Chapter 8

15.6K 1.3K 94
                                    

Re-post

------------------------

Anja memilin-milin rambutnya sampai keriting. Pikirannya tidak pada tempatnya. Ia memikirkan kejadian kemarin. Dari sikap Phil, Anja bisa menyimpulkan. Pria itu memang suka mempermainkan wanita. Bagaimana tidak, Phil sama sekali tidak berusaha membujuk dia melihat ia menangis. Pria itu diam saja, tidak berusaha mengejar dirinya.

Kau terlalu sering membaca kisah cinta dalam novel romantis, komentar batinnya.

Anja memijat-mijat pelipisnya. Kepalanya sedikit pusing ketika bangun tadi pagi. Untung pagi ini, ia tidak punya janji. Anja berencana pulang sebentar, setelah istirahat siang nanti, ia akan kembali lagi ke kantor. Tapi, belum lagi bokong indahnya meninggalkan bantalan kursi, pintu kantornya diketuk orang dengan tidak sabaran. Anja hendak berdiri ketika daun pintu mengayun terbuka.

Tiga orang di depan pintu memandang Anja. Dua wanita, satu pria. Kedua wanita itu menatap Anja ngeri, sementar si pria, tanpa merasa bersalah sedikitpun apalagi canggung, melenggang masuk ke ruangan Anja.

"Aku bertemu dia di bawah," cicit Bertha, ia merasa bersalah memberitahu Phil di mana ruangan Anja.

"Aku sudah memperingatkannya." Reese membela diri.

"Terima kasih atas bantuan kalian mengantarku ke sini, Nona-Nona," ujar Phil santai dan ia menutup pintu ruangan Anja, mengusir kedua wanita itu dengan paksa.

"Mau apa kau ke sini?!" tanya Anja kesal. Ini ruangannya, tapi orang yang baru masuk ini sudah bertindak semena-mena, mengusir teman dan asistennya seenaknya saja.

"Kau ingin tahu tentang Rachel Keon, kan?" Phil balik bertanya. Meski ingin mengetahuinya, tapi Anja sudah telanjur kesal dengan sikap Phil kemarin.

"Aku tidak ingin tahu dan tidak mau tahu. Sekarang, pergilah dari ruanganku sebelum security datang ke sini menyeretmu!" Anja mengakhir kata-katanya dengan menekan tombol interkom di dinding di dekat mejanya. Ia memanggil keamanan gedung.

"Hei!" seru Phil kaget. Tapi, Anja tidak peduli.

Sedetik kemudian, seorang petugas keamanan berbadan kekar, berdiri di pintu ruangan Anja.

"Ada yang bisa saya bantu, Ms. Wagner?" tanya orang itu, ia bicara pada Anja, tapi matanya mengarah pada Phil.

"Aku tidak mengundang tamu ke sini," ujar Anja.

"Maaf, Tuan. Silakan," ujar petugas keamanan sopan, tapi mengancam dengan tatapan matanya. Phil membuka mulut mau bicara, tapi tidak jadi. Ia hanya berdecak kesal. Phil keluar lebih dulu, ia masih mendengar Anja mengucapkan terima kasih pada petugas itu, sebelum ia turun lewat tangga.

Anja menghela napas lega setelah pintu kantornya tertutup. Ia meraih handphone dari laci meja.

"Sorry, Anja. Aku sama sekali tidak tahu siapa dia. Tadi ia bilang klienmu." Suara Bertha di seberang sana bukannya membuat Anja senang, malah ia bertambah marah. Tentunya bukan pada Bertha ia marah, tapi dengan orang yang sudah mengaku-aku sebagai kliennya tadi.

"Apa yang ditanyakannya padamu?" tanya Anja penasaran.

"Ia hanya bertanya di mana kantor Ms. Wagner. Astaga! Anja. Itukah yang bernama Philbert. Dia seksi!" jerit Bertha sambil tertawa. Anja memberengut mendengarnya. "Kau tahu, menurutku, ia memang tidak ada hubungannya dengan wanita di Heurigen waktu itu." Bertha melanjutkan.

"Anaknya bilang dia teman ayahnya," kata Anja teringat kata-kata Lucy di rumahnya hari itu.

"Teman tapi bukan orang yang disukainya. Maksudku, pria memang bengitu. Apalagi ia tidak mempunyai istri. Wajar-wajar saja ia mencari hiburan di luar sana."

Lucien (Repost-Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang