisa menjawab cepat pertanyaan atasannya tadi.

"Iya, Remi"

##################################

Wanita paruh baya yang rambutnya dikuncir tinggi keatas terlihat bagaikan malaikat ketika sedang sibuk menata bunga disebuah vas.

Macaron In YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang