Prolog

220K 11.5K 1.1K
                                    


cukup banyak perubahan yang terjadi untuk mendukung pembangunan cerita ini. bagi pembaca "mika on fire" atau "junario!" pasti bakal sadar, dan gue mohon jangan "kaget" atau "loh, kok jadi gini" i had reasons, dan gue yakin kalian bakal ngerti setelahnya. yang nggak gue ubah adalah sifat-sifat tokoh mereka; mika, luna, juna, dan ana

selamat datang di "started with a broke(s) up"


Prolog


"Apa lo nggak capek jedotin kepala ke tembok?" tanya Mika sebelum menyesap caramel macchiato kesukaannya.

Ini malam Sabtu yang biasa di rumah keluarga Astyan. Dimana Mika akan duduk santai sembari menonton film di tv kabel. Bila Revon, kembarannya, pulang dari les biola, mereka akan menonton bersama. Ditambah dengan adik mereka, Mellody, mereka akan mengadakan film maraton bersama-sama.

Namun kedatangan sahabatnya yang tiba-tiba membuat jadwal menonton mereka diundur jadi besok pagi. Revon menggerutu, masuk ke kamar. Sementara Mello memonyongkan bibirnya, lantas mengatakan dia akan membuat lagu baru di lantai dua jadi jangan berisik.

Mika dengan kesal melihat Junario membenturkan kepalanya di dinding ruang keluarga, tingkahnya benar-benar seperti orang putus cinta.

"Gue putus dari Luna, Mik," ucap Juna nelangsa.

Atau Juna memang putus cinta.

Mika memasang wajah blo'on, wajah yang selalu ia tunjukkan bila telat mikir atau lemah otak. Mika mengira kedatangan Juna bukan untuk mengeluarkan topik "putus". Tentu hal ini mengaggetkan bagi Mika, apalagi dengan kondisinya yang sekarang. Yang tak jauh berbeda dari Juna.

"Kok bisa?" tanya Mika heran, selama ini ia melihat Luna dan Juna baik-baik saja.

"Dia ...," Juna menahan napas dengan sesak bergumul di dadanya. "Udahlah, nggak enak ngomongnya."

"Ngomong aja kali biar lega, kayak ibu-ibu ngelahirin oroknya."

Juna berhenti membenturkan kepalanya di dinding, dia melihat Mika seolah kepala sahabatnya itu terbelah dua.

"Gila lo," desis Juna.

"Lo gila," balas Mika sambil nyengir.

"Hibur gue kek, Mik," gerutu Juna. "Kalo gini caranya, mending gue bersemayam di rumah Matt aja. Curcol ke lo nggak ada gunanya."

Matt adalah salah satu sahabat mereka, seorang penulis yang "dingin" kecuali pada Moureta, sahabatnya sejak kecil.

"Jadi cowok jangan suka baper, nanti laper."

"Mik!" Juna mulai berang. "Bisa nggak, lo serius?"

Mika nyengir kuda, dia menaruh Caramel Macchiato-nya di meja lalu berjalan mantap ke arah Juna, "Becanda, Bos," ucap Mika sambil menepuk-nepuk pundak Juna. "Santai ajalah, kayak di pantai."

"Pala lo bisa santai," gerutu Juna, mata cokelat kayunya bersinar cemas. "Gue putus dari Luna, Jun. Luna, cewek yang gue kira bakal beda dari cewek lain. Ternyata semua cewek sama aja."

"Juna kalo baper suka bener," ucap Mika sambil tersenyum kecut, dirinya masih merasa ngilu mengingat tentang dirinya sendiri. Mengingat saat dia pergi tanpa sekalipun menoleh.

Saat dia memutuskan hubungan mereka seperti itu.

Kenyataannya tidak selalu mudah, apalagi untuk menerima.

"Lo bakal nemu dia yang lain, masih banyak bintang di langit," hibur Mika.

Malam semakin dingin menelusup tulang saat Juna menjawab perkataan Mika dengan suara parau.

"Tapi dia adalah bintang yang paling terang."

Dan Mika tersenyum pahit mengingat dia, bintang paling terang bagi Mika;

Juliana Foxes.


***


"Apa lo nggak capek jedotin kepala ke tembok?" tanya Luna heran sebelum menyesap susu vanila kesukaannya.

Ini malam Sabtu yang menenangkan di rumah Luna. Biasanya dia akan menonton TV sambil menunggu ayahnya pulang dari kantor dan mereka makan malam bersama. Namun kedatangan Ana, sahabatnya sejak lulus Sekolah Dasar, membuat ayah Luna memilih untuk ke kamarnya karena takut "menganggu" acara mereka. Padahal Luna sudah mengatakan untuk pindah ke kamar saja, sementara ayahnya bisa damai sentosa menonton TV dan menyantap makan malam. Seperti yang berkesudahan, ayahnya menolak dan tetap naik ke lantai atas.

Luna melihat Ana, tingkahnya seperti orang yang baru saja putus cinta.

"Gue putus sama Mika, Lun," ucap Ana dengan suara parau.

Atau Ana memang putus cinta.

Alis Luna mengernyit. "Bukannya lo baik-baik aja sama dia?"

Terakhir kali Luna melihat, Mika sedang menjahili Ana. Namun karena Ana marah, Mika membujuknya dengan es krim rasa buaya. Tentu Ana tertawa dan Mika lantas mencubit pipinya dengan gemas.

Tidak mungkin kapal berlayar dimana dirinya, Luna, adalah kapten dapat tenggelam, karam, secepat ini hanya karena badai kecil.

"Lo pasti tau alasannya gue putus sama dia, Lun," ucap Ana dengan mata mengarah pada sahabatnya.

Sebagai sahabat, Luna langsung paham. Masalah lama dimana Ana harus secepatnya memutuskan Mika, meski keduanya sama-sama menyayangi.

"Semua bakal baik-baik aja, Na," hibur Luna, mata hijau cerahnya menatap teduh sahabatnya. "Udah, jangan jedotin kepala ke tembok. Kasian temboknya."

"Lo nggak membantu!" Ana histeris sambil membenturkan kepalanya ke tembok. "Kalo gini, mending gue ke rumah Mou aja. Sama lo pasti nggak bener," dengusnya, menyebut teman mereka.

Sontak, Luna terkekeh dan berjalan ke arah Ana dengan wajah jahil. "Gitu doang ngambek," dia menepuk pundak Ana. "Masih banyak bintang di langit."

Ana menatap Luna, tatapan terluka yang dapat mengetarkan hati siapapun.

"Mika bintang yang paling terang, Lun," ucap Luna, "Dan tentu bintang sejauh itu nggak bisa gue raih."

Sontak Luna memikirkan bintang terang-nya, dan sama seperti Ana, kini bintang itu tidak mungkin ia gapai;

Junario Maynard.

Dan ini awal mula cerita mereka yang diawali dengan perpisahan.



Started With A Broke(s) UpTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang