Mungkin, Ini lebih Baik!

1.6K 41 0
                                    

Mungkin, ini lebih baik!

Oleh Ustadz Abu Nasim Mukhtar “iben” Rifai, Pertengahan awal bulan Agustus 2007

Satu rombongan kecil, hanya satu mobil, bergerak menjauh meninggalkan sebuah hotel di Shan’a, ibukota Yaman. Tujuan mereka adalah bandara internasional Yaman. Sebab, ada empat orang yang akan terbang menuju Indonesia, kampung halaman masing-masing. Setibanya di bandara, setelah urus sana urus sini, ternyata rombongan kecil tersebut tidak memperoleh ijin untuk masuk bandara. Karena, satu dan lain halnya, tentunya.
Sungguh kecewa berpadu dengan kesedihan. Ingin rasanya hari itu juga terbang dan tiba di Indonesia namun pesawat yang akan kami naiki justru telah terbang menembus awan-awan tipis di Shan’a.

Seorang kawan dari Yaman yang turut menemani, kemudian berusaha meneduhkan hati, ”Bersabarlah. Mungkin, ini lebih baik!”

Lalu sang kawan pun menceritakan sebuah kisah nyata tentang saudaranya. Kejadiannya sama persis dengan kejadian “pahit” yang baru saja kami alami; rencana penerbangan yang gagal. Namun, beberapa waktu selanjutnya tersiar berita jika pesawat yang akan saudaranya naiki mengalami kecelakaan.

Allahu Akbar!

Cerita sang kawan dari Yaman tadi lalu seolah menjadi pegangan hidup kala muncul goncangan-goncangan dalam langkah kehidupan.

Mungkin, ini lebih baik!

…….………….. o o O o o ………………….

Pembaca, rahimakallahu…

Inilah kehidupan dunia! Terkadang kenyataan tak seindah angan-angan. Ada sebuah keinginan indah – menurut kita - yang diharap-harap untuk terwujud namun keinginan tersebut juga tak kunjung tiba. Ada juga sesuatu yang coba kita hindari karena buruk – masih menurut kita - malah terjadi. Memang,terkadang kenyataan tak seindah angan-angan. Masihkah Anda mengingat apa yang terjadi dalam peristiwa Hudaibiyah? Kala umat Islam yang dipimpin langsung oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengadakan perjanjian bersejarah bersama kaum musyrikin Quraisy?

Ada beberapa butir perjanjian – dzahirnya (kelihatannya, ed) demikian - sangat merugikan kaum muslimin. Sampai-sampai Umar bin Khatab menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan menyatakan, ”Bukankah Anda adalah nabi Allah? Bukankah kita di atas kebenaran sementara mereka di atas kebatilan? Bukankah yang mati dari kita masuk surga sementara yang mati dari mereka masuk neraka?”

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dengan tegas menjawab,

يَا ابْنَ الْخَطَّابِ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ وَلَنْ يُضَيِّعَنِي اللَّهُ أَبَدًا
 
”Wahai putra Al Khatab, sesungguhnya aku adalah utusan Allah. Dan Allah tidak akan mungkin mensia-siakan aku”[1]

Dan, subhanallah…

Perjanjian Hudaibiyah ternyata menjadi sebuah pendahuluan untuk menatap sebuah kemenangan besar. Perjanjian Hudaibiyah adalah titik kilas balik dari karunia Allah untuk kemudian disempurnakan dengan jatuhnya kota Mekkah ke pangkuan kaum muslimin.

Melalui perjanjian Hudaibiyah, kaum muslimin dapat menyampaikan dakwah dan memperdengarkan Al Qur’an kepada orang-orang kafir. Lalu banyaklah yang kemudian tertarik lalu masuk Islam.

Pembaca, hafidzakallahu…

Justru yang terpenting adalah keyakinan kita, sebagai hamba, jika segala sesuatunya hanya Allah Yang Maha Mengetahui. Adapun kita sangatlah terbatas kemampuan dan pengetahuannya. Sudut pandang kita dalam menilai sangatlah sempit. Terkadang – dengan sudut pandang kita yang sempit - menilai sesuatu sangat baik dan indah untuk kita. Padahal belum tentu, bukan?

Kumpulan NasehatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang