"Tar-ntar gue ceritain. Sekarang gue napas aja engap. Panas banget kayak di oven tau gak!"
Aku yakin semua orang yang lagi ada di posisi kita sekarang bakal ngomong begitu. Jadi aku gak mau memperkeruh suasana. Aku balik ke kegiatan awal. Meratapi jam di atas podium.
Setengah jam lagi kira-kira kita harus nemenin si tiang bendera. Itu juga aku masih bersyukur tadi dapat benda berharga dari si Kak Dia.
Sebuah topi.
Masih lebih mending. Dibandingkan kepalanya Sasha. Udah mendidih. Aku takut sebentar lagi meledak.
Sekarang udah mau abis pelajarannya Bu Tika. Beliau biasa ngasih kita pelajaran terkutuk sepanjang masa,
Kimia.
Teman-temanku suka pelajaran itu karna mereka bilang nggak terlalu sulit. Tapi bagiku masih lebih baik belajar Matematika. Entah kenapa otakku tidak bisa menyerap dengan baik saat belajar kimia.
Teng tong teng tong teng tong teng....
Jujur saja menulis bunyi bel ke dalam cerita itu sangat membingungkan.
Tapi itu gak penting lagi. AKHIRNYA.
Sasha menepuk bahuku dan begitu kulihat wajahnya sudah mulai pucat. Aku sempat menawarkan untuk bergantian topi dengannya. Tapi ia menolak jadi yasuda.
Tanpa pikir panjang kami langsung menentukan arah tujuan.
"Kantin" , secara bersamaan kata pertama yang kami ucapkan setelah bel berhenti berbunyi.
Sekalipun di kantin hanya menjual air kolam, kami akan tetap minum.
Lebay sih aku hanya bercanda.
Kami berjalan sedikit sempoyongan melewati beberapa kelas di koridor menuju kantin. Jalan di hadapanku sedikit gelap. Sepertinya karna efek matahari tadi. Dia terlalu bersinar. Aku jadi sebal.
Lurus saja. Aku hanya ingin duduk di kantin dan minum segelas es teh manis yang super dingin.
Tapi seperti biasa, supaya ceritanya seru ada saja sesuatu hal terjadi.
Seseorang menyenggol bahuku. Sebenarnya saat ini aku tidak terlalu perduli. Yang penting sampai di kantin. Tapi dia meminta maaf setelah aku berjalan satu dua langkah menjauh darinya.
"Eh, Dia. Sorry Ya! Lu knapa?" , dia masih sempat-sempatnya berbicara dengan nada bercanda.
Suara yang sangat kukenal. David Harsono alias Sinchan. Dia sekelas denganku. Nggak jauh-jauh duduknya. Tepat disebelahku tapi nggak satu meja.
Sampe enek aku sekelas bareng dia. Bayangin dari SD kelas satu sampai sekarang selalu satu sekolah. Dan tujuh tahun sekelas dengannya. Sinchan dari Kemanggisan. Tapi dia temanku. Teman baikku lebih tepatnnya. Cuma begitulah dia. Terkadang menyebalkan. Sangat menyebalkan.
Dia pernah menginap di rumahku karna orang tua kami juga dekat. Dan dia dengan sengaja mematikan lampu seisi rumah. Kemudian menyamar jadi hantu di tengah malam. Saat itu aku nangis ketakutan dan marah besar.
Kita marahan untuk sejam.
Lumayan lama.
Pertanyaan Sinchan tadi belum aku jawab. Dan gak akan aku jawab.
Aku jalan aja terus tanpa peduli dia memanggil.
"Oi Dia! Kacang!" , habis mau gimana lagi tenagaku sudah terkuras karna dijemur.
"Tar gua ceritain!!" , aku jawab begitu tanpa menoleh sedikitpun.
Berbelok ke kanan dan aroma makanan dari kantin mulai tercium. Sedap sekali. Dan menenangkan. Aku sempat terpisah dari Sasha. Kita beli minum di dua tempat yang berbeda. Letaknya dari ujung ke ujung.
Sedotan pertama. Rasanya...beuh segar banget. Seperti terbayar sudah semua keringat yang tadi keluar. Aku sudah gak peduli lagi tentang kemungkinan semua senior songong sedang memperhatikan aku dengan sinis.
Aku belum cerita ya. Sekolahku terkenal dengan senioritasnya. Dan pernah terjadi kasus bully yang parah. Tapi itu sudah lama. Jauh sebelum aku masuk ke sini. Empat tahun lalu. Lama kan?
Sudah mulai pudar tapi tetap tidak hilang.
Sasha itu orangnya super cuek. Dia teriak dari ujung kantin. Mungkin faktor cueknya tambah parah setelah kejemur berjam-jam.
"Diandra! Gue duluan ya ke kelas!"
Soal senior nenek sihir? Masa bodo. Mereka pasti sinis karna kita teriak-teriakan di kantin.
"OKE SA!"
Aku lanjut menikmati es teh. Duduk sendirian di antara senior yang ngeliatin.
Gak terasa minumanku akhirnya abis. Sedih sih tapi sekaranv waktunya makan. Tadi pagi kata Mba Uum aku dibawain sandwich. Kesukaanku!! Dan ada sosis bakarnya. Udah paling top.
Aku bergegas kembali ke kelas. Berdiri dari tempat duduk kantin. Dan langsung disindir. "Mau kemana dek?! Santai aja terus disini."
Aku lagi super capek jadi aku cuma bisa jawab, "Mau ke kelas, Kak.".
Aku sama sekali gak kenal siapa dia. Yang kutau dia cetus banget. Bikin geregetan. Tapi aku laper dan lagi males cari masalah. Berharap bisa balik ke kelas dengan tentram.
Dan ternyata itu jadi nyata. Aku nyampe di kelas. AC nya dingin. Seger banget deh. Terus Rene manggil dari tempat duduknya. Udah heboh banget. Ninggalin makanannya gitu aja. Yang aku gak nyangka. Baru sebentar aku sendiri Rena sama Sasha udah deket aja. Mereka sama-sama panik. Jalan seleboran ke arahku.
"YA! LO TAU GAK SIH?!" , baru kali ini ngeliat ada yang kompak sama Rene.
Selain aku.
"Ng-nggak?"
Rada meragukan tapi sepertinya sesuatu yang menggemparkan telah terjadi.
"Jadi tuh......
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia Itu Seniorku
Teen FictionTapi namanya makin lama terasa kepanjangan. Mening aku sebut aja, Kak Dia. Kak Dia itu seniorku. Yang menurutku sangat cool. Menyelamatkan aku cuma karna tali sepatu. Dan orang kedua yang nyolek tangan aku pagi ini.