Lelaki kecil itu mengerjap memandang pada lilin-lilin putih yang mengambang di langit-langit aula besar. Sepasang mata hitamnya menyipit mencari benang tipis bening yang mungkin saja mengikat lilin-lilin tersebut sehingga mampu mengambang di udara. Tapi nihil, bahkan belum sempat sepasang kembar gulita itu menemukan seutas benang, pemandangan langit malam yang bertabur aneka bintang sudah merebut perhatiannya. Mulut anak laki-laki itu melongo takjub.
Kaneki Ken tak pernah menyangka bahwa ia bakal menginjakkan kaki di sekolah sihir. Yang ia tahu Hogwarts hanyalah cerita takhayul yang dikisahkan kakak-kakaknya, sihir, mantra, dan sapu terbang. Ia tak percaya. Pasti ada trik ketika Shiro menunjukan padanya cahaya yang memantul dari ujung tongkat atau ketika Sasaki menunjukan coklat kodok yang melompat lompat (Ken mengira itu kodok betulan yang dicelup cokolat). Atau pada kisah yang dituturkan Kuro tentang hutan terlarang dan cerita bahwa kakak sulungnya itu pernah bertemu laba-laba raksasa dan mengalahkannya dalam suatu gulat. Ken hanya menganggap semua itu bualan Kuro belaka dan bahkan sempat menganggap kakak-kakaknya tidak waras.
Tapi sekarang lihat lah, bocah itu tinggal ternganga takjub. Lupa kalau pernah mengolok-olok sihir.
"Sampai kapan akan menghalangi jalan, bodoh?" suara itu berasal dari belakang, sarat dengan kejengkelan dan ketika Kaneki Ken menoleh, didapatinya seorang gadis cilik tangah menatapnya cemberut. Rambutnya biru gelap dengan sebelah poni menutupi wajah, "kau tau, banyak anak yang mengantri di belakang. Kalau kau tak ingin terlambat untuk seleksi menyingkirlah dari sini."
Ken gelagapan, merasa bodoh dan malu dalam waktu bersamaan. Anak itu segera mengambil langkah menyamping memberi jalan pada gadis itu, "ma...ma...maaf."
Tapi gadis itu telah berlalu tanpa sedikitpun menoleh pada Ken yang segera mengekorinya, "kau bilang tadi seleksi, um seleksi macam apa yang kau maksud?"
"Huh kau tak tau sama sekali?"
Gadis itu berhenti untuk menoleh pada Ken, kedua tangannya berkacak pinggang dan raut wajahnya tampak tak percaya seolah baru melihat Ken menelan lima tusuk permen bonbon sekali lahap, "oh muggleborn ya? Tentu saja kau tak tahu, apa tak ada yang memberi tahumu tentang topi seleksi?"
Muggleborn, topi seleksi, Ken semakin bingung. Kakak-kakaknya tidak menceritakan banyak. Selama libur musim panas Shiro jarang di rumah, Kuro sama sekali tak mau buka mulut dan penjelasan Sasaki lebih memusingkan sehingga Ken lebih suka tidak mengajaknya bicara. Apalagi sejak dulu Ken tak percaya sihir. Jangan harap ia mendapat info mumpuni. Dan sekarang ia merasa menyesal dengan minimnya informasi yang ia dapatkan. "Ka-kakak-kakakku tidak banyak bercerita." Dengan malu-malu Ken berucap.
"Haaaah," gadis itu menghela nafas panjang tampak tidak senang dengan ini. "Namamu akan dipanggil, kau duduk di sana," ia menunjuk sebuah bangku kecil, "topi akan dipakaikan di kepala lalu asramamu ditentukan. Sesimpel itu. Terimakasih kau sudah menyita waktuku." Gadis itu berbalik, melanjutkan langkahnya buru-buru karena menyadari ia tertinggal dari rombongan murid baru. Ia segera menghilang di balik barisan, meninggalkan Ken yang masih bingung.
"Nak, kalau kau terus di sini kau akan melewatkan seleksi." Seorang pria tua tampak tersenyum menepuk bahu Ken, membuat anak laki-laki itu berjengit kaget. "A-ah iya." Buru-buru ia berjalan dan masuk ke dalam barisan.
* * *
Ken masih bingung dan tidak tahu apa-apa bahkan setelah mendengar penjelasan gadis misterius tadi. Kini ketika namanya dipanggil untuk yang kedua kalinya barulah ia sadar bahwa ia harus berjalan menuju kursi bundar dimana seorang wanita dengan topi kerucut lain telah berdiri penuh wibawa. Di tangannya sebuah benda kusam, bertambal dan berjumbai di beberapa bagian. Ken ragu-ragu mendudukan bokongnya pada permukaan kursi. Tanpa banyak bicara benda compang-camping itu diletakkan sang wanita di atas kepala Ken.
Bau tengik segera tercium ketika benda itu menelan kepalanya. Inikah topi seleksi itu?
'Ahh~~ Kaneki lagi tahun ini huh? Sudah berapa kepala ya? Tiap tahun aku bertemu kaneki terus bosan rasanya' suara itu terdengar asing, Ken yakin betul suara itu bukan berasal dari imajinasinya. Nadanya berat membuat bocah sebelas tahun itu berjengit takut. 'Hus tidak usah takut cungkring. Kaneki yang lain tak ada yang sepertimu lho. Mau ku sebutkan? Ah terlalu lama deh sepertinya. Antrian di belakang masih panjang ihihi.' Suara itu cekikikan kini.
Ken menelan ludah, 'kau kah topi seleksi?'
'Tentu saja Aku! Kau kira siapa huh? Tukang bakpao?'
'kukira kau...'
'apa eh? Ku kira apa huh? Aku memang butut, berjumbai dan bau apek, aduh jangan komentar. Aku sensitif soal itu. Aku ini sudah tau tauk! Tapi nilai historisku sungguh tinggi, aku ini bijak sana karena kepintaram empat pendiri asrama telah disarikan dalam tiap serat benang ku.'
'A-a-'
'Baiklah tak perlu bertele-tele, aku topi yang sibuk malam ini nak, sebaiknya kita putuskan cepat. Ah, Slytherin jelas tidak, Ravenclaw uh oh ck ck ck, griffin- ah sudah HUFFLEPUFF!!" topi itu berteriak lantang, Ken terkejut, telinganya berdenging, segera cahaya lilin membanjiri penglihatannya ketika topi itu diangkat lepas dari kepalanya. Lamat-lamat makin jelas Ken mendengar tepuk tangan. Lelaki kecil itu berdiri lalu turun. Wanita tua yang memegangi topi seleksi menyuruhnya berjalan menuju bangku berwarna kuning dimana tepukan paling gemuruh terdengar.
Ken berjalan menuju bangkunya dengan malu-malu. Bisa ia lihat dari bangku hijau Kuro memalingkan muka, sementara di bangku merah Shiro tampak memandangnya sendu dan Sasaki melambaikan tangan dari bangku biru. Jadi memang kakaknya bersekolah disini bukan bualan atau takhayul.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alohamora!
FanfictionBagaimana kalau 4 versi Kaneki jadi murid Hogwarts? Di asrama mana Kaneki faforitmu tinggal? Crossover fanfic Tokyo Ghoul x Harry Potter, terinspirasi dari Ginwartsnya Gintamajustaway di tumblr. Disclaimer: Tokyo Ghoul (c) Sui Ishida Harry Potter...