Chapter 7

611 80 21
                                    

Leona baru saja akan memasuki ruangan kelasnya jika sebuah suara tidak menahannya. Seorang siswa berkacamata mendekatinya sambil tersenyum kikuk. "Leona?" tanyanya pelan.

Leona mengernyit. "Hn. Kau siapa?"

Siswa itu menaikkan gagang kacamatanya yang berwarna biru tua sebelum berbicara. "Anu... Ashley memanggilmu. Dia di gedung olahraga." Suaranya seperti tikus terjepit. Pelan sekali.

Leona mendengus. "Aku baru saja pergi dengannya. Sana pergi. Buang waktu saja." Leona melangkahkan kakinya ke dalam kelas namun siswa itu malah menahan lengannya.

"Aku tidak bohong. Dia menunggumu di sana." Siswa itu makin ngotot. Leona  mulai kesal. Jika saja tampang anak ini tak memelas, tentu saja tinju Leona sudah mendarat di rahangnya. Leona menarik nafas pelan.

"Ya sudah. Gedung olahraga di mana?" akhirnya gadis ini mengalah. Tak ada salahnya ia ke sana. Toh tak ada jam pelajaran lagi di kelasnya.

Siswa itu menelan ludah dan tersenyum kecil. "Turun saja. Dari tangga belok kanan. Gedung olahraga dekat taman."

Tanpa buang waktu lagi Leona  langsung pergi dari tempat itu. Sementara siswa berkacamata hanya menatap kepergiannya dalam diam.

oOo

Leona menyusuri koridor sambil sesekali mengedarkan pandangan. Tampak seluruh siswa sudah memasuki ruangan kelas untuk mengikuti kegiatan belajar. Mungkin cuma kelas Leona saja yang jam pelajarannya kosong. Hanya beberapa siswa nekat saja yang tampak berkeliaran di luar. Mungkin izin ke WC namun malah belok ke tempat lain. Mainan lama.

Langkah kaki gadis berambut hitam itu berhenti tepat di depan pintu gedung olahraga. Tangannya meraih gagang pintu dan membukanya perlahan. Bunyi deritan menggema ke seluruh ruangan. Ia meneliti ke dalam. Tak ada siapa-siapa.

Leona kemudian berjalan masuk. "Ashley?" panggilnya pelan. Tak ada jawaban. Sunyi senyap. Hanya bunyi gema sepatuya yang terdengar. Memang tak ada Ashley di sini. Anak tadi cuma mengerjainya saja. Sialan. Leona merengut kesal.

Leona memutuskan untuk segera kembali ke kelas. Tidur. Siapa tahu ia juga akan bertemu dengan anak berkacamata yang mengerjainya. Mungkin satu pukulan cukup untuknya. Namun ketika ia berbalik, Caitlyn, Sean, serta beberapa anak lain yang memiliki tampang seperti berandalan telah berada di hadapannya. Leona mengernyit. Caitlyn perlahan mendekatinya. Senyum sinis terpapang jelas di wajah angkuh gadis blonde  itu.

"Mau apa kalian?" Leona tajam menatap gadis itu. Ia mulai waspada. Caitlyn terkekeh pelan. "Cuma ingin memberimu pelajaran." Caitlyn, lalu mengayunkan tangannya memberi kode agar Sean dan lainnya maju untuk menahan Leona.

Leona mulai terdesak. Sean menahan lengannya ke belakang agar gadis itu tak memberontak. Caitlyn tertawa keras lalu berkacak pinggang. Ia mengangkat dagunya dengan sombong. Leona mendengus kasar. "Dasar pengecut. Berani mengeroyok? Mati saja kau!"

'Plak.'

Caitlyn menampar Leona dengan keras membuat Leona makin beringas memberontak namun tentu saja ia tidak dapat lepas dari beberapa pemuda yang menahannya.

"Gadis tidak tau diri sepertimu harus diberi pelajaran agar kau tahu posisimu dimana. Kau harus tau siapa yang berkuasa disini." Caitlyn menepuk pipi Leona dengan pelan lalu mulai mengeluarkan ponselnya. "Apa jadinya kalau foto tidak senonohmu kusebarkan?" Caitlyn mengikik. Leona terdiam lalu menggigit bibirnya dengan kencang saat tangan Caitlyn mulai membuka kancing bajunya. Di belakangnya Sean dan kawan-kawan tertawa kegirangan.

"Aku akan membalasmu Caitlyn." Isak Leona tertahan. Namun si gadis blonde itu tampak tak peduli. Ia malah makin tertawa lepas. Leona  menutup matanya erat-erat dan mengepalkan kedua tangannya. Bulir-bulir kristal mulai jatuh dari pelupuk matanya. "Kevin, tolong aku."batinnya.

'Brakk.'

Caitlyn, Sean, dan yang lainnya terkejut dan menoleh dengan cepat ke arah pintu. Tampak pemuda itu menatap mereka dengan dingin.

"Apa yang kalian lakukan?" tanyanya. Ia berjalan perlahan mendekati Caitlyn. Menatap sesaat ke arah gadis cupu yang masih tertunduk. Caitlyn sumringah lalu bergelayut manja pada pemuda itu.

"Stevan, kami ingin memberinya pelajaran karena telah berani menentang kita. Aku akan memotret dan menyebarkannya."ucapnya centil sembari memainkan rambutnya.

Stevan menepis tangan Caitlyn dengan kasar. "Lepaskan, Sean." perintahnya.

Sean mengerutkan dahi. "Kita perlu memberinya pelajaran, Stevan." Sean tak terima. Ia makin mengeratkan pegangannya pada Leona.

"Aku tak suka mengulang kalimatku. Lepaskan dia. Cara kalian sangat memalukan," jawabnya. Sean dan yang lainnya terpaksa melepaskan Leona yang masih menunduk sambil merengut kesal. Padahal pemuda pucat itu sangat ingin membalas gadis cupu di hadapannya karena telah memukulnya. Sementara Caitlyn mulai menunjukkan raut wajah tak suka. Rencana menjebak Leona kini gagal total. Namun mereka tak berani melawan Stevan. He is the boss.

"Apa yang kau tunggu, Cepat pergi dari sini." Stevan memandang Leona dengan datar. Gadis bersurai hitam itu pun mengancing seragamnya, melepas kacamatanya dan berdiri pelan. Ia berjalan pelan dan menengadah, menatap tajam mata sang pemuda itu. Mata hitamnya masih berkaca-kaca. Stevan pun tampak sedikit terkejut melihatnya.

"Aku bersumpah akan membalas kalian, Stevan. Camkan itu." Gadis itu pun berlalu pergi meninggalkan Stevan  yang masih terpaku di belakangnya.

OoO

"LEONAAA..." Kevin berteriak kencang sambil menghambur masuk ke kamar milik putri Brave itu. "Kau tidak apa-apa kan? Apa yang terjadi?" Kevin langsung menyerbu Leona membuat gadis itu memutar bola matanya bosan.

"Kelompok brengsek di sekolahmu itu. Mereka menjebakku." jawabnya kesal.

Mata Kevin membulat. "Stevan dan gengnya? Apa yang mereka lakukan?"

Rahang Leona mengeras. "Pokoknya mereka sangat brengsek, Kevin. Aku ingin menghajarnya. Mereka pikir mereka siapa. Berbuat seenaknya kepada orang yang mereka anggap lemah. Bertingkah seperti penguasa. Memuakkan." jawabnya menggebu-gebu.

Hati Kevin tergelitik mendengar jawaban gadis Brave di hadapannya. Bibirnya berkedut menahan tawa agar sepupu cantiknya ini tak tersinggung. Namun Leona yang melihatnya langsung mendelik. "Ada apa? Kau menertawakanku?"

Kevin menggeleng pelan. "Tentu saja tidak. Jangan salah paham, Leona. Aku sama sekali tidak menertawakanmu. Mendengar ceritamu tentang mereka hanya sedikit mengingatkanku padamu." Kevin tersenyum tipis.

Gadis dihadapannya menatapnya tak mengerti. "Apa maksudmu?"

"Tidakkah kau berpikir mereka mirip denganmu? Seperti kau di sekolahmu yang dulu." Jawab pemuda itu pelan.

'Jleb'

Kata-kata Kevin seolah belati yang menohok hatinya. Leona menunduk. Menggigit bibirnya dengan kencang. Bayangan sewaktu ia di sekolahnya dahulu melintas di kepalanya. Ia kerap berbuat kejam kepada orang lain. Malah hampir menghilangkan nyawa seorang siswa. Bukankah ia lebih buruk?

Kevin melirik Leona yang masih menunduk. "Kau marah padaku?"

Gadis itu menggeleng lemah. "Aku ingin istirahat." ucapnya pelan. Surai hitamnya masih menutupi wajahnya.

Kevin menganguk. "Baiklah. Hubungi aku kalau kau memerlukanku." Ia memeluk Leona singkat sebelum beranjak dari kamar itu meninggalkan gadis Brave yang kini mulai terisak.

"Maafkan aku."

TBC

Hehe maaf yah publisnya lama masalahnya habis UAS😅 divomment yahh😁

9/12/2015
13.26

Arrogant Is My Middle Name [ Slow-Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang