Part 2

281 2 0
                                    

Masa lalu tak mungkin terkubur, apabila terkait dengan sesuatu yang pernah menyisakan kenangan indah di dalam hati. Ini kenyataan sekaligus musibah buat diri saya. Saat memasuki sebuah perpustakaan besar di daerah Bukittinggi, mata saya tertumbuk pada sosok yang begitu lekat di hati saya selama ini. Sosok yang sejak beberapa bulan ini tak pernah lagi saya lihat. Tapi jujur, siluet sosoknya itu masih kerap terbayang-bayang di benak saya. Sosok itu sedang menundukkan badan, melirik rak perpustakaan bagian bawah dari tumpukan rak buku yang berjejer rapi di depannya. Saat itu saya sedang mencari sebuah buku motivasi yang bertema "Kiat Menyucikan Hati" yang berjudul 'Taman Orang-Orang Jatuh Cinta'. Sementara sosok itu tampaknya sedang memburu buku kesukaannya.

Wajahnya sangat saya kenali, meski kini gaya rambutnya sudah tidak seperti dulu lagi tipikal remaja kebanyakan pada saat itu. Meski jauh dari kategori gaul untuk cowok remaja metropolis di masa itu.

"Woww, tiya??? Kau kah itu??? Hi,,hii...."

Cowok itu menegur saya untuk kesekian kali dalam hidup saya, saya dapati mulut saya terdepak dalam kebisuan. Cowok yang tak lain adalah Rian. Tapi saya gagap menjawabnya, bahkan lidah saya bagaikan sudah terkunci, sulit saya lepaskan meski hanya satu kata sebagai jawaban.

"Tiya, hai, ada apa denganmu?"

"E....ee..e..ee, iiyaaa" jawab saya gugup"

'hi,,hi,,hi. Sedang apa kamu disini?" Tanya Rian.

"A....aa saya?"

"ya, kamu sedang apa?"

Saya tarik nafas saya dalam-dalam, saya coba letupkan sedikit keberanian saya. Entah mengapa, untuk sekadar berbicara lepas di hadapan cowok yang satu ini, keberanian saya kerap kali lenyap tiba-tiba.

"aa....aku, lagi cari buku..."

"Woww, buku apa?"

"Emm... taman... taman orang-orang jatuh cinta"

Novelkah itu? Siapa pengarangnya? Kok aku baru denger ya?

"bukan,,, bukan novel...."

"komik..."

"juga bukan..."

Alis Rian terangkat lagaknya bila terheran-heran memang seperti itu tak pernah berubah.

"Memorial?"

Saya,,, menggeleng....

"lalu buku apa?"

"Eeemm, ini, buku agama"

"Buku agama? Ha, ha, ha..."

Kali ini Rian tertawa lepas, sambil menutup mulutnya dengan bagian dalam telapak tangannya.

"Eemm, kok judulnya seperti itu..? bukankah itu judul cerita fiksi?"

"Eeemm...."

"Yaa...?"

"Eemmm, itu buku karya Ibnul Qayyim Al- Jauziah. Buku ini tentang bagaimana kita menata hati dan menyucikan jiwa. Menjelaskan makna cinta sejati, cinta yang di ridai oleh allah..."

"Wah, wah, wah.. kamu lebih religius sekarang, Tiya?"

Mata Rian melotot, bulatan mata yang melotot itu menghujam kearah saya. Lekat sekali saya tak berani mentapnya. Dan saya tau, bahwa seorang muslim tidak pantas menghujamkan pandangan matanya kepada lelaki yang bukan muhrimnya dengan cara seperti itu. Siapa pun laki-laki tersebut. Apalagi menatap cowok ini. Tak bisa saya serupakan dengan menatap cowok manapun di dunia ini. Tanpa menatapnya sekali pun, hati saya sudah kerap di buat rusuh. Akibat kerinduan yang hadir dan menyentak-nyentak di dalam dada. Memandangnya akan membuat batin saya makin tersiksa oleh perasaan aneh yang begitu cepat mengguyur isi ke dada saya.

"Saya.. saya baru saja mulai sedikit demi sedikit untuk memperdalam ilmu agama saya, Rian. Kamu kan tau, sejak kecil saya kurang mengenal agama-agama saya...."

Senyum aneh mengembang di sudut bibir Rian.

"Kamu, Tiya..."

Berkali-kali saya menundukkan kepala saya. Tapi tanpa sadar pandangan ini terbetot terus kearah wajah cowok ini. Berulang-ulang saya coba tundukkan dan berkali-kali pula ia tanpa saya sadari kembali tertarik mengamati wajah cowok yang berdiri di depan saya. *Subhaanallah!!

Kembali saya liat senyum Rian.

"Well done...aku pergi dulu Tiya, selamat menikmati buku barumu..."

Saya hanya hanya diam terpaku bergeming...

......(bersambung)

Diam Diam SukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang