Ano satu tahun lebih tua dari Nara dan Nata. Bel sudah berbunyi tanda untuk murid-burid merasakan udara bebas, ah tidak, itu terdengar seperti narapidana merasakan udara bebas, ralat; Bel sudah berbunyi tanda untuk murid-murid mengisi perutnya di kantin.Ano lupa, 10 menit yang lalu harusnya dia sudah menjemput Nara dari kelas 11 IPA 2 dan duduk berhadapan di kantin, mentraktir Nara, sesuai janjinya tadi pagi. Ano melesat meninggalkan kelasnya,mengabaikan teriakan teman-teman yang memanggil namanya.
11 IPA 2. Ano berhenti, diatas kepalanya diambang pintu tertulis E-Sciences-D. Kelas Nara, entah maksudnya apa, Ano tak mau tahu.
BRUKK
Murid-murid yang berada didalam kelas dan sedang berlalu lalang, menoleh ke sumber suara.
'Mati, siapa sih ini? Jalan gak pake mata, eh jalan pake kaki, sih, dia benar.' Ano bergulat dengan batinnya.
Sedetik kemudian Ano berbalik, mendapati Nasya, teman Nara sedang merapikan buku-buku tebalnya. Spontan, Ano membantu Nasya membereskan bukunya.
"Sorry, kak tadi gue jalan gak kelihatan." Nasya minta maaf, pandangannya ke lantai, sembari memberesi buku-buku tebalnya. Namun kalah cepat dengan Ano.
Ano berdiri, membawa sebagian banyak buku tebal yang Nasya bawa.
"Iya, santai aja. Gue taro di meja, ya." Ano meminta izin, seharusnya tidak usah, karna dia sudah menaruh buku yang ia bawa terlebih dahulu diatas meja.
Murid di dalam kelas, tidak ada yang bersuara. Begitu pula yang sedang berlalu lalang, mereka memenuhi pintu masuk.
"Makasih, kak." ucap Nasya, masih menunduk, seperti tidak berani menatap Ano.
'Nih cewek kenapa sih? Segala gue baik hati bantuin, gak mau juga natap muka gue.' Ano dongkol dalam hati.
Ano mendengus, lalu melihat keadaan sekitar, ia merasa sedang memainkan drama recehan.
"Terima kasih kembali. Lain kali kalau ngomong, tatap muka lawan bicara, hargai mereka." Ano berbisik ditelinga Nasya, lalu pergi.
Murid-murid yang memenuhi pintu masuk seakan mengerti, mereka memberi jalan untuk Ano.
*
Ano kesal, harusnya dia sudah mengisi perut dengan bakso Mang Imin tetapi takdir tak memihaknya.
Kini ia duduk sendiri, dibangku panjang berhadapan, di bawah pohon bauzan, di depan kelas. Pikirannya masih melayang-layang memikirkan hal yang barusan terjadi, Ano merasa de javu, namun sebenarnya dia belum mengalami kejadian itu.
Paper Planes - One Ok Rock, ponsel Ano berdering. Lalu Ano mengecek ponselnya.
'Nara.' Ano bergumam. Namun Nasya masih di pikirannya.
"Ano?" suara indah Nara terdengar di kuping Ano.
"Hm?" Ano merespon.
"Marah lo ya? Eh, gak sih, lo gak mungkin marah. Maap tadi gue duluan, lo lama sih. Gue udah sms lo padahal sebelum gue ke kantin." Nara menjelaskan.
Ano hanya diam. Diam. Diam.
"No? Ano?" Nara meyakinkan diri, bahwa ponsel Ano masih menempel di kuping Ano.
3 menit, Ano masih tidak merespon. Nasya masih di otaknya.
Nara mematikan sambungan telepon.
Bel masuk terdengar, pinggiran lapangan mulai dipenuhi murid-murid. Dan Ano tersadar, namun tidak sepenuhnya.
"Ra, udah ya gue mau tanding futsal, bye."
Lalu Ano menaruh ponselnya di kantung, Ano tidak pernah mematikan sambungan lebih dulu jika tidak terburu-buru.Ya, Ano berfikir Nara mematikan sambungannya, benar, sih, tapi dari bermenit-menit yang lalu.
**
Berbeda dengan Ano dan Nara yang sama-sama sedang merasa kesal. Nata di Cafta cafe merasa tenang ditemani senandung lagu dari penyanyi pria sebayanya.
Sebaya, Nata tahu karna Cafe ini milik pamannya, rata-rata pekerja disini memiliki umur yang tidak jauh darinya.
"Permisi, kak." ujar pelayan itu dengan sopan.
Nata tak bergeming, ia asik memainkan rubiknya dengan cepat.
Risih, seperti ada yang memperhatikannya. Dari sudut mata Nata bisa melihat ada seorang gadis sebaya yang menatapnya dengan penasaran. Lalu Nata menengok dan melihat gadis itu.
Nata tersenyum, memamerkan lesung pipitnya. Senyum yang bisa membuat gadis mana pun diabetes.
Alunan kembali terdengar, dengan nada berbeda dari lagu sebelumnya.
The story starts laying in the dark with
someone new
I'm feeling tired from all the time I
spent on you
But I know I'm strong from all the
trouble I've been through
The story starts where the story falls
apart with youDon't lie, bright eyes
Is it me that you see when you fall
asleep?
Cause I know it's you I dream about
every night
Giving me a feeling like
Love in the summer
Way I've never felt with another
Don't lie, bright eyes
Is it me that you see?
Tell me I'm not dreaming aloneNata berhenti memainkan rubiknya. Ini lagu favourite dia, Dreaming Alone. Pembawaan gadis itu sangat bagus menurutnya, membuat ia semakin menyukai lagu tersebut.
The story starts lying in the dark broken
and bruised
I count the scars left in my heart from
losing you
And I was wrong but let's be honest you
were too
I miss the part where I was falling hard
for youPria disebelahnya melanjutkan, dengan petikan gitar yang indah. Lalu gadis itu menyenggol dan berkata "Man, cowok cute itu bakal mau gue ajak duet nggak, ya?" Pria itu hanya mengendikkan bahu dan melanjutkan bait selanjutnya.
Gadis itu menjetikkan jarinya hingga menimbulkan suara.
Nata yang sedang menyedot icemilk, menunjuk dirinya, dia hanya ingin memastikan.
Gadis itu tersenyum manis lalu mengangguk.
Nata yang melihat, bukannya terus menyedot icemilk tetapi malah meniupkan udara ke sedotan. Alhasil, baju yang ia kenakan dan meja menjadi kotor. Nata buru-buru pergi ke toilet.
Sementara gadis, dia tertawa renyah.
'Gila, malu banget gue.' Sembari membersihkan bajunya dia terus mengumpat dalam hati.
'Gue berasa familiar dengan wajah tadi.' Katanya lagi.
*
Nata telah membersihkan bajunya, namun dia tidak mendapati gadis tadi, yang ada hanya teman duetnya. Kaki Nata melangkah mendekati teman duet gadis itu, Nata tidak ingin, tapi hatinya berkata lain.
Teman duet gadis itu tersenyum. "Nata." ucapnya.
"Kok, tau nama gue?" Nata mengerutkan dahi.
"Maksud gue nama cewek tadi. Eh, jodoh ternyata, nama aja udah sama. Haha." jelas pria dihadapan Nata.
Nata manggut-manggut.
"Sayang." ucap pria itu, matanya melirik Nata dengan senyum menggoda.
"Nggak lah, tau namanya aja baru." dan kata-kata itu yang keluar dari mulut Nata.
"Sayang orangnya udah balik. Hahaha." Pria itu tertawa.
"Hahaha." Nata tertawa garing.
***