20 - With Party

24.2K 4.1K 761
                                    

Chapter 20

===============

Mika sudah menyiapkan segalanya. Dekorasi, tamu undangan, bahkan dua kue ulang tahun untuk ayahnya dan ayah Luna. Iya, ayah Luna. Mika sudah memikirkan ini matang-matang dan ulang tahun ayah Luna patut dirayakan juga.

Semua temannya termasuk Juna tampak heran dan janggal melihat dua kue berada di sana.

"Serius, Mik," ucap Julian dengan wajah sangat spechless. "Lo gak mungkin ngerayain setan juga, kan? Ini... ini buat setan, kan?"

"Hush!" Seth langsung menabok Julian yang berkata seenak jidat, eh, seenak mulut, deng.

Alvaro menatap Mika, kemudian Juna. "Kalian gak lagi selek, kan?"

Mika dan Juna saling tatap, kemudian Mika yang pertama kali ambil suara. "Loh, kenapa jadi kita? Kita mah gak apa-apa, ya kan, Jun?"

Juna tampak bingung sesaat, tapi akhirnya mengangguk dan pergi mengurus hal lain untuk pesta. Pertanyaan Alvaro tadi sebenarnya bikin Mika sedikit senewen. Kenapa tiba-tiba nanya, coba? Gak ada angin, gak ada ujan, tapi selalu ada aja cobaan bagi Mika. Sabar ya, Mik.

Setelah selesai seluruh aspek pesta, Mika menghubungi Luna yang belum terlihat batang hidungnya sejak setengah jam lalu Mika menunggu balasan chat. Namun, ponsel Luna malah tidak aktif.

Mika: Lun? Lo dimana? Ini acaranya mau mulai.

"Kenapa?" tanya Juna tiba-tiba muncul di hadapan Mika, membuat Mika tanpa sengaja menjatuhkan ponselnya. Ya ampun, Mik, motorik lo kenapa, sih? Dan kenapa harus di hadapan Juna?

Juna mengambil ponsel Mika. "Lo kenapa sih? Masalah apa sama gu–" dan Juna melihat chat Mika dengan Luna. "Oh."

Semua kabel seperti tersambung di kepala Juna. Kenapa Mika gugup bila ada di kafe itu. Kenapa Mika tampak aneh akhir-akhir ini. Dan kenapa Mika seperti sudah melupakan Ana.

Ternyata karena Luna.

Luna, mantan pacar Juna yang bersahabat dengan Mika.

Luna, sahabat dari mantan pacar Mika.

"Kenapa lo gak bilang, Mik?" tanya Juna kecewa, sementara Mika menundukkan kepalanya dalam-dalam, persis seperti anak kecil yang ketahuan bersalah. "Mik?"

"Gue takut, Jun," jawab Mika jujur, suaranya sangat pelan dan dalam. "Gue tau riwayat lo sama Luna, tapi gue seenaknya...."

"Gue gak apa-apa," potong Juna langsung seraya menyodorkan ponsel Mika. Juna tersenyum sangat tipis seolah tidak tersenyum. "Serius. Take it."

"Lo gak apa-apa?"

"Apa yang udah kejadian antara gue sama Luna, ya udah, jadi histori aja. Tapi lo bisa mulai yang baru sama dia, Mik. Tapi," sinar mata Juna mulai berubah awas.

Mika sedikit was-was. Bagaimana kalau ada sebuah syarat dari Juna dan Mika tidak bisa memenuhinya?

"Tapi apa?" tanya Mika cemas super kuadrat.

"Jangan bikin dia nangis," Juna tersenyum kecil.

Mika menghela napas lega, namun ucapan Juna membuatnya dia berpikir. Apa bisa dia tidak membuat Luna menangis? Bisakah?

"Gue usahain," ucap Mika. "Lagian, gue udah berencana bikin dia ketawa terus, kok."

Juna menepuk pundak Mika sambil tertawa geli. "Ya udah, kalo gitu jangan aneh-aneh lagi, ya! Sumpah, ngeliat lo diem lebih serem daripada ngeliat kunti."

"Kayak udah liat aja lo," ledek Mika.

Mika sudah tenang, semua baik-baik saja, dan sesuai rencana. Sampai tiba-tiba, Julian muncul di hadapan mereka, wajahnya sangat tegang.

"Mik, Jun," ucap Julian. "Ayah Luna meninggal."

***

SEMUA terasa secepat berkedip.

Sebelum kejadian, Luna sedang menyisir rambutnya, bersiap-siap ke pesta. Kemudian dia turun untuk mengajak ayahnya ikut bersiap. Terlihat sang ayah duduk di sofanya yang biasa sambil tersenyum, matanya terpejam damai. Luna sama sekali tidak punya pikiran bahwa orang yang dia sayang kini sudah lama menghebuskan napas terakhirnya. Luna memegang tangan ayah.

Tangannya dingin.

Dan dari sana, Luna merasa semua dunianya hancur, lebur, begitu saja, tanpa bersisa.

Luna panik, menelepon orang pertama dari riwayat panggilannya dan menemukan Ana di sana. Berusaha menjelaskan secara pelan, tapi isak tangisnya yang terdengar menyayat hati Ana. Membuat Ana memberitahu pada Julian dan Mou sebelum pergi ke rumah Luna secepat mungkin.

Sekarang, Luna hanya bisa melihat sang ayah dibawa ke pemakaman dengan ambulans. Luna tidak ikut karena kondisinya yang sangat lemah dan tidak kuat melihat sang ayah dikubur di liang lahat. 

Isak tangis menjadi lagu Luna malam ini. Tidak ada yang bisa mendeskripsikan kesedihan Luna. 

Luna tidak punya siapa-siapa lagi. 

"Lun," Ana dan Mou memeluk Luna dari samping, air mata menjadi penghias malam ini. "Lun, I'm here."

Luna mengangguk dan memeluk mereka dengan lengannya. "Thanks."

Ana dan Mou membantu Luna membereskan rumah. Baik Ana maupun Mou tutup mulut, tahu kalau ini bukan saat yang tepat untuk bicara. Luna perlu menenangkan pikirannya sendiri, tapi jangan sampai Luna dibiarkan seorang diri.

Sampai akhirnya, derum mobil terdengar dari pekarangan. Luna berhenti menyapu, dia menyeka air mata, kemudian melihat ke luar jendela. Tampak Mika terburu-buru keluar dari mobilnya. Masih mengenakan setelan jas lengkap. Napasnya memburu seolah hidupnya berada di ambang batas.

Dan Luna berlari ke arah Mika. Memeluknya, sangat erat sampai Luna tidak tahu lagi sekarang dia berada di mana, dan kenapa semua ini terjadi padanya. Luna memeluk Mika, menghirup wangi laki-laki itu yang menenangkan tiap jengkal syarafnya.

"Gue di sini, Lun," ucap Mika. "Gue di sini."

"Gue takut," balas Luna, suaranya bergetar. "Jangan pergi."

Tanpa Mika dan Luna tahu, Juna dan Ana melihat itu semua, termenung, namun tidak bisa mengucap satu kata pun. Semuanya tertelan pahit kembali ke tenggorokan.

Juna dan Ana tahu, sejak awal, ini memang bukan cerita tentang Mika-Ana atau pun Juna-Luna.

Ini tentang Mika dan Luna, dua hati yang terluka dan berusaha saling menyembuhkan.

===============

GUE KANGEN BANGET SAMA CERITA INI, SEKANGEN ITU :( UDAH EMPAT BULAN GAK DILANJUT, AKHIRNYA!!!

UPDATE TIAP SENIN, GENGS, JADI TUNGGUIN AJA, YA <3

LOVE YOU, WULAN

2 Oktober 2017

Started With A Broke(s) UpTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang