Reiva's POV
"Ngapain disini?" Aku menatap dirinya yang sudah berada di hadapanku saat ini.
"Sakit." Dia duduk di hadapanku dan tersenyum dan aku langsung memutar kursiku.
"LUCIA SAKIT?" Jangan sampe Lucia sakit. Jangan sampai gadis manis itu sakit, tapi.. Sakit apa?
"Gak.. Jari aku sakit." Dia menunjukkan tangannya dan aku langsung mendengus kesal.
Apa tidak cukup aku menyemprotnya dengan spray itu kemarin?
"Ini dokter anak Pak, bukan dokter tulang."
"Terus? Kan aku masih anak-anak."
Dia mau nguji kesabaran aku ya? Kalo iya, aku pasti ajak dia naik pesawat terbang, terus di tengah-tengah aku jorokin dia keluar tanpa parasut.
"Halo, Nia... Bawa Pak Leo keluar." Aku menelpon susterku dan sedetik kemudian terdengar ketukan dari luar.
"Bye beb.." Aku hanya bisa terperangah saat dia mengecup pipiku secara cepat sebelum berjalan keluar.
"Nanti aku jemput ya." Tanganku sudah menyentuh pipi tempat dia menciumku.
"Nia, tolong ambil alkohol sama kapas." Tatapanku masih berada pada pintu yang masih terbuka setengah. Beraninya dia mengecup pipiku. Belum pernah ada seseorang yang berani seperti itu padaku!
"Buat apa dok?" Nia menyondorkan kapas dan alkohol padaku.
"Sterilisasi dari kuman." Aku mengelap kapas tersebut ke pipiku sebelum membuangnya.
"Jangan biarin laki-laki itu masuk lagi. Kenapa kamu ngijinin dia masuk sih?"
"Abisnya dia bilang dia itu pacar dokter, dan katanya dia bilang ada hal penting yang mau dibicarin sama dokter." Aku dapat merasakan pipiku menghangat. Dasar laki-laki brengsek. Gak mungkin kalo aku punya pacar semenyebalkan itu!
"Saya gak mungkin punya pacar kayak dia." Aku melepas stetoskop ku dan menaruhnya di atas meja.
"Yakin dok? Dia ganteng, baik, kaya lagi, keturunan prancis lagi."
"Mau keturunan prancis kek, keturunan belanda kek, mau keturunan setengah mutan kek, amit -amit saya punya pacar kek dia." Kok aku bergidik ya denger perkataanku sendiri. Dasar laki-laku bikin darting. Gara-gara dia aku harus minum obat lagi agar aku gak cepet mati gara-gara darah tinggi.
"Nia, saya keluar dulu." Aku bosan mendengar ceramah susterku tentang betapa tampannya Leo itu dan blablabla.. Sebenarnya dia kena santet apaan sih sama laki-laki iblis itu nyampe ngomongnya tentang dia mulu?
"Hai beb." Aku menghela nafas panjang. Aku disantet apaan sih nyampe dimana-mana ketemu setan mulu?
"Kok pergi?" Dia menahan tanganku saat aku melewatinya. Siapa suruh punya muka nyebelin?
"Punya pacar dingin gak enak ya ternyata." Celetuknya membuatku mendongak.
"Aku bukan pacar kamu!"
"Siapa yang bilang kamu pacar aku?" Kulirik dia yang sudah tersenyum puas. Sial. Kenapa pipiku memerah sih? Dasar iblis prancis ngeselin.
"Terserah aja lah." Aku berjalan menjauhi dirinya dan dia kembali mendekat. Ini orang atau glutex sih? Kerjaannya nempel mulu.
"Pacaran yuk."
"Mati aja sana."
Dia tertawa keras, dan aku melirik kearahnya keras. Ngapain sih ketawa nyampe kayak gitu? Apa dia anggep tadi itu cuma lelucon doang?
"Kamu marah ya sama aku?" Dia menahan tanganku tepat di depan lapangan parkir rumah sakit.
"Bodo." Dengan sekali sentakkan dariku, tangannya lepas dan aku berlari menjauh. Damn these high heels.
BRUKK..
Tubuhku terhempas mundur sebelum sebuah tangan menarikku kembali. "Maafkan aku." Aku mendongak, menatap laki-laki lain yang baru saja menubrukku.
"Ko Dean?" Aku hanya bisa terperangah menatap laki-laki jangkung di hadapanku.
"Reiva?" Dia terdiam sebelum mengulas sebuah senyum yang membuatku tersipu. Sudah lama aku tidak bertemu dengannya, dan kenapa dia selalu dapat membuatku tersipu?
"Kapan koko balik?"
"Tadi malem. Tadi aku ngunjungin kamu, kamu nya lagi di rumah sakit, jadi aku cari kamu kesini."
"Koko nyari aku?" Kenapa aku tersipu-sipu gini sih denger kalo Ko Dean nyari aku kesini?
"Iya Rere." Dia mengacak-ngacak rambutku pelan. Betapa aku kangen dengan dirinya, segala senyumannya, tawanya, tingkah lakunya dan nama panggilan spesialnya untukku.
"Reiva kangen." Aku merapihkan rambutku lagi saat Ko Dean membuka tangannya lebar-lebar.
"Kalo kangen peluk dong. Koko juga kangen."
"Kangen bangetttt ma koko." Tentu saja aku menghambur ke pelukannya. Ini kesempatan yang gak akan pernah aku lewatin tau.
"Reiva, kamu-" Suara itu.. Kenapa dia masih ada disini sih? Dasar pemain figuran yang merusak suasana.
"Pa?" Kenapa aku gak bisa lebih sinis lagi sih?
"Lo siapa?" Tatapan si iblis sialan itu berpindah pada Ko Dean dan Ko Dean juga sudah mengeluarkan tatapan tajamnya pada si iblis sialan.
"Gue Leo, dinobatkan sebagai laki-laki paling tampan 2016 di Asia dan Eropa." Dia tersenyum manis dan mengulurkan tangannya pada Ko Dean. Aku hanya bisa menghela nafas dan menggelengkan kepalaku. Mau wajah setampan apa, tapi kalo emang sikap aib gak bisa ditutup tutupin dah.
"Gue Dean.Laki-laki paling tampan di hati Reiva." Aku hanya bisa memerah saat mendengarnya. Gila, aku gak tau bagaimana keadaan wajahku saat ini. Ko Dean tersenyum dan menjabatnya pelan, membuat wajah si iblis itu semakin kesal. Emang dia kenapa sih?
"Ikut. Aku. Sekarang." Tiba-tiba si iblis prancis itu menarik tanganku dan menarikku pergi. Sementara Ko Dean hanya terdiam bingung, dan kemudian menghela nafas dan melambai ke arahku. Aku menggumamkan kata maaf kepadanya dan dia memberi gestur untuk menelponnya nanti malam.
Tatapanku kembali pada si iblis yang sudah menyentakkan tanganku dan menatapku tajam. Jujur, dia malah terlihat sangat tampan jika dilihat dari jarak dekat seperti ini, dan setiap aku melihat laki-laki tampan pasti jantung ini tak pernah bisa dikontrol. Dan kenapa aku malah merasa deg-deg an dibanding takut?
"Kenapa kamu deket-deket si Dean itu?" Dia menaruh kedua tangannya di sebelahku dan aku hanya bisa terdiam saat tubuhku tak bisa menemukan jalan lain. Semuanya terhimpit oleh mobil dan dirinya.
"Mending kali daripada deket-deket sama kamu. Udah ah cape hati aku ngomong. Aku mau balik kerja." Aku mendorongnya menjauh, tetapi dia tak bergeming sedikitpun.
"Siapa bilang kamu boleh balik kerja? Reiva, aku kasih tau kamu sekarang. Jangan pernah bermain-main dengan kecemburuanku karena kamu akan tau akibatnya. Jangan pernah deket- deket cowo lain, jangan pernah ngobrol sama mereka, jangan pernah ketawa dengan cowo lain selain aku, dan jarak kalian ngomong harus 2 meter. Dan aku akan nutup semua badan kamu dari kepala sampai kaki." Sumpah, nih orang beneran udah gila.
"Aku mau balik kerja Leo. Misi."
"Saat aku bilang kamu gak boleh pergi itu artinya kamu gak boleh pergi."
Aku hanya bisa terperangah saat dia meraih tengukku dan menciumnya lembut.
Sumpah ini beneran gila.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Perfect Doctor
Chick-LitReiva Suipamarno, dokter anak muda dingin yang jarang berekspresi harus menjadi dokter pribadi dari cicit pertama keluarga Moreteau, keluarga berdarah Prancis, pemilik dari hotel megah dan mewah More Center yang tersebar di seluruh dunia- dan semua...