1

78 16 3
                                    

Sudah beberapa kali aku menatap matanya. Sampai-sampai, aku baru menyadari bahwa kedua mataku ini telah kering. Sayangnya, niat untuk mengedipkan kedua mata ini sudah terbang entah kemana. Mau bagaimana lagi? Di depanku saja sudah terdapat sosok musisi hebat yang tengah bermain dengan alat yang dikuasai oleh tuts putih dan juga hitam. Jadi, aku tak bisa menolak kepergian niat itu. Begitu juga dengan kalian, kan?

Kian lama, aku nyaman akan perbuatanku ini. Ya, walaupun aku tahu yang kulakukan ini tak baik. Dan, aku juga menyadari bahwa aku telah kepergok olehnya. Mati! Kulancarkan otakku supaya dapat berpikir cepat. Haduh! Pikir, dong! Hash, sudah lah! Lebih baik, aku kabur saja!

"Hey! Siapa kau? Berani sekali mengintipku disini!"

Oh, tdak! Aku sudah terperangkap. Tangan hebatnya, tahu-tahu saja menangkapku. Bibirnya yang pucat menepis pandanganku seketika. Dan sorotan mata tajamnya membuatku menunduk.

"Hey! Bila kau menggagumiku, datanglah. Jangan kau ikutin perilaku penggemarku yang lain! Mengintip laksana mata-mata. Mengerti?"

Kukira dia akan membentakku atau sejenisnya. Justru, dia membisikkan kalimat seindah wajahnya di dekat telingaku. Sebenarnya, tinggal 5 sentimeter lagi bibirnya akan menyentuh pipi tirusku. Namun, dia langsung membalikkan badannya. Meninggalkan diriku. Juga permainannya.

Semenjak saat itu hubunganku dengannya naik derajat menjadi persahabatan. Aku, yang dulu suka mencuri permainannya diam-diam, sekarang menjadi penonton sejatinya yang selalu duduk di sampingnya. Alunan yang ia mainkan memang sangat merdu. Semua manusia yang berdiri dan menuntut ilmu di sekolah ini pun mengakui kehebatannya. Kadang, tanpa kalian duga, aku juga menghadapi momen super duper canggung.

Pagi ini kakiku berjalan. Oh ya, kurasa diriku ini belum memperkenalkan jati diri ya. Hahaha... Maaf ya. Jadi, namaku Vira Asoe. Aku seorang gadis keturunan korea yang berumur 13 tahun. Aku sangat menyukai musik. Sekali lagi, menyukai musik. Bukan dapat bermain musik. Dan, terakhir. Kalimat yang kalian harus cerna baik-baik. Aku benci akan pengorbanan.

Saat ini kedua kakiku melangkah ke korban intipanku dulu. Nael Yukto namanya. Kesannya, nama belakang dia seperti orang Jepang, ya? Padahal, dari keluarganya tak terdapat satu pun darah Jepang. Dari sanak saudaranya sekali pun. Aneh.

Kusadari kakiku sudah berdiri di depan rumahh Nael. Tepatnya, di depan jeruji-jeruji besi ini. Sudah cukup diriku ini melihat kakaknya kemarin. Sekarang? Tidak pastinya. Kakaknya cantik, kok. Mirip Miss Indonesia 2015 lagi. Namun, sayang sekali. Kata Nael ia adalah pecandu narkoba serta pecandu narkoba serta pemabuk berat kelas atas. Sudah ratusan kali polisi berdatangan ke rumahnya karena ulah kakaknya itu. Tetapi dikarenakan orang tua mereka mempunyai pantat tebal, kakaknya masih dapat berkeliaran disini.

Kebetulan aku tengah menggengam payung. Tak ada sebuah alasan aku menggenggam erat benda itu sejak tadi. Namun, sekarang sepertinya ada. Benda itu kubuka dan kututupi wajahku untuk menyembunyikan sosokku dari kakaknya Nael. Aku sadar. Jeruji-jeruji yang semenjak tadi diam, tergeser ke arah tempatku bersembunyi. Dan, muncul pundak yang kokoh di antara benda itu.

"Maaf! Lebih baik kau pulang saja. Hmm, aku harus mengantar kakakku," kata si pemilik dua pundak sekeras baja itu. Kusadari dia ialah Nael. Nael Yukto.

"Siapa yang kau bilang kakak?" Suara itu dikeluarkan tepat saat dua lengan yang kuhindari merampasku dari Nael. Dunia menyadarkanku bahwa pemilik lengan itu Jenmani. Kakaknya Nael. Manusia yang dari awal sudah kujauhi.

Terlihat jelas air muka pucat dari Nael. Namun, wajahnya menjadi semakin kecil. Mengapa? Ya, karena Si Narkoba ini telah menyeretku ke terowongan neraka. Tempat ini sangat gelap dan sangat pengap. Berbagai macam bau anyir tercampur disini. Gila! Kukira dia hanya sebatas pecandu narkoba dan juga pemabuk. Namun, dari penglihatanku ini, bisakah mulutku ini menyebut dia sebagai, psikopat?

Tunggu aku!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang