21 - With Sunset and You

25K 3.7K 549
                                    

Chapter 21

===============

SEMBURAT senja terlihat dari balik gedung-gedung pencakar langit ketika Mika duduk terdiam di city car-nya untuk waktu yang cukup lama. Matanya menekuri setiap guratan pada setir, seolah hal itu sangat penting dibanding masuk ke dalam kafe di hadapannya. Bahkan, kafe itu sudah melambai-lambaikan tangan, memanggil kepada Mika untuk segera masuk ke dalam, menemui seseorang yang seharusnya ia temui sekarang.

Sudah lewat tiga bulan sejak kejadian itu. Sudah tiga bulan pula, Luna menghindarinya dengan berbagai cara. Mika tahu posisi Luna saat ini kurang mengenakkan. Begitu pula posisinya. Meski Juna mengatakan tak apa-apa, ada sudut di hati Mika yang mengatakan bahwa ini apa-apa. Mungkin, Luna juga membicarakan hal yang sama pada Ana dan tidak menemui titik temu bagi mereka berdua.

Mika menarik napas panjang, kemudian mengusap dahinya yang terasa pening. Akhir-akhir ini, banyak sekali makhluk halus yang sambil lalu melewatinya, sesaat melihat Mika aneh, kemudian pergi begitu saja. Meskipun Mika sudah ribuan kali melihatnya, tetap saja, hal ini membuatnya sangat penting.

Serius, deh, kenapa semua hantu tertarik sama Mika? Apa karena Mika seorang pangeran? Ya, 'sa jadi.

Mik, sudah deh, jangan aneh-aneh. Sekarang, angkat pantat lo dari jok mobil dan hadapi Luna seperti laki-laki berani.

Ogah-ogahan, Mika keluar mobil dan berjalan menuju kafe. Wajah Luna yang ramah pada pembeli adalah hal pertama dan utama yang Mika lihat. Namun ketika melihatnya, senyum Luna pudar, digantikan dengan senyum tipis yang penuh makna, seolah mengatakan, 'Percuma, Mik, lo deketin gue. We're not meant to be'.

Dan sekeras Luna mendorong Mika menjauh, Mika akan terus mengatakan, 'We're meant to be'.

***

"EH, elo."

Juna terkejut melihat Ana berada di lapangan basket sore ini. Dirinya yang berpeluh keringat pun mengambil handuk di tasnya yang teronggok di pinggir lapangan, dekat dengan tempat Ana duduk menunggu. Ketika Juna mengusap keringatnya, dia merasa salah tingkah karena Ana terus mengamatinya.

"Gue heran deh, kenapa Luna bisa sama Mika," ucap Ana straight to the point, yang membuat Juna berhenti mengelap keringatnya, tampak tertampar oleh sebuah pertanyaan yang selama ini ingin Juna tanyakan, namun tertelan di tenggorokan. "Maksud gue, dari sekian banyak cowok, kenapa harus Mika?"

Juna tertawa, duduk di samping Ana, kemudian memperhatikan teman-teman satu klubnya sparing tiga lawan tiga. Untuk ukuran orang yang tidak peka dan mengenal Juna, pasti mereka melihat bahwa Juna baik-baik saja.

Tidak. Juna tidak baik-baik saja. Dia hanya pandai berpura-pura. Bahkan di depan sahabatnya.

"Gue juga gak tau, tapi, menurut kata-kata bijak Matt, ya mungkin, udah takdirnya begitu," jawab Juna, mengusap kembali keringatnya dengan handuk. "Lagian, kita ini apa sih, Na? Cuma mantan, kan? Biarin aja mereka dengan jalan mereka yang baru. No need to worry too much, karena gue tau mereka juga udah mencemaskan hal ini lebih daripada kita."

"Mungkin karena gue cewek," ungkap Ana terus terang. "Gue kayak ngerasa sahabat gue udah ngambil Mika dari gue, padahal kenyataannya, enggak. Gue udah tahu hal itu tapi gue gak bisa menampik kalo gue... cemburu. Did you feel the same?"

Juna menatap Ana tepat di mata, sambil tersenyum pahit. "Apa gue berhak untuk cemburu ketika gue orang pertama yang memutuskan hubungan?"

Dan Ana terdiam untuk waktu yang cukup lama, mengusap air matanya yang dengan menyebalkannya keluar, dan mengangguk.

"Gak. Gue gak berhak," lirihnya.

"Kita. Kita gak berhak," koreksi Juna.

***

"HALO, Neng Geulis," sapa Mika dengan wajah paling menyebalkan yang pernah Luna lihat.

Untung saja, kafe sedang sepi sehingga Luna bisa meladeni kelakuan Mika yang super ajaib dan penuh dengan kata-kata ular (karena buaya sudah mainstream, kasian buaya dikambinghitamkan terus). Luna menaruh kembalian ke dalam kasir, kemudian melihat ke arah Mika dengan senyum terpaksa.

"Pesen yang biasa?" tanya Luna.

Mika berpangku tangan sambil mengedip ke arah Luna. "Tau aja. Seperhatian itu ya, lo sama gue? Kenapa? Gue ganteng? Mau macarin?"

Luna tidak membalas dan mulai melakukan pekerjaannya. Kemudian dia menatap Mika kembali. "Dua puluh tiga ribu."

Tanpa banyak bicara, Mika mengambil uangnya di saku seragam dan menyerahkannya pada Luna. Luna segera mengambil dan menghitung kembaliannya.

"Kembaliannya jadi—"

"Buat lo aja," kata Mika langsung. "Gue beli minumnya dua. Satu buat lo. Kafe lagi sepi. Ayo kita ngobrol, apa yang harus kita obrolin. Sekarang."

"Tapi gue harus kerja," Luna melirik managernya yang terlihat mengawasinya dari jauh.

Mika mendongak ke managernya dan mengatakan langsung. "Pak manager, boleh pinjem Luna sebentar? Lima menit?"

Manager itu melihat Mika dan Luna untuk waktu yang cukup lama, pandangan matanya sangat tajam, namun akhirnya mengangguk dan mengatakan 'lima menit' seolah menegaskan untuk tidak lebih dari itu. Mika mengambil tangan Luna dan duduk di meja yang biasa, berhadapan, dengan kondisi yang tidak lagi sama.

"Lo gak bisa selamanya main petak umpet sama gue," ungkap Mika langsung. "Gue suka sama lo, Lun. Gue mau jadi orang yang selalu ada buat lo, gue mau jailin lo, gue mau jadi orang yang ada di samping lo, seneng atau sedih. Gue mau—"

"Kalo gue gak mau, gimana?" potong Luna langsung. Matanya bersinar sedih. "Gue gak mau khianatin sahabat gue sendiri."

"Lo suka sama gue?" tanya Mika langsung.

Luna diam seribu bahasa.

"Lun, lo suka sama gue?" pinta Mika langsung.

Luna membuang mukanya.

"Selama tiga bulan gue juga berusaha untuk gak suka sama lo, jauh dari lo, tapi gue kembali ke sini, nunggu selama tiga jam di mobil untuk mengatakan ini semua, bercanda kayak orang bodoh di depan lo ketika sebenarnya gue mau mengatakan satu hal; gue suka sama lo dan gue jadi orang paling bego karena perasaan ini," ucap Mika sambil menghela napas. "Jadi, Luna, apa lo suka sama gue? Karena ketika lo menjawab enggak, gue gak bakal ganggu lo lagi. Gue bahkan gak akan pernah liat lo lagi, gak pernah ngajak lo ngobrol, dan gue gak akan menganggap lo ada."

Luna kembali menatap Mika, dan ia tahu, kali ini Mika serius.

"Lo suka sama gue?" tanya Mika dengan hening yang teramat menusuk.

Luna ingin menjawab iya, Luna ingin Mika tahu perasaannya yang sebenarnya. Namun Luna gila bila ia menjawab iya. Luna terlalu lama dimanjakan dengan kehadiran Mika. Terbiasa ditolong oleh laki-laki itu sampai lupa bahwa suatu saat, Mika pasti akan pergi dari dirinya, dan Luna lagi-lagi harus merasa ditinggalkan.

Jadi, apa bedanya bila Luna ditinggalkan sekarang dibanding nanti?

Maka dari itu, dengan senyum getir, Luna menjawab, "Gak, gue gak suka sama lo."

Saat itu, Mika tampak seperti orang yang ditampar. Hanya duduk diam di sana. Kemudian pembeli datang, membuat Luna terpaksa berdiri dan melayani pembelinya. Mika masih di sana, masih mematung, kemudian dia tertawa kecil dan pulang.

Mika lupa minuman pesanannya.    

===============

I'm sowwy

9 Oktober 2017

Started With A Broke(s) UpTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang