Chapter 2:
The Party
Reiva's POV
Aku memakai balutan gaun hitam yang selalu kukenakan di setiap pesta seperti ini. Karena pembangunan gedung baru di rumah sakit ini, maka mereka mengadakan sebuah pesta atas selesainya pembangunan dan mengundang seluruh staff di rumah sakit ini termasuk aku, si dokter spesialis anak rumah sakit ini. Dan disinilah aku, menghabiskan malam minggu sambil menggengam segelas jus jeruk di salah satu pojok ruangan, menatap ramainya pesta penyambutan.
Seharusnya aku tidak menyetujui untuk datang jika akhirnya malah seperti ini dan sepertinya aku lebih menyukai berada di dalam apartemenku, menonton serial drama korea terbaru descendants of the sun sambil menggengam sepiring popcorn untuk menghabiskan waktu di malam mingguku ini.
"Dansa?"
"Tidak, terima kasih."
Laki-laki tersebut menjauh dariku dengan hembusan nafas pelan. Aku bukannya tidak ingin berdansa dengannya, aku hanya tidak mood untuk hal itu, bahkan aku tidak mood sama sekali untuk mengikuti acara ini lagi. Tapi apa daya, tebenganku aka suster kepercayaanku sedang besmera-mesraan dengan pacarnya aka lagi si dokter muda spesialis jantung dan hipertensi. Dan jadinya disinilah aku, terjebak di sebuah tempat yang sama sekali tidak kuinginkan."Dansa?"
"Tidak-"
"Aku tidak menerima tidak sebagai jawaban, seharusnya kau ingat itu ma cher sehingga aku tidak harus selalu mengulangnya untukmu."
Suara itu membuatku mendongak, menatap laki-laki yang sudah menyunggingkan senyum kecilnya seperti biasa.Aku membalikkan badanku, berusaha mengacuhkan laki-laki itu seperti biasa. Aku sedang malas untuk bertengkar dengan laki-laki yang selalu berhasil membuatku merasa kesal, bukan hanya kepada dirinya tapi kepada diriku sendiri juga. Kenapa aku selalu termakan dengan omongannya yang menyebalkan itu?
"Tidak ada yang pernah pergi dariku ma cher dan itu termasuk dirimu."
"Terus? Apa yang kau lakukan? Menyeretku ke tengah aula dan memaksaku berdansa denganmu?"
Aku menatapnya kesal, apa yang salah dengan diriku sih? Kenapa setiap perkataan yang dia keluarkan selalu berhasil merusak pengendalian emosiku?
"Kau memang tau apa maksudku." Aku tak tahu apa yang harus kukatakan kepadanya lagi saat dia benar-benar menyeretku ke tengah ruangan. Rasanya semua umpatan yang kutahu tidak cukup untuk mengekspresikan betapa kesalnya diriku padanya.
"Apa?" Tanyanya polos.
Aku menahan geraman diujung tenggorokanku, berusaha bersabar dengan segala tingkahnya yang sok polos dan mulutnya yang benar benar licin itu.Lagu mulai berganti, menjadi sebuah lagu dansa yang membuatku harus merapatkan diri lebih lagi kearahnya. Dengan santainya dia menempatkan kedua tangannya di pinggangku, menahanku untuk melepas diri dari cengkramannya. Aku menempatkan kedua tanganku di pundaknya, mengalihkan tatapanku dari wajahnya yang begitu dekat dengan wajahku saat ini. Aku tak akan pernah mau menatapnya dan mata biru langitnya yang terkutuk itu.
Leo's POV
Aku menuntun wanita di hadapanku ke lantai dansa tapi aku tau kalau gerakan tubuhnya menyatakan: JANGAN DEKAT-DEKAT DENGANKU.
Aku sama sekali tidak mengerti apa kesalahanku padanya, meskipun kedua tangannya berada di bahuku, pandangannya teralihkan ke semua tempat kecuali padaku. Apa susahnya sih menatapku dengan kedua mata itu? Dia benar-benar membuatku merasa greget akan segala tingkahnya yang serba dingin dan misterius itu. Dia bahkan tak menyadari kalau aku berada di sebelahnya, terus menatapnya, dan aku yakin dia tak akan menyadari kehadiranku jika aku tidak memanggilnya tadi. Apa sebenarnya yang dipikirkan wanita ini sampai dia tidak menyadari kehadiranku? Jujur aku belum pernah merasa seterhina seperti ini.
![](https://img.wattpad.com/cover/56189257-288-k950425.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Perfect Doctor
ChickLitReiva Suipamarno, dokter anak muda dingin yang jarang berekspresi harus menjadi dokter pribadi dari cicit pertama keluarga Moreteau, keluarga berdarah Prancis, pemilik dari hotel megah dan mewah More Center yang tersebar di seluruh dunia- dan semua...