Happily Ever After

7.3K 339 11
                                    

Aku letih sekali, terus menatap bayangan diri dalam cermin. Kuletakkan blush on ku. Kututup mataku, mengerjap gundah, lalu menatap diriku lagi dicermin. Carisse Fillea, dalam balutan gaun tanpa lengan merah crimson yang anggun, begitu dalam dan hampa. Rambutku dipilin sedemikian indah dan sederhana, terselip bunga yang juga merah disisi kiri rambutku. Wajahku terasa sangat sempurna malam ini. Riuh riuhan diluar terasa sangat berang. Mencoba menerobos pintuku.

Aku sangat bimbang. Aku gelisah. Kujentikkan tanganku yang penuh dengan cat kuku gelap ke cermin. Akankah aku mampu melanggarnya? Melanggar garis kisah tentang dongeng anak kecil? Mengalahkan takdir yang sudah terukir ditangan kami. Melarikan diri dari apa yang seharusnya terjadi. Apakah yang kulakukan kan terasa sia sia? Raut yang sedih dimalam yang gemerlap dan gaun memesona.

Teriakan brutal diluar benar benar mencapai klimaksnya. Mereka mulai menghantam hantam pintu besi dengan sesuatu yang berat. Pintu rumah nenek hampir rusak, padahal kayu itu dilapisi besi yang kokoh. Gerombolan itu menubrukkannya tanpa ampun. Aku heran, kenapa gerombolan orang orang itu bisa menemukanku ditengah tengah hutan yang rimbun dan temaram. Lagipula, seharusnya mereka tersesat ketika pergi ke rumah nenek. Jalan ke rumah nenek memang sudah terpatri sangat dalam di memoriku, sejak kecil aku selalu membawa roti yang dijejali selada, tomat, dan wortel, berkunjung ke rumah nenek ditengah hutan. Jeritan kasar memaksaku membuka pintu, dengan nada frustasi dan lelah. Saat itulah gemuruh itu mulai menggila. Dan ketika kudengar vokal yang sangat kukenali itu menyerukanku juga, ah, baru aku sadar. Kedua ayah ibuku. Mereka mencegahku melakukannya, mencegahku melewati batas yang Sang Takdir beri untuk kami. Bahwa kami selama lamanya takkan pernah bisa bersatu, dalam kisah versi apapun. Tapi aku tak puas, hati tak ikhlas, dan akhirnya aku tak tahan lagi.

Kami pun berontak.

"Toloong Carisse! Buka pintunya kumohon!"

"Sayang, kumohon cepat keluar dari rumah nenek!" Pinta ibuku dengan guratan nada yang tersedu--putus asa memintaku keluar.

Maafkan anakmu ini. Sungguh.

Sementara itu, aku mulai membuka sebuah buku usang. Halaman kosong pertama kulalui, dan di sinilah aku. Ada coretan rapi 1111 lalu disilang, sebagai tanda itu 5. Kumpulan garis garis itu totalnya 15. Tahun demi tahun, aku selalu menambahkannya. Hari ini. Kutorehkan lagi, sebaris goresan.

16. Enam-belas.

Kemudian jam beker keemasan dipojok ruangan milik peninggalan nenek mulai berkicau. Berdentang dengan malas sebanyak... ah, dua belas kali, setelah kuhitung. Mengingatkanku, waktu takkan menunggu untukmu, ia akan melaju, tak peduli kau mengikutinya atau tidak. Tak kausadari, masamu dengan cepat berakhir.

Aku melihatnya, seseorang berambut coklat yang mematikan dan menawan itu melayang di layar layar langit. Aku tahu, sang pria bermata abu abu gelap itu akan segera menghampiri diriku. Perlahan tapi anggun, ia menggapai tepian jendelaku yang kusam. Sekiranya kesetanan, aku membuka jendela dengan gemetaran dan meraih tangannya yang berbulu hangat, menariknya keatas--senantiasa berat.

Aku merindukan sosoknya. Aku memegangi dadaku, merasakan sesuatu dalam diriku bangkit dan menggila melihat dirinya. Aku begitu kecanduan akut dengan dirinya. Kerinduan ini tak ada obatnya. Sungguh.

Bibirnya mengembang dengan tulus. Ia mendekapku, membuat diriku yang kecil dihadapannya tenggelam sepenuhnya ke dalam kehangatan tubuhnya. Aku tak percaya sebegitu teganya, orang orang yang menggariskan kisah ini untuk kami sebegitu kejinya, bisa bisanya mengharuskannya berperan sebagai monster bengis yang hatinya lenyap, dan tak berperasaan. Ah, aku tak mengerti. Kupejam mataku, tangannya yang besar membelaiku dengan sabar. Dapat kudengar debam debam jantungnya yang begitu tak karuan didalam dadanya. Kucengkeram bulu bulu kelabu yang lebat di lengannya dengan lembut, cukup lama aku terdiam dengan menutup mata, sensasi debaran yang begitu membuatku kecanduan mulai terasa kuat. Bersamaan dengan kehadirannya, sekarang suara desing di luar yang semula begitu berisik sekarang tak begitu ku hiraukan.

CreepypastaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang