Setelah menyusun semua barang-barang miliknya di apartemen yang sekarang ia tempati. El segera menyiapkan segala berkas-berkas untuk universitasnya di Oxford. Eli mengambil jurusan Humanity meskipun ia sangat menyukai sains tapi pikirannya sudah bulat untuk mengambil jurusan itu.
Apartemen yang ia tempati ini tepat di wilayah Oxford itu sendiri, siapa sangka jika El diterima di Oxford, mendengar kabar pendaftaran saja ia sudah sangat excited. El memang berbakat, mungkin saja karena keturunan dari ayahnya. Ayah El adalah seorang dokter di salah satu RS di Jakarta. Setelah sebelumnya ayahnya juga pernah bekerja dalam bidang jurnalis sebelum ia pindah ke Indonesia. Mungkin bakat-bakat itu mengalir dalam diri El.
Meskipun El sebenarnya tidak begitu mengenal sosok ayah itu sendiri karena saat masa ia membutuhkan seorang ayah, ayahnya tidak ada disampingnya. Dan ibunya pun tidak pernah bercerita lebih tentang ayah El sendiri. Yang ia tahu tentang ayahnya adalah seorang dokter berdarah Eropa menikah dengan ibunya yang justru berdarah Indonesia. Intinya El adalah half-blood.
Arloji El menunjukkan pukul 4 sore dan ia hanya duduk saja di sofa sembari memandang kota London dari jendela. Rasa bosan tiba-tiba menghampiri dirinya. Namun setelah berargumen dengan pikirannya ia memutuskan untuk jalan-jalan di kota ini, lagipula itu ide bagus ditambah jika ia menemukan kawan baru agar ia tak seperti melankolis di kota ini. Meskipun itu adalah hal terakhir yang ia inginkan, El tidak begitu pandai melakukan hubungan sosial dengan manusia lain. Kau bisa menyebutnya introvert tapi akhir-akhir ini dia berusaha mengubah itu karena survival insting manusia adalah manusia lain.
Lima menit berlalu El gunakan untuk mengganti pakaiannya. Sore itu ia putuskan untuk berjalan-jalan menggunakan mobil Carlos. Carlos sengaja meninggalkan mobilnya untuk dipinjam El.
Puas berkeliling kota akhirnya El singgah di salah satu restoran kecil namun terlihat begitu mengguyur selera. Ia memesan sebuah makanan pada pelayanan restoran kemudian tak membuang waktu ia melahap hidangan yang ada didepannya. Nice food.
Setelah membayar makanan El kembali menuju ke mobil maruti merah Carlos dan memutuskan untuk berbelanja di supermarket. Ia berpikir untuk membeli bahan makanan untuk keperluannya minggu ini. Masakan sendiri justru lebih enak.
Setelah memarkir mobil, El segera memasuki supermarket kemudian membeli beberapa bahan makanan. Roti, selai, buah, daging, minyak, sayuran, cemilan.
Setelah berpikir bahwa keperluannya sudah pas, ia kemudian berjalan ke arah kasir dan membayarnya. El keluar menuju pintu supermarket sambil membawa kantong belanjaannya. Saat hendak membuka pintu mobil ia dikejutkan oleh sebuah suara tepat dibelakangnya.
"Hai."
El memutar tubuhnya untuk melihat orang yang sedang menyapa dirinya. Dua orang lelaki sebaya dengannya sedang menatapnya heran. El menatap mereka bingung dan waspada yang tidak terlalu jelas. "Ya"
"Dimana Carlos?" Tanya lelaki berambut pirang itu bernada santai sembari memandang El bergantian dengan mobil yang El kendarai.
Oh, dia pasti teman Carlos. El berusaha bersikap ramah. "Aku meminjam mobilnya. Kalian temannya?"
"Ya. Kami pikir Carlos ada di dalam, jadi kami menyusul, " kata lelaki yang berada disamping lelaki blonde tadi.
"Luke." Lelaki blonde itu menjulurkan tangannya kearah El.
"El. Uhm, Carlos's cousin," kata El sembari meraih tangan Luke.
"Carlos's cousin?" Tanya teman Luke. El hanya mengangguk dramastis kearahnya.
"Ohh.. I'm Nathan," ucapnya sembari tersenyum lebar. "Anyway, just El? " tanyanya.
"Short for Elizabeth," jawab El.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Next Of Twilight Saga : Aurora
VampirosThe next journey of Untold Story. What's the point of light if there's no darkness? The ice will meet the fire. The heartless will fill by love. "Dan denganmu, aku percaya gravitasi itu tidak pernah ada." "Seratus tahun aku tidak tahu siapa diriku...