Need You Now by Lady Antebellum
-------------------------------------------------------------
Kupandangi sosoknya dari balik jendela kamarku. Dia begitu membuat dunia mampak indah. Senyum kecilnya bahkan membuat langit tampak cerah. Betapa aku memuja dan mendambakannya.
"Hai, Nora! Gue jatuh cinta sama tanggal merah! Apa lo tau itu?" teriaknya mendongak ke arahku. Aku tersenyum dan mengangguk. "Ayo ikut gue main. Ngapain sih, di kamar terus? Nggak bosen?" tanyanya yang kujawabi dengan gelengan kepala.
Dia selalu datang dan menawarkan dunianya kepadaku. Aku menyukai dunianya.
"Gue serius ngajakin main, ayo!" ajaknya masih mendongak memandang ke arahku.
Kubuka jendela kamarku dan kupandangi dia. Mengapa sosoknya begitu membuatku menginginkannya?
"Gue masih ngantuk, Juno," balasku tersenyum kecil ke arahnya.
Kulihat raut wajahnya yang sedikit kecewa. Aku membenci membuatnya kecewa. Itu menyakiti perasaanku. Dan aku tak menyukainya. Tapi apa yang bisa kulakukan.
"Padahal gue mau ngajakin sahabat gue tersayang buat main seharian. Gue udah mecahin celengan gue khusus buat nraktir lo makan sepuasnya. Gue kan habis jadian. Gue pengen lo ikut ngerayain."
Kutarik bibirku membentuk sebuah senyuman. Susah payah kutahan air mata yang sudah siap tumpah ke pipiku.
"Kapan-kapan deh, gue beneran ngantuk. Ini masih pagi banget, Juno," ucapku sebisa mungkin terdengar biasa meskipun suaraku terdengar sedikit bergetar karena menahan tangis.
"Nanti sore?"
Aku menggeleng. "Gue janji bantuin Kikan ngerjain tugas kesenian."
"Terus free lo kapan? Kok mendadak sibuk terus?"
"Entahlah," jawabku lirih.
Ia terlihat semakin kecewa. Dan hal ini membuatku tak nyaman. Aku tak menyukai perbuatanku ini. Bahkan mungkin sekarang aku mulai membenci diriku yang memperlakukannya seperti ini.
"Yaudah kalau gitu, nanti kalau udah free kabarin gue ya," katanya terdengar putus asa.
"Pasti." Aku mengangguk yang membuatnya tersenyum.
Kemudian ia melambaikan tangan ke arahku dan berbalik. Di saat itulah air mataku meluncur jatuh membasahi pipiku. Dadaku sesak. Rasanya sakit.
Junoku pergi.
"Hei," panggil Juno setengah berteriak. Cepat-cepat kuhapus air mataku dan kembali kupandangi dirinya yang tengah berdiri di tengah jalan memandang ke arahku. "Lo tetap sahabat gue, Nora. Apa pun yang yang terjadi, lo tetap sahabat gue. Sampai kapanpun Juno akan selalu menjadi sahabat Nora. Selamanya gue bakalan tetep ada buat lo. Jangan pernah nganggep gue bakalan jauh dari lo." Juno terlihat sangat serius mengucapkan kalimat tersebut.
"Gue tau, Juno." Aku tersenyum ke arahnya dan melambaikan tangan. Ia membalas senyumku dengan seulas senyum manisnya yang selalu membuat jantungku berdegup lebih cepat.
Kini ia berbalik dan kembali berjalan. Tangisku kembali pecah mengiringi kepergiannya.
Selamanya sahabat bukanlah yang kumau, Juno.
-----
Malamku begitu gelap tanpa bintang. Bulan pun tampak bersembunyi di balik awan. Malamku terlihat suram. Seperti suasana hatiku belakangan ini.
JEDYAR!
Suara petir membuat mataku terpejam karena ketakutan. Seketika aku mengingat Juno yang selalu datang menemaniku ketika petir menggangguku. Ia bukanlah seorang pahlawan pengusir petir. Ia hanyalah Junoku yang selalu membuatku nyaman dan melupakan bahwa petir tengah mengamuk di atas sana. Ia membuatku merasa aman. Juno selalu begitu.
It's a quarter after one, I'm all alone and I need you now.
Said I wouldn't call but I've lost all control and I need you now.
And I don't know how I can do without.
I just need you now.
Kudial nomornya dan berharap ia segera mengangkatnya. Aku membutuhkannya. Aku ingin ia berada di sini menemaniku. Menghalau ketakutanku. Menjanjikan keamanan untukku. Aku butuh Junoku.
"Juno," ucapku ketika kudengar suara Juno di seberang sana.
"Hai Nora, ada apa?"
"Gue takut," ucapku terisak. "Gue butuh lo."
"Nora jangan nangis, lo nggak bakalan kenapa-napa." Dari suaranya kutahu bahwa ia khawatir. Aku menyukainya yang mengkhawatirkanku. "Petir nggak bakalan nyambar lo, Ra. Gue janji, lo nggak bakalan kenapa-napa."
Juno tahu bahwa aku takut terhadap petir. Dan aku tak keberatan membagikan ketakutanku kepadanya. Karena bagiku, hanya Juno yang mampu melindungiku dari ketakutanku sendiri.
"Tapi gue takut, Juno. Lo bisa kan, datang ke rumah gue. Gue sendirian," ucapku lirih dengan air mata yang sudah membanjiri pipiku.
"Gue...." Juno terdiam yang membuat jantungku seolah berhenti berdetak. Dia terdiam ketika aku membutuhkannya.
"Juno udahan dong, taruh hapenya. Terus makan."
Aku mengenal suara itu. Itu adalah suara Gea, pacar Juno.
"Gue nggak bisa ke sana sekarang. Nanti habis pulang dari kafe, gue langsung ke rumah lo. Ini juga masih hujan, Nora," ucap Juno yang membuat air mataku semakin mengalir deras. Juno mengabaikanku. "Petir nggak bakalan ngapa-ngapain lo. Gue janji. Lo bakalan baik-baik saja."
Dia selalu datang dan menawarkan dunianya kepadaku. Aku menyukai dunianya. Tapi aku tak pernah ditakdirkan berada di sana. Karena dunianya sekarang sudah terisi Gea. Dunia Juno sudah penuh dengan Gea. Tak ada tepat lagi untukku di sana.
Juno tak akan pernah datang lagi ketika aku membutuhkannya. Dia tak akan pernah ada lagi untukku.
Mungkin inilah saatnya diriku menghalau perasaan aneh yang selalu kurasakan ketika ada dia. Menekan dalam-dalam perasaan aneh tersebut. Mengurungnya ke bagian tersudut hatiku. Menguncinya agar tidak menjalar ke mana-mana. Melupakannya dan seolah tak pernah ada.
Namun jika boleh jujur, perasaan aneh itu rasanya indah. Membuatku tersenyum ketika memikirkannya. Membuat perutku tergelitik geli dan tertawa. Membuat detakan jantungku berirama. Membuatku lupa dan bahagia.
Aku menyukainya. Menyukai perasan aneh tersebut dan dirinya. Tapi sampai kapanpun aku tak akan pernah mendapatkan cintanya.
Junoku sudah memiliki Gea.
----- T H E E N D ------
Juga dipublish di akun NPC2301
KAMU SEDANG MEMBACA
Alunan Cinta: Song Fiction
Short StoryKumpulan flash fiction berdasarkan sebuah lagu.