11 ➸ Rawat Inap

822 52 1
                                    

Warning!

I just rewrite this story and break it down into some more chaps.

Aku pikir cerita ini kalau cuma dibikin 10 chaps doang agak kepanjangan. Aku takut kalian capek baca satu chaps-nya (khususnya yang baru baca) xp

Gak ketang. Pengen aja dibenahin ulang. Terus ini judul setiap chapter juga aku ganti sama edit sana-sini. Intinya, ceritanya masih sama aja bagi yang udah baca, cuma aku rubah jadi lebih pendek setiap chapternya dan jadi nambah beberapa chapter terus endingnya juga ganti. Gimana ya ngomongnya? Bingung.

Baca aja deh. Yang blm follow, follow juga. Ada beberapa yang aku private. Kenapa? Biar gaya atuh xp

-----

"Get out, get out, get out to my head. Fall into my arms instead. I don't, I don't, don't know—"

WHAT THE HELL??!!

Agni yang baru saja keluar dari kamar mandi langsung menghentikan langkahnya di depan pintu. Begitupula dengan mulutnya yang tadi tengah bersenandung pelan. Lantas matanya melebar begitu mendapati sesuatu, mungkin tepatnya seseorang yang tengah berbaring di tempat tidurnya.

Mongki!

"Ngapain sih lo?" kecam Agni. Seseorang itu tak bereaksi. Dengan kesal Agni menghampiri tempat tidurnya.

"Heh, Kka? Balik ke kamar lo gih! Gue mau tidur," kata Agni lagi. Siapa lagi kalau bukan pada Cakka. Malam-malam seperti ini anak itu malah enak-enakkan berbaring tanpa ijin di tempat tidur Agni.

"Ih ini anak keseringan dengerin musik kali ya? Kupingnya jadi budek." Agni bergumam kesal karna lagi-lagi tak mendapat respon.

"Kka!?"

"Lo tidur apa mati sih? Kka!!"

"CAKKA!! Heh, bangun!!" kata Agni gusar. Lantas matanya melebar begitu tangannya menempel di pipi Cakka.

Agni yang tadinya ingin menepuk dengan kasar mengurungkan niatnya dan beralih meraba kening Cakka. Beberapa kali ia lakukan untuk memastikan. Ternyata memang panas.

"Kka, lo sakit?" Agni bertanya. Kali ini terdengar nada khawatir pada ucapannya. Cakka tetap tak bergeming.

"Badan lo panas banget. Lo tunggu di sini, ya. Gue mau kasih tau kepala asrama dulu. Oke?" kata Agni yang menyempatkan untuk menyelimuti Cakka terlebih dulu sebelum pergi. Belum sempat selimut itu menyelimuti seluruh tubuh Cakka, tangannya berhenti begitu Cakka mencengkeram pelan pergelangan tangannya. Lantas ia melihat Cakka perlahan membuka matanya.

"Gue numpang tidur di sini ya, Nu. Tapi lo jangan ke mana-mana," kata Cakka pelan dan serak. Alis Agni bertaut. Mata Cakka tampak sayu. Sangat sayu.

"Tapi..."

"Jangan ngadu ke siapapun. Gue gak kenapa-napa," ucap Cakka parau. Agni semakin menautkan alisnya. Lantas Cakka kembali menutup matanya pelan.

"Lo temenin gue aja di sini." Ucap Cakka kemudian melepas cengkeramannya. Sejenak, Agni menggigit pelan bibir mungilnya. Lantas kembali menarik selimut itu sampai leher Cakka. Agni menegakkan tubuhnya dan menatap wajah Cakka lekat. Si mongki rese ini sedang sakit sementara Agni bingung harus melakukan apa.

Lama Agni menatap wajah Cakka yang penuh luka lebam itu. Terlintas dalam pikirannya apakah Cakka sudah mengobati luka-luka pada wajahnya itu? Apa mungkin tidak sempat? Atau jangan-jangan anak ini sama sekali tidak mengerti bagaimana cara mengobati lukanya? Agni menghembuskan nafasnya pelan lantas melangkah berniat mencari kotak P3K miliknya.

"Nu?" Agni menghentikan langkahnya sejenak lantas menoleh ke arah Cakka.

"Gue cari kotak P3K dulu," kata Agni. Lantas kembali melangkah.

"Emm, ngomong-ngomong, luka di wajah lo perlu dikompres, nggak?" tanya Agni lagi yang kembali berbalik. Tak ada jawaban. Kembali Agni menghembuskan napasnya lantas melangkah lagi.


[]


Cakka terbangun dan mendapati sehelai handuk kecil di keningnya. Sepertinya itu digunakan Agni untuk mengompresnya semalam. Cakka tersenyum lantas perlahan ia memiringkan tubuhnya ke samping sebelah kanan. Mendapati Agni yang terduduk di lantai membuat senyum Cakka semakin berkembang.

Gadis itu terlihat masih tertidur pulas sambil memposisikan kepalanya di atas kedua lengannya yang terlipat di sisi tempat tidur. Entah sampai jam berapa gadis ini terjaga. Cakka sendiri tidak tau. Ia juga tidak mengerti mengapa malam itu ia tiba-tiba merasa tidak enak badan. Suhu tubuhnya terasa naik begitu saja. Seluruh badannya juga terasa lemah. Dan menginginkan seseorang untuk menemaninya. Mungkin tepatnya mengobatinya. Hingga entah ia mendapat tenaga dari mana ia memutuskan untuk menemui Agni. Karna yang ia tau hanya Agni yang bisa mengobatinya.

Agni mengerjap-ngerjap pelan lantas beralih mengusap wajahnya dengan kedua tangannya. Ia terlihat menguap sejenak sambil menunggu nyawanya terkumpul. Begitu nyawanya sudah kembali pada raganya, Agni terkesiap. Tersentak begitu sadar kini Cakka tengah memandangnya sambil tersenyum aneh.

"Kenapa?" tanya Cakka. Sejenak Agni tak bersuara. Terlalu kaget juga bingung untuk berbicara.

"Emm, gapapa. Lo...udah baikan?" tanya Agni akhirnya.

"Lumayan. Cuma badan gue masih linu-linu," kata Cakka tanpa mengubah posisi tubuhnya. Berbaring menyamping menghadap Agni yang masih terduduk di lantai.

"Tapi panas lo udah turun, kan?" tanya Agni. Cakka tak menjawab. Ia hanya mengangkat kedua alisnya sambil terus menatap Agni.

"Udah turun belom?" tanya Agni lagi. Sedikit tidak sabar menunggu jawaban Cakka. Lantas ia mengulurkan tangannya dan meraba kening dan leher Cakka.

"Kayaknya udah, deh. Tapi kok masih anget, ya?" gumam Agni. Membuat Cakka menarik sedikit sudut bibirnya. Menyadari bahwa gadis ini ternyata tidak begitu pandai mengobati orang sakit. Tetapi setidaknya ia cukup pandai dalam hal merawat. Membuat Cakka ingin terus diperlakukan seperti itu oleh Agni.

"Thanks, ya, Nu," ucap Cakka pelan sambil menatap Agni lurus. Membuat gerakan tangan Agni berhenti dan menariknya kembali. Gadis itu terlihat menahan napas namun akhirnya hanya mengangguk pelan.


[]



Panah AsramaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang