The Rude Throat

24 1 0
                                    

Aku lupa sedang apa aku malam itu. Hingga ada satu laki-laki mengirimkan satu pesan di Direct Message ku

"Hey" Ku lihat profile photo nya. Menarik perhatianku

"Hello" Jariku otomatis mengetik kata itu

Senyap

"Intro?" Lelaki itu muncul lagi setelah menghilang beberapa jam.

Aku tulis identitas ku.

Senyap. Senyap lagi.

"I'm his girlfriend. Don't be so bitches!" Rangkaian kalimat itu mengejutkanku ku. Setelah seharian menghilang. Pria itu mengirim text ini. Bukan pria, ini wanitanya, benakku.

"Sorry, your bf is a first sender the direct message" Aku membalas. Membela diri. Aku naik pitam saat itu.

"You shouldn't reply him" Balasnya lagi. Cepat sekali ia membalas.

"Tamu tak akan masuk jika sang tuan rumah tak membukakan pintu, Nona." Aku coba kawal emosi ku sebisa mungkin. Hatiku panas membahang. Lebih panas dari knalpot motor yang baru parkir.

"Tamu nya saja yang tolol."

"Tamu yang pintar pasti berfikir dulu. Where's your brain?"

"You are so wise Hahaha"

Hattrick! Ya, malam itu aku dapat cacian triple combo; Tolol, tak berotak, so bijak. Cacian dari perempuan yang sama sekali tidak aku kenali. Cacian yang terakhir membuatku tergelak. Kenapa dia tau aku suka tonton golden ways, ni?

Macam wasting time lah aku layan kerenah perempuan sengal ini.

"Pasangan yang tak waras"Aku kirim pesan ini pada sahabatku. Dengan gambar screenshot nya pula.

Sahabatku gelak 'hahaha' banyak sekali.

Lalu membantuku menuntaskan perdebatan ku dengan perempuan sakit jiwa itu. Karena jika terus dilayan, hingga Januari pun perdebatan bodoh ini tak akan pernah selesai.

Finally aku yang mengucapkan maaf, dan mengatakan padanya untuk menjaga lelakinya properly.

Its OK. Aku mengalah. Aku hanya tak punya banyak waktu untuk membalas pesan dari perempuan kasar itu.

Aku menyesal.

Terlalu terobsesi dengan hal yang tak perlu diobsesikan.

Aku diam-diam berterimakasih pada hell girl itu. Sebab membuatku sadar, aku selama ini terlalu terobsesi.

Hingga aku harus berurusan dengan perempuan the rude throat itu, ah ia sememangnya tak berbicara langsung padaku. Seharusnya perempuan si jari kasar. Karena ia senang mengetik makian. The rude fingers.

Aku salah memberi judul.

Perfect TragedyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang