Kinan mengamatiku secara intens.
“Lea, dengar! Kita bisa menggaet pria tajir di pesta itu. Kamu tahu kan, Kania Wilhemina si anak konglomerat itu gaulnya ga tanggung-tanggung. Kalangan jetset semua, bok!”
Aku malas mendengar celotehannya yang tak bermutu itu. Aku sih asyik-asyik aja dengan novel paulo coelho di hadapanku ini. Ah, andai saja kisahku happy seperti di kebanyakan novel romance. Hidup terjamin dengan pasangan yang cinta mati yang entah bagaimana si perempuan mengeluarkan inner beautynya.
Kesal karena tak mendapat perhatianku, akhirnya dengan tega Kinan merampas novelku lalu memasukannya ke dalam tasnya lalu ia melenggang pergi.
“Hey, Kinan kau boleh pergi tapi kembalikan dulu novelku” Seru ku sambil mengejarnya.
Ku tarik rambutnya yang berwarna hitam dan panjang sepunggung. Kinan pun menjerit keras dan berhenti berlari. Ku tahu, satu-satunya kelemahan Kinan terletak pada rambutnya. Karena ia begitu bangga pada rambutnya yang tampak hitam dan sehat walaupun jarang merawatnya ke salon kecantikan. Kinan lebih percaya pada ramuan alami yang berasal dari lidah buaya, kemiri dan bahan dari alam lainnya. Tak heran rambutnya tumbuh bagus serta lebat.
Setelah aku melepaskan rambutnya Kinan menjitak kepalaku dengan keras sampai aku meringis. Kinan memang ratu tega.
Kinan mengeringai, “Kita impas Kalea! Kau menarik rambutku dan aku menjitakmu.. hehe”
“Ugh, tak lucu Kinan! Kau menyebalkan sekali” runtukku sambil mengelus kepalaku yang berdenyut-denyut akibat jitakan mautnya.
Kinan kembali merayu untuk entah keberapa kalinya.
“Ayolah Kalea, kali ini saja kau mau menurutiku. Aku yakin setelahnya kamu tak akan menyesal dan akan terkenang. Kapan lagi keluarga Kania Wilhemina mengundang kita.”
Aku mencibir, “Sejak kapan kau mulai menjadi Nona kaya raya? Mimpi mu terlalu jauh, Kinan. Ingat kita hanya pelayan Sweet love Cafe! Tak lebih dan tak kurang!”
“Ya..Ya.. terserah lah katamu. Memang kita hanya pelayan, tapi tampang kita jauh diatas rata-rata untuk disebut pelayan, Kalea sayang”
Aku mulai mencium aroma yang tak beres dibalik ucapannya yang mengandung berbagai macam artian.
“Apa rencanamu?”
Lalu Kinan mengeluarkan secarik kertas dari dalam tasnya.
***
Dan kini aku berada ditengah-tengah kaum borjuis. Wangi parfum berseliweran sangat memekakkan indra penciumanku. Dari tadi aku sibuk berputar kesana-kemari dengan membawa baki yang berisi minuman dengan gelas-gelas ramping berwarna-warni yang ku yakin pasti harga minuman ini bila dijumlahkan akan jauh berbeda berkali-kali lipat dengan gaji bulananku.
Sebenarnya aku dan Kinan tidak bekerja secara resmi di keluarga Wilhemina, namun kenalan kami Pak Kafkaeri yang notabene kepala urusan rumah tangga Wilhemina, meminta kami ikut andil dalam acara ini. Acara pertunangan anak sulung Wihelmina, yaitu Kania Wihelmina. Karena pihak keluarga ingin serba sempurna, maka seluruh pembantu pun bekerja keras dan untungnya mereka kekurangan orang, oleh karena itu aku dan Kinan bisa bekerja disini.
Sambil memamerkan senyum, aku tak lelah membawa baki yang ku taksir beratnya mencapai 2 kilo. Namun, dari tadi aku berkeliling, selama itu aku tak melihat Kinan. Kemana ya dia? Padahal aku mau bekerja tambahan seperti ini gara-gara dia. Awas saja kalau ia tak jadi dengan rencana gilanya. Dan mau tak mau aku juga harus memakai kacamata jengkol milik Opa Kusnadi dengan minus yang tinggi untuk menyamarkan wajahku ini. Dan entah pula apa yang Kinan rencanakan. Kalau aku tak menurutinya, pasti ia bakalan ngamuk dan pensiun jadi sahabatku.
Karena penglihatanku yang masih normal dipaksa untuk memakai kacamata minus, alhasil entah berapa puluh kali aku menyenggol para tamu dengan baki jumbo yang kupegang ini. Dan untungnya aku belum melakukan hal yang fatal, seperti menumpahkan minuman ke salah satu pengunjung karena keteledoranku. Kalau saja aku berhasil memporakporandakan dengan menumpahkan baki, kupastikan hidupku bakalan tak nyaman untuk dilewati.
2 jam sudah aku membawa baki akhirnya aku bisa istirahat juga. Baru saja aku duduk di kursi dapur, seseorang dengan gaun merah menyambar tanganku cepat dan menarikku untuk masuk ke sebuah ruangan yang gelap dan penuh debu. Ketika lampu dinyalakan, tampaklah sosok Kinan dengan gaun tali spageti merah mini dengan tatanan rambut yang rapi jali. Aku sampai pangling melihat penampilannya kini.
“Kinan?”
Kinan mengangguk, “Tak usah heboh Kalea, cepat ganti baju lalu aku dandani kamu. Waktu kita tak banyak”
Lalu Kinan menyambar Gaun strapless ungu yang sangat cantik untuk kupakai. Kinan juga sudah mempersiapkan highheels warna emas dan clutch bag dengan warna yang senada dengan high heels ku. Tak banyak aplikasi make-up yang Kinan pulas ke wajahku. Ia cukup mengerti dengan keenggananku untuk memakai make up tebal.
Dan inilah aku si pelayan kacamata jengkol tadi, yang menjelma menjadi wanita cantik dengan gaun yang sangat indah untuk ikut berpesta.
Rasa marah yang aku tumpuk untuk Kinan telah sirna. Dengan persiapannya untuk berpesta serta gaun ini yang entah darimana Kinan dapatkan, aku jadi melupakan marahku untuknya.
“Kal, pesta formal bakal selesai 5 menit lagi. Acara diteruskan dengan acara khusus untuk kalangan muda dan tenang saja para orang tua akan meninggalkan acara ini. Pastikan ada lelaki tajir yang kau mangsa ya.” Ujar Kiran sambil mematut dirinya dihadapan kaca.
Aku mendengus namun, tiba-tiba ide itu muncul saja dalam benakku. Hatiku merasa hangat akan ide ku ini, dan kuharap semuanya bakalan berjalan lancar.
***
YOU ARE READING
One Night
Romance"Dasar gadis keledai" umpat lelaki tampan dihadapanku ini. Aku mengernyit. Keledai? "Apa maksud mu mengejekku gadis keledai?" ucapku dengan suara tertahan karena rasa marah yang berdenyut sampai keubun-ubun. this story only for 18+