Sepucuk Surat Untuk Malaikat Tak Bersayap

655 16 1
                                    

Oleh Diah Amita Octaviany

Ibu…
Lembut belaian kasihmu tak akan pernah terganti. Tak akan ada yang mampu menggantikan sentuhan lembutmu, tutur kata indah nan santunmu, kasih sayang yang tiada henti kau curahkan, dan sikap terpuji yang telah kau teladankan pada buah hatimu ini.

Ibu...
Kau adalah malaikat tak bersayapku. Pelita dalam kegelapan. Mutiara di dalam hatiku. Kasih sayangmu adalah kasih sayang abadi yang tak akan pernah tergantikan dan tak akan pernah hilang ditelan oleh waktu. Perjuanganmu adalah perjuangan pahlawan sejati di dalam hidupku. Kau rela gerak tidak bebas karena telah mengandungku. Kau rela bertaruh nyawa untuk melahirkanku. Kau rela tidurmu tidak nyenyak karena tangisanku di tengah malam.

Ibu...
Satu hal yang selalu ku ingat sepanjang hidupku. Kala aku berusia 4 tahun. Aku ingin sekali memiliki sepeda roda tiga seperti kawan-kawan lainnya. Kau pun berusaha untuk menuruti keinginanku. Namun, di tengah perjalanan ada sebuah kecelakaan kecil yang mengharuskan aku kehilangan seruas jari telunjukku. Kau tahu kata yang selalu ku ingat hingga kini aku tumbuh menjadi dewasa. ”Dok, aku rela apabila kau mengambil telunjukku untuk menggantikan telunjuk anakku”. Semua itu tak akan mungkin bisa terjadi karena kita memiliki tulang yang berbeda. Kau tahu Bu, saat itu aku enggan sekali untuk menangis bukan karena aku tak merasakan sakit. Namun, aku memilih diam karena aku tak ingin melihat hatimu semakin tersayat karena keadaanku. Sungguh kasih sayangmu tak akan pernah bisa ku hitung meski aku meminjam seluruh jari jemari yang ada di dunia ini.

Ibu...
Lelah wajahmu nampak jelas pada kulitmu yang mulai mengeriput ditelan oleh usia. Keringat yang mengucur karena kesibukanmu tak pernah kau keluhkan. Kau selalu menampakkan senyum terindah padaku serasa tak ada sesal untuk semua hal yang harus kau lalui. Setiap jengkal langkah yang ku lalui selalu kau iringi dengan do’a-do’a terindah.

Maaf Ibu...
Ya, hanya kata maaf yang mampu ku ucapkan atas segala keterbatasan diri ini.
Maaf atas tutur kata yang pernah menggores luka di hatimu, maaf atas sikapku yang terkadang membuatmu kesal dan kecewa, maaf atas diri yang masih belum bisa membanggakanmu dengan segudang prestasi. Tapi Bu, andai kau tahu saat ini buah hatimu ini sedang berjuang merajut asa menggapai mimpi-mimpi yang terangkai indah.

Maaf Ibu...
Jika tidak ada kata spesial di hari Ibu. Tidak ada sebungkus kado. Ataupun tidak ada bunga mawar terindah untukmu. Karena bagiku kau lebih berharga dari itu semua. Aku menyayangimu tak terbatas oleh waktu. Aku menyayangimu selamanya hingga nafas ini tak mampu berhembus lagi. Hingga raga ini terpisah oleh nyawa. Hingga raga ini terpendam dalam gundukan tanah. Aku tetap menyayangimu. You are my everything... Ibu...

Terima kasih Ibu...
Terima kasih atas segala kasih sayang yang selalu kau curahkan.
Terima kasih atas semua perjuanganmu untuk diriku.
Terima kasih telah mengajarkanku arti sabar dan ikhlas yang sesungguhnya.
Hanya lantunan do’a yang bisa aku panjatkan untukmu.   
Hanya pengorbanan kecil yang dapat ku persembahkan untukmu.
Hanya sebatas itu.

Ya Allah ...
Sayangi Ibu, kasihi Ibu, ridhoi Ibu. Jadikan Ibu selalu berada dalam ketaatan kepada-Mu. Jadikan syurga-Mu tempat Ibu bernaung di akhirat nanti, dan kumpulkanlah kami bersama di Syurga-Mu nanti. Aamiin...

Surabaya, 19 Desember 2015

Buah hatimu tercinta

Sepucuk Surat Untuk Malaikat Tanpa SayapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang