Aku bukan jatuh cinta, namun aku jatuh hati. Kuterpikat pada tuturmu. Terkagum pada pandangmu, caramu melihat dunia. Kutak harus memilikimu, tapi bolehkahku selalu didekatmu? - Raisa -
Senang sekali rasanya melihatmu tersenyum. Mendengarmu berbicara, mendengarmu bercerita. Bercerita tentang cita-cita dan anganmu. Aku selalu menikmati saat dirimu duduk tepat di depanku, dan memusatkan pandanganmu padaku. Saat mata kita bertemu. Bahagialah aku.
Gembira sekali rasanya mengetahui dirimu, dari kamu sendiri. Kamu bercerita seolah takada batas antara kita. Tertawa lepas karnaku, dan kamu juga tidak jarang membuatku begitu. Sadarkah kamu? Saat bersamamu aku seolah lupa cara menangis, yang kutahu hanya gembira bersamamu.
Tahukah kamu? Aku selalu menanti fajar agar dapat bertemu denganmu, rembulan yang dulu begitu kudamba kini perlahan terlewati. Aku tak lelah menanti fajar datang, agar kita dapat bertegur sapa kembali.
Ingatkah kala itu? Kamu bercerita tentang kecintaanmu pada hujan. Rasanya aku begitu memahami maksudmu, karna akupun penikmat hujan. Tapi, apa dayaku berharap lebih padamu? Kamu bahkan tak pernah tunjukkan sinyal itu untukku.
Lalu, harus bagaimana ku tempatkan perasaan ini? Maksud hati ingin mencinta, manun dirimu tidak bahkan sebaliknya. Telah lama kupendam rasa ini untukmu, tepat setahun sudah kuberkerja dibalik layar, memandangimu dari jauh. Mengagumimu dari kejauhan. Menopangmu dari sini, tempatku bersembunyi.
Tapi tunggu, situasi ini tak dapat dibahasakan dengan persembunyiaan karna sebenarnya aku ada didepan matamu. Hanya saja kamu yang lambat merasa dan lambat menyadari bahwa aku ada untyuk dicinta. Namun apa hakku mendoktrin cinta padamu, bukankah cinta dating dengan sendirinya, bukan karna paksaan atau perintah sepihak.
Maka, aku disini ditempatku, dekat denganmu walau tak terlihat. Diposisi seperti ini, ku putuskan tuk tetap disini. Senang dapat mengenalmu dari sini, senang pula dapat mendambamu dari sini. Senang dapat menyayangimu dari jauh. Kasih.
