Jam menunjuk pukul 07.00 suara lonceng berbunyi, tanda upacara pelepasan dimulai. Aku bersyukur hari ini ayah datang bersamaku menghadiri upacara pelepasanku. Kukira ayah mengutus Diana atau Tuan James untuk menggantikanya, walaupun pada akhirnya mereka berdua memang diajak oleh ayah, tetapi setidaknya ayah ikut bersamaku. Berhubung ayah mengantar pelepasanku, kini wakil ketua cultivian yang berdiri di tengah tengah podium, menggantikan ayah memberi kata sambutan kemudian dilanjutkan oleh pembicara gedung utama, lelaki paruh baya bertubuh tinggi dan tegap berkulit hitam membacakan sejarah, tujuan dan peraturan karantina.
*DAAARR*
Semua orang yang berada di gedung jtama mulai panik, bahkan ada beberapa yang teriak ketakutan.
"semua peserta karantina maupun para pengantar dimohon untuk tenang" pembicara gedung utama berusaha mengendalikan situasi yang kini memanas setelah suara tembakan misterius mengejutkan kami semua.
"para penjaga segera membentuk formasi pengamanan. Terjunkan prajurit ke seluruh distrik. Siaga satu !"
Suasana mulai sedikit tenang setelah komandan tentara cultivian mengutus prajuritnya untuk melakukan penjagaan dan pengamanan. Namun, raut wajah ayah semakin menegang, aku tahu ayah pasti marah.
"Kutitipkan kau dengan Tuan James, kau berhati-hatilah di karantina. Kau harus kuat, jangan bersikap lemah. Apapun yang terjadi, ikutilah prosedur. Jangan menangis. Kau paham? Ayah akan mengurusnya, kau tak usah khawatir, ayah akan mengamankan situasi, aku tak akan membiarkan siapapun mengancam keselamatanmu. Aku menyayangimu"
Ayah memeluk lalu mengecup keningku lalu pergi dangan terburu-buru. Aku mengusap air mataku yang hampir menetes, aku berusaha untuk tidak menangis. Bukan tentang menangis karena ayah meninggalkanku saat pelepasan, namun kata-kata ayah yang membuat air mataku seolah tidak dapat berhenti.
***
"Acara selanjutnya dalah acara pelepasan, kami persilahkan perwakilan untuk mengucap kata pelepasan"
Seorang laki-laki bertubuh tinggi, kekar, berambut coklat cepak dengan sebuah tato jangkar di lengan kanan nya. Oh God, aku berani bertaruh lelaki itu pasti si penggoda kelas kakap Victor. Mendengar namanya saja membuatku geli, apalagi sekarang melihatnya berdiri di tengah podium.
Ku beri tahu kau mengenai Victor, dia sangat terkenal di sekolah, dia adalah lelaki tercabul yang pernah ku kenal. Bayangkan saja, ia mulai mengencani beberapa wanita bahkan saat umurnya masih 11 tahun, entah sudah berapa jalang yang ia kencani sampai saat ini. Dan sekarang, yang benar saja, apa yang sedang dilakukanya? Ini acara resmi. Ia berdiri di tengah podium mengucap beberapa kalimat pelepasan. Dari sekian banyak orangtua maupun para pengantar yang lain, mengapa Victor yang harus berdiri disana? Menyebalkan. Melihat cara bicaranya yang tak lupa absen senyuman nakal dari bibirnya, membuatku muak setengah mati.
Kualihkan pandanganku dari Victor sebelum seisi perutku memberontak ingin keluar. Dari segerombolan barisan peserta laki-laki, mataku terhenti pada pria tinggi berjambul yang kini tangan kanan nya sedang memeluk wanita tua disampingnya. Ya, dia pasti Kris, sedang memeluk neneknya tentunya. Dengan cepat aku pergi meninggalkan Tuan James dan Diana menuju barisan paling ujung agar aku bisa bertemu dengan Kris.
"Psst.. Kris" bisikku
Kris menatapku terkejut, tak lama kemudian senyuman mengembang di bibir nya.
"Hey Jean, kau mengagetkanku, sejak kapan kau disini? Tadi aku tak melihatmu" bisik Kris
"Sejak si cabul itu berdiri di sana" aku menunjuk Victor yang sepertinya berada pada akhir ocehanya.
Kris tertawa mendengarku menyebut Victor dengan sebutan cabul.
KAMU SEDANG MEMBACA
AFFILIUS (Hiatus)
General FictionDunia dikuasai oleh dua kaum yang sangat berbeda. Hunter dan Cultivian. Sifat tamak Cultivian menjadikan mereka manusia yang menghalalkan segala cara demi mendapatkan apa yang mereka inginkan. Cultivian menginginkan dunia berada ditanganya, namun ka...