Halo, pertama-tama aku cuman mau bilang ini cerita teen fiction pertama aku, jadi... maafkan jika ada salah kata
:)
Tinggalkan jejak a.k.a vomment^^
...
O N E
"Nad, ayok ke Gramed," rengek Bria sedari tadi sambil terus menerus menarik pergelangan tangan Nadhira
"Gak mau!" Nadhira harus mati-matian agar bisa lepas dari cengkeraman kuat Bria
"Kenapaaa?" Bria masih merengek
"Kan gue udah bilang tadi, gue ada tugas yang belum selesai, besok udah harus dikumpulin, Neng." Jelas Nadhira
"Ya Allah, cuman sebentar doang, kok, Nad, please." Mohon Bria
"Sekalinya gak, ya tetap gak! Udah nggak bisa diganggu gugat!" Tegas Nadhira
Bria cemberut dan melepaskan genggaman dari tangan Nadhira, lalu keluar dari kamar Nadhira dan menemui Mama dari sahabatnya.
"Lho, kamu kenapa, Bri?" Tanya Mama Nadhira yang sedang mengiris apel menjadi beberapa bagian.
"Nadhira nya gak mau diajak jalan, tuh Tan. Aku pergi dulu ya, Assalamualaikum." Bria menyalami tangan Mama Nadhira dan pergi
"Wa alaikum salam" gumam Mama Nadhira masih heran
Bria memasuki mobilnya dan menghela napas panjang. Gue sama siapa nih.
Ia menyelipkan rambutnya dan mendongak melihat kaca didepan kepalanya. Setelah itu, menyalakan mesin mobil dan mulai mengemudi.
◀▲▶
Karcis yang keluar dari sebuah mesin lantas Bria ambil dan masuk mencari tempat parkir untuk mobilnya. Ia memukul bagian depan stir mobilnya dan komat-kamit. "Semoga dapat parkiran, amin."
Bria tersenyum puas, doanya manjur setelah hanya tiga menit ia mencari tempat parkir dan dapat dengan sedikit sogokan untuk tukang parkir, dua ribu. Untung tukang parkirnya mau, masalahnya dibelakang tulisannya terdapat kata, 'no tip'.
Ia memasuki mall besar ini seorang diri, tadi, setelah ia pikir kembali, lebih baik dia sendirian saja daripada mengajak siapapun tapi bawel.
Tentunya tidak seperti cowok yang jika sudah menentukan tujuannya langsung dilaksanakan, Bria memutari mall, menaiki dan menuruni lift, membeli ice cream, atau melihat baju dengan diskon besar besaran.
Ia akhirnya capek dan menyerah lantas ia duduk di meja yang tak ia pedulikan punya siapa dan melihat jam yang tertera di ponsel nya. Sudah sore, Bria terburu-buru bangkit mengingat rencana awalnya untuk ke toko buku.
Bria menaiki lift ke lantai tiga dan ke toko buku, saat sampai ia langsung masuk dan melihat buku keluaran terbaru di bagian new arrival atau novel best seller. Tapi sebelumnya, ia mengambil tas khusus yang disiapkan Gramedia untuk menaruh buku.
Bria paling suka dengan hal berbau remaja dan tentunya fiksi. Sekalinya baca, ia akan baper berlebihan sampai bisa seminggu. Atau kadang senyum sendiri.
Bria melihat ke bagian novel teenlit dan melihat kebagian belakang melihat isi dari sinopsis cerita.
Setelahnya, Bria mendapat dua buku yang menarik minatnya, tetapi bingung, ia ingin membeli satu saja. Bria tak sadar makin lama ia makin mundur demi melihat lagi rak buku yang dipenuhi novel teenlit kesukaannya. Sampai punggungnya bertabrakan dengan dada bidang dan--
Tunggu dulu, dada bidang? Bria lantas menoleh siapa yang tadi tak sengaja ia tabrak. "Eh sori ya," Ia mendongak ke pemilik dada bidang itu. Bria sedikit terperangah, "G-gue gak sengaja." Lanjutnya.
Pria dihadapannya hanya diam menatap lurus Bria. Membuat Bria gugup setengah mati. Dan yang tanpa kesadaran Bria, buku satunya yang Bria tadi masih genggam jatuh ke tas miliknya yang belum ditutup saat ia mengambil ponselnya di meja tadi.
Bria lantas tersenyum canggung dan menyingkirkan dirinya dari pria tadi lalu ke tempat kasir.
Di perjalanannya ke tempat kasir, ia melihat tangannya yang hanya menggenggam satu buku saja. Ah, udah gue taruh kali ya yang satunya.
Mbak-mbak kasir itu melihat Bria dan menyebutkan bilangan angka atas harga dari buku yang Bria beli. Bria mengeluarkan uangnya dan berjalan keluar sebelum akhirnya bel bunyi dari toko buku tersebut berbunyi saat Bria ingin keluar.
Orang-orang yang melihat atau membeli buku lantas menengok ke arah Bria yang seperti kebingungan.
Sedangkan Bria sendiri, tak tau harus melakukan apa. Kayaknya gue dikerjain, kamera nya dimana? Tapi kok...
Bria tak habis pikir, karena tiba-tiba satpam memegang lengan Bria. "Eh Pak, apa-apaan sih? Kok saya ditangkap?"
"Anda mungkin telah mencuri buku dari toko ini, coba saya periksa tas anda."
Bria menyerahkan tas miliknya dan satpam itu mengecheck lalu mengeluarkan buku yang tadi Bria ingin sempat beli. Bria melotot. Kok bisa?
"Dih, saya gak nyuri, Pak. Saya anaknya sholehah kok," Ucap Bria, orang-orang masih senantiasa melihat acara curi-mencuri live yang mereka tonton.
"Tidak bisa, saya akan membawa kamu ke kantor polisi sekarang juga."
"Tapi Pak, emang--"
"Sudah jangan banyak omong!" Satpam itu memegang lengan Bria dan membawanya ke tempat tujuan.
◀▲▶
"Jadi kamu benar mencuri?" Pak Polisi dengan pipi lebar dan kumis yang lebat di goyang kan bertanya
Bria menghela napas lelah. "Kan daritadi saya bilang, saya tidak mencuri Pak. Ya Allah sabarkan Bria." Ucapnya dengan kalimat terakhir bergumam
"Tapi itu buktinya!" Ucap Pak Polisi itu menunjuk ke arah buku yang dibawa juga untuk barang bukti.
"Terserah Bapak, ih! Saya kan udah bilang saya tuh gak nyuri!" Bria mulai tak betah dengan akhirnya nyolot.
"Tapi itu--"
"Permisi Pak maaf menganggu, diluar ada orang yang mengaku menjadi saksi dari segala kejadian ini." Ucap Pak Polisi yang lain, mungkin bawahan Pak Polisi berkumis tebal.
"Suruh dia masuk."
Bria sudah tak peduli dengan sekarang, yang penting dia ingin keluar dari ruangan yang hanya mempunyai sedikit penerangan ini.
Langkah kaki masuk, refleks membuat Bria menoleh. Mata Bria melotot dan melebar melihat keajaiban didepan nya. Malaikat...
"Permisi Pak, saya saksi nya."
Pak Polisi mengangguk. "Jelaskan semuanya secara detail."
Dia berdeham. "Jadi awal kejadiannya begini..."
◀▲▶
"Terima kasih banyak atas perhatiannya, Pak. Kami duluan."
Bria dan Cowok yang tadi ternyata ia tabrak adalah saksi nya itu keluar dari ruangan kurang penerangan itu.
Setelah cowok ini yang sempat ia sebutkan namanya didepan Pak Polisi bernama Raga menjelaskan secara detail, Pak Polisi mengartikan ini semua hanya salah paham dan satpam yang bagi Bria bego itu belum melihat CCTV jadi main asal menangkap saja.
Mulut Bria terasa kering untuk sekedar berucap sejak Raga masuk ke dalam ruangan.
Ia berdeham pelan, sebenarnya jantungnya berdebar kencang. "Ra-ga," ucapnya putus-putus sehingga membuatnya merasa aneh, Raga berhenti dan menoleh ke arah Bria membuat napas Bria tercekat, "Eh itu, eng gue mau ngomong makasih banyak tadi u-udah ngebantu." Bria bisa bernapas lega saat ia sudah selesai berbicara.
Keheningan menemani Raga dan Bria beberapa detik sampai akhirnya Raga memajukan kepalanya dan suara es Raga memulai semuanya.
"Lo kira makasih doang tuh cukup?"
KAMU SEDANG MEMBACA
We Meet
Teen FictionSebuah pertemuan tak sengaja yang menjengkelkan bagi Bria terjadi. Masalahnya, ia harus sampai berurusan dengan polisi berkumis lebat. Apalagi pria yang tak sengaja bertemu dengannya itu adalah seorang editor yang akan membantu Bria untuk menyeles...