Tiga (a)

431 35 1
                                    

; Amanda's POV ;

"Okay. Thanks ya. Nanti kalo ada apa-apa gue hubungin lo bolehkan?"

"Ya. Boleh aja kok. Hubungin gue tiap saat juga boleh. Siapa yang gamau dihubungin sama lo sih haha,"

"Ih apasih Rafa,"Lalu mereka tertawa berdua.

Mendengarnya seperti ada pisau yang menancap di dadaku.

"Raf?"Aku memanggilnya tanpa memikirnya terlebih dahulu.

"Eh? Am, kenalin ini Bella. Bella, ini Amanda,"kata Rafa memperkenalkan kami berdua. Lalu aku menjabat tangan perempuan yang bernama Bella itu. Cantik. Fashionable juga.

"Udah mau pulang ya?"Tanya Bella.

"Iya. Lo juga?"kali ini aku yang menjawabnya. Ia mengangguk.

"Yaudah sekalian aja bareng,"kata Rafa.

Kalian pasti taukan ekspresiku seperti apa? Aku kaget. Tapi aku menutupinya dengan senyum kepada mereka.

"Gapapa nih?"Tanyanya.

"Gapapa kok. Yakan, Am?"Rafa bertanya kepadaku.

"Iya gapapa kok,"Jawabku sebaik mungkin

; Di mobil ;

Sepertinya aku terlalu memikirkan ini. Padahal kan wajar kalo Rafa berteman dengan perempuan lain. Ia juga tak pernah mempermasalahkan kalo aku berteman dengan laki-laki lain. Tapi kenapa aku terlalu memikirkan ini. Sampai aku melamun disamping mobil Rafa.

"Woi, masuk cepet,"kata Rafa membuat lamunanku sadar. Dan aku juga baru sadar kalo si Bella tadi sudah duduk di bagian depan.
Di samping Rafa.

Oke, sepertinya pisau ini bergerak semakin dalam di dadaku.

Lalu aku membuka pintu belakang. Melepaskan tas, lalu menyenderkan kepala. Melihat kearah jendela. Melayangkan pikiran. Tetap saja aku bisa mendengar mereka berdua mengobrol.

"Oh disitu. Searah dong sama rumah gue,"kata Rafa. Kedengarannya ia sangat bersemangat.

"Kalo Amanda?"Tanya Bella sambil menengok kearah ku.

"Sama kok-"

"Sama kaya gue. Kita itu tetanggan dari kecil. Kecil banget,"kata Rafa memotong omonganku.

"Oh, pantes kalian keliatan deket banget,"Kata Bella sambil tersenyum kepadaku.

Lalu aku balas senyum juga. Lebih tepatnya mungkin senyum kemenangan.

Aku selalu menyukai kalau orang-orang yang aku-dan Rafa-temui akan bilang: "... kalian keliatan deket banget ..." dan aku akan membalas perkataan mereka dengan senyum kemenanganku seperti tadi.

Kalau Rafa?

"Hahaha ya gitu. Makanya kalo ada yang mau deketin gue. Biasanya dia nyari informasi tentang gue ke Amanda. Bisa bilang sih Amanda itu sumber segalanya tentang gue,"

Kode banget sih, Raf.

"Ya lah gue kan tau semua tentang lo. Dari mulai lo melek sampe lo merem lagi,"

Semua tentang lo, Raf.

"Dan sebaliknya. Gue juga tau semua tentang lo dari mulai lo melek sampe lo merem,"Kata Rafa mengikuti kata-kata ku.

Semua tentang gue, kecuali perasaan gue kan Raf?

"Kalian lucu,"kata Bella menunjukkan ekspresi gemasnya.

"Lucuan muka lo,"

DEG

Ternyata pisau itu bergerak semakin dalam lagi.

"Apaan sih Raf. Garing,"kata Bella dengan nada bercanda. Pipinya memerah. Rafa terkekeh melihatnya.

Aku jadi ingat waktu itu di acara resepsi tanteku. Aku memakai gaun yang samaan dengan sepupu-sepupu perempuanku yang lain. Rafa dan keluarganya datang. Ia menggunakan tuxedo.

"Tumben mau ikut,"ejekku. Karna aku tau Rafa kurang suka acara-acara seperti ini. Katanya hanya membuang waktu saja mending dirumah, tidur.

"Dipaksa sama Bunda,"jawabnya
"Lagian gapapa kali-kali nyoba pake tuxedo. Gantengkan?"tanyanya narsis.

Ganteng banget Raf. Hatiku yang menjawab. Tapi mulutku berkata lain.

"Ah banyak kok yang pake tuxedo. Bukan cuma lo,"jawabku. Dia memanyunkan bibirnya. Lucu.

"Tapi tetep gantengan lo kok,"oke akhirnya aku jujur. Dan dia nyengir lalu berkata,

"Lo keliatan beda pake itu,"dia berkata datar sambil menatap kedepan.

Aku deg-degan.
Lalu kami diam.

"kalau dia?cantik ya?"aku menunjuk sepupuku.

Kemudian pandangan kami bertemu. Dia bilang,
"Cantikan lo,"Masih dengan datar tetapi kali ini ia menatapku. Membuatku semakin deg-degan dan mungkin juga pipi ini sudah memerah. Aku tidak menyembunyikan senyumku.

Tetapi dia keburu berkata, "Tapi bohong,"dengan nada mengejek. Lalu menertawaiku. Aku mencubit pinggangnya.

Rafa, senang melihatku tersipu malu karnanya tetapi kemudian dia membuatku benar-benar malu setelahnya.

Aku tersenyum mengingat kejadian itu. Lalu kembali teringat kalau saat ini masih ada pisau di dadaku. Apalagi mendengar tawa mereka berdua. Itu membuat aku ingin menghancurkan jendela ini lalu meloncat keluar. Tetapi kenyataannya, aku tidak melakukannya. Itu terlalu lebay.

Tidak terasa kami sudah sampai di depan sebuah rumah minimalis, tetapi tetap kelihatan modis.

"Thanks ya, Raf. Am, maaf udah ganggu perjalanan kalian hehe,"kata Bella.

"Gapapa kok, ya kan,Am?"aku mengangguk lalu senyum.

"Perlu gue antar?"kata Rafa. Pisau itu bergerak lagi.

"Gausah, Raf. Bye, guys!"katanya sambil keluar dari mobil dan melambaikan tangan kearah kami.

Aku membalasnya dan Rafa tersenyum.
Aku masih duduk di belakang. Ternayata jaraknya cukup dekat ke komplek kami.

"Nanti malem ada dirumahkan?"Tanya Rafa saat aku akan turun dari mobilnya.

"As always,"jawabku.

"Ada apa?"aku kepo.

"Gue pengen cerita sesuatu,hehe"katanya sambil nyengir.

Sepertinya aku sudah tau.

Sepertinya pisau itu akan bergerak lagi.

Atau mungkin pisau itu akan memanggil teman-temannya untuk membantunya menancap di dadaku?

Siapkan dirimu, Amanda.

"Sip. Nanti kerumah aja. K?"kataku lalu berjalan kearah pagar rumahku setelah ia membalas dengan mengangkat jempolnya dan tersenyum.

Senyum yang selalu kusuka darinya.

#tbc

Secret Love SongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang