Vanessa Torren: El Fortuna

52 4 0
                                    

"Some nights are made for torture, or reflection, or the savoring of loneliness."

-Poppy Z. Brite

File [30072207100]
Doc4
Subject: Vanessa Torren

Tes

Air itu berlarian di permukaan kulitku, lalu terjatuh di ujung jemariku.

Tes

Setiap suaranya menimbulkan gema di tempat yang sepi ini.

Gelap.

Mataku terpejam.

Tidak-- aku tidak mau membukanya.
Aku takut melihat apa yang ada di depanku.

Tubuhku terasa begitu dingin. Beku. Panas dari sakit itu sudah hilang, tapi tangan dan kakiku terasa lumpuh.

Kuberanikan mataku untuk terbuka.

Aku masih duduk di kursi itu, selang-selang itu masih tertanam dalam kulitku. Cahaya temaram menerangi tubuhku.

"Katakan," bisik pria itu. Suaranya rendah, mengancam.

"Tidak." Suaraku yakin. Tegas.

"Pengkhianat," desisnya. Ia menghantamkan tinjunya ke dinding. "Pengkhianat!" Aku bisa merasakan cairan itu dimasukkan secara paksa kedalam tubuhku mataku terputar kedalam, dan tubuhku mengejang hebat.

"KAU DARI AMERIKA!" Bentaknya. Aksen Eropa terdengar jelas di lidahnya.

"Tidak." Ujarku, lebih pelan dari bisikkan. "Aku dari Syiria. Namaku Vannesa Amena Torren. Ayahku lahir di Amerika. Tapi tidak. Ini bukan soal kenegaraan. Aku dulunya memang berpihak pada Amerika. Tapi--"

"Blah, blah, blah. Persetan." ia menjambak rambutku begitu kulitku mulai terasa terbakar dari apapun yang ia masukkan di tubuhku,"katakan semua yang kau tahu dari Rusia. SEMUANYA!"

"Tidak akan," ujarku. "Kalian orang Amerika sama saja."

Pisau tumpul itu menggoreskan ujungnya ke kulitku perlahan.

"Katakan."

Aku tertawa, kering dan kosong. "kau tidak akan mendapatkan apapun dari menyakitiku. Tidak satu katapun."

"Begitu, ya?" Ia menggores lebih dalam. Aku meringis menahan rasa sakit.

"Aku punya ide yang lebih baik daripada membunuhmu. Lihat saja nanti."

Aku menggeram marah. Kutarik selang itu dari tubuhku. Darah mengalir dari bekas lubang itu, tapi tidak terlalu deras.

Aku berjalan--terpincang-pincang, maksudnya-- menuju pintu yang ada di sisi ruangan-- dan keluar.

Yang aku lihat mengejutkanku.

Tidak ada penjaga-- tidak ada senapan.

Hanya ada pria, wanita dan anak-anak dengan tubuh kotor dan dipenuhi luka.

Wanita-wanita tua dengan mata sedih dan bengkak menggaruk-garuk lantai marmer dengan kuku mereka yang patah.

Anak-anak yang kehilangan keceriaannya, meringkuk seperti bayi dan duduk bagaikan anjing.

Laki-laki dengan tubuh kurus dan pipi cekung, dan mata berkantung mereka yang menatap kesana-kemari tidak fokus.

Dan mata-mata mereka-- itu semua meyayat hati. Beberapa tampak kosong-- seperti cahaya yang ada di sana telah hancur dan dibawa pergi oleh orang-orang yang ada di belakang dinding ini. Beberapa tampak retak, berusaha keras agar tidak pecah.

Dying WishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang