"Ayumi," gadis itu baru saja memarkirkan sepedanya ketika suara cempreng milik Yuki memanggilnya.
"Hei," sapa Ayumi sambil tersenyum, rambut hitam panjangnya dikuncir kuda memperlihatkan leher jenjangnya yang putih, cuaca siang ini sangat cerah untuk ukuran akhir musim gugur, semua orang tidak mau menyia-nyiakan kesempatan untuk menikmati kehangatan sinar matahari sebelum musim dingin datang.
"Kau tidak lupa acara malam inikan?" Yuki bertanya dengan antusias, mereka berjalan menyeberangi lapangan rumput yang hampir dipenuhi kumpulan mahasiswa yang tengah asik duduk bercengkrama menikmati hangatnya sinar matahari.
"Acara malam ini?" Ayumi menatap Yuki bingung.
"Malam ini.. acara pembukaan restoran Ibuku.. ya Tuhan, bagaimana kau bisa melupakannya?" Yuki mengangkat kedua tangannya tak percaya Ayumi melupakan undangan dari ibunya.
"Oh maafkan aku, aku tak bermaksud melupakannya," Ayumi menatap Yuki dengan mata bulat hitam miliknya yang terlihat sangat lelah, "kau tahu satu bulan terakhir ini aku seperti sebuah robot," ia membuang napas berat, mereka kembali melanjutkan perjalannya ke arah perpustakaan, "malam hari aku harus magang di rumah sakit, pagi bekerja di cafe, siang sampai sore kuliah, aku hanya tertidur dua sampai tiga jam sehari, maafkan aku, aku lupa kalau acaranya malam ini," ujar Ayumi dengan wajah memelas yang membuat Yuki meringis.
"Sekarang aku tidak tahu apa aku harus iri dengan kejeniusanmu atau aku harus bersyukur karena aku biasa-biasa saja," Ayumi tersenyum mendengar ucapan gadis berkacamata yang tengah menatapnya dengan sorot mata iba.
Ayumi memang seorang yang jenius, ia berhasil masuk fakultas kedokteran di UBC dengan beasiswa penuh, bahkan satu bulan terakhir ini ia diterima magang di Vancouver General Houspital atas rekomendasi dari rektor kampus dan sepertinya tidak lama lagi gadis itu akan segera mendapatkan gelar dokternya.
"Aku bukan dari keluarga kaya sepertimu Yuki-san," ujar Ayumi sambil tersenyum menggoda sebelum melanjutkan ucapannya, "jadi hanya isi kepalaku yang jadi modal untuk merubah garis hidupku."
Yuki terdiam beberapa saat, ia memerhatikan gadis itu dari ujung kepala sampai ujung kaki lalu ia menatap Ayumi dengan wajah serius,
"Dengar, kau tidak perlu jadi jenius untuk merubah garis hidupmu," ia menunjuk Ayumi dari atas sampai bawah, "dengan wajah sepertimu, yang harus kau lakukan adalah mencari seorang pria kaya raya dan menikahinya," Yuki mengangguk-anggukan kepalanya dengan serius, sedangkan Ayumi malah tertawa terbahak-bahak sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Aku serius, dengar, kau sangat cantik semua orang tahu itu kecuali dirimu tentu saja, bahkan hanya dengan penampilan seperti ini kau terlihat luar biasa," Yuki kembali meringis mengingat kejeniusan temannya itu tidak termasuk dalam hal penampilan, Ayumi lebih suka mengenakan celana jeans, kemaja atau kaus tanpa make up sedikitpun.
"Hei tidak ada yang salah dengan penampilanku," Ayumi menunduk melihat pakaian yang dia kenakan hari ini, sepatu kets, celana jeans, kemeja putih dan cardigan biru muda. Tidak ada yang salah dengan penampilannya, iyakan?
"Tapi... kau akan terlihat sangat luar biasa kalau misalnya kau mengenakan gaun dengan sedikit make up dan high heels," sekarang giliran Ayumi yang meringis membayangkan ia naik sepeda dengan mengenakan gaun dan high heels?
"Dengar, kau memiliki rambut hitam yang sangat indah, kulitmu putih mulus semua orang yang tidak mengenalmu akan mengira kalau kau menghabiskan waktumu di spa dan salon mahal, bukannya di ruang UGD dan cafe," Ayumi tersenyum mendengarkan ocehan Yuki, ia menyandarkan badannya di dinding perpustakan kampus, sedangkan Yuki berdiri dihadapannya dengan semangat mengomentari penampilan dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Girl In The Winter
Romance"Persiapkan hatimu, karena kenyataan tidak selalu sesuai dengan harapan" -Girl In A Winter-