Chapter 1

553 20 10
                                    

Alviera Natasha

Tuhan mungkin memang adil.Dia memberiku kesempatan untuk hidup dan memiliki saudara.Apalagi saudaraku itu kembaranku sendiri.Tapi disisi lain,hidup ini memang tidak adil.Kenapa saudara kembarku laki-laki yang nyaris segala sifat baik ada padanya.

Tapi aku heran,sifat kami menurut jenis kelamin berbalik.Hah?jangan pikir dia punya sifat perempuan.Maksudku bukan mengarah kesana.Dia cowok berkacamata dan berbadan atletis.Ha?jangan pikir lagi dia itu pintar dan jago olahraga.Matanya minus karena selalu menghabiskan waktu dengan bermain game bukan untuk belajar.Dan badannya atletis bukan karena mengikuti ekskul basket atau futsal,tapi karena Ayah selalu menyuruhnya ke GYM setiap minggu bersama sepupuku.Dia sama sekali tidak peduli dengan manfaat punya badan atletis.Lah terus ngapain ke GYM?Ardy anak yang penurut.

Selain itu,sebagai saudara- kembar-yang- jauh-dari-kata akrab,kami selalu menutup-nutupi kalau kami sebenarnya kembar di sekolah.Bukannya gak mau punya kembaran cowok atletis dan keren.Hanya saja hey,mungkin kami tidak akan pernah bersatu karena perbedaan sifat yang sejauh langit dan bumi.Kamu boleh saja nge-fans sama Ardy karena dia keren,cool,atau apalah.Tapi coba kenal dia lebih mendetail,emmm ralat,mendekat seperti aku.Ardy itu cowok pendiam.Dia lebih memilih bermeditasi di kamar ketika semua teman-temannya menghabiskan waktu dengan balap liar(ekhhhm,maaf ini bukan sinetron)clubing,dan lain sebagainya.Dalam sejarah persaudaraan kami,hanya sekali aku melihat dia pergi bersama teman-temannya.Dan itu hanya untuk membeli VCD game.

Ardy itu baik.Ralat,baik banget.Sangkin baiknya jadi bikin muak.Di suatu sore,ketika Mama mengajak kami ke supermarket dan saat itu hujan turun sangat deras.Dan pada saat kami memasuki mobil,seekor burung kecil tergeletak tak berdaya di jalan raya.Aku tak kenal jenis burung apa itu dan aku tak peduli.Ardy yang sedari tadi duduk disampingku dengan mata berkaca-kaca menyaksikan kejadian menyedihkan itu.

"Kasihan ya,burungnya."kata Mama.

"Udah emang ajalnya,kok."balasku cuek.Aku menengok kembali kearah Ardy,air matanya membasahi pipi sambil gigit jari.Entah apa yang ada dipikirannya,Ardy membuka pintu mobil dan berlari menuju jalan raya.Aku dapat melihatnya dari kaca sedang meratapi burung yang sakaratul maut.Ardy basah kuyup masuk ke mobil sambil mendekap burung tersebut.

"Ngapain sih,Dy?"aku menjauhkan jarak darinya.

"Syukurlah kamu masih hidup,aku adalah penyelamatmu di siang hari yang kelam ini.Kamu baik-baik aja,kan?Oh,kakimu patah."katanya pada si burung.Menjijikkan.

"Biarin dia kenapa,sih?"kataku sewot.

"Ma,aku boleh rawat dia,ya."wait,what?

"Boleh jika kamu rawat dengan benar."balas Mama.

"Gak,aku gak mau ada burung di rumah!"bantahku.

Ardy balas sambil tersenyum "Aku gak buat di rumah,kok."

JENGJENGJENG!Kenyataannya Ardy merawat burung tersebut di kamarnya.

"Ardy Gilaaaa!"

Burung itu sempat membuatku ingin membunuhnya.Pasalnya Ardy selalu membawa burung itu kemana-kemana.Karena kamarku dan Ardy bersebelahan,entah darimana burung itu masuk ke kamarku.Aku kesal setengah mati.Timbullah niat jahat untuk membuang burung itu,atau sekalian di goreng biar gak balik lagi.

Tapi aku tak perlu merencanakan itu semua karena memang sudah tiba saatnya burung itu untuk pergi.Bukan keinginan Ardy,burung itu terbang ketika sarangnya terbuka.

Setelah perginya burung itu,kukira hidupku akan tenang begitu saja.

"Aku dapat anak kucing ini hampir di makan kucing lain."kata Ardy dengan polosnya ketika makan siang.Dan satu hal lagi,Apa populasi anjing di dunia ini sudah berkurang?

TwinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang