Bagian Satu
Hometown is Calling
👑
"Selamat datang kembali, bahagiaku."
👑
Tujuh tahun yang lalu.Nadhif Reitama is calling.
Zatta mengangkat ponselnya yang bergetar diatas nakas sebelah tempat tidurnya."Kenapa, Dhif?" buka gadis itu.
"Ta, buka pintu depan ya." sahut seorang laki-laki secara tiba-tiba dari ujung gawai hitam legam saat seketika diraih kedalam genggam oleh gadis yang masih bersantai ria membaca novelnya.
"Loh, kamu disini?!" ujarnya dengan nada yang sedikit meninggi karena senang dan kaget.
Terdengar Nadhif bergumam mengiyakan, "Makanya bukain dong, aku udah nungguin, nih,"
"Oke, ini aku langsung lari, deh, ke pintu depan!" ujarnya semangat dan mematikan ponselnya.
Surprise!" seru Nadhif sembari menyodorkan sebuket bunga mawar putih dan sebuah bingkisan oleh-oleh."Wah, makasih ya, Dhif!" ucapnya sembari tersenyum tulus, "masuk, yuk!" serunya yang diikuti oleh Nadhif yang memasuki rumahnya.
Senyum bahagia masih tak kunjung hilang dari wajahnya, "Mama lagi di resto, jadinya gue sendirian di rumah. Lagian lo gak bilang, kalau mau kesini!" ujarnya, "Pake gue-elo aja ya, soalnya biar guenya gak canggung. Masih inget, kan?" lanjutnya meminta yang diselingi tawa renyah.
Nadhif mengangguk menyetujui, "Tadi itu kan rencananya biar kejutan gitu." jawabnya.
"Berangkat dari jam berapa dari Singapur?" tanya gadis itu lagi dengan riangnya.
"Tadi keluar apartemen jam setengah empat pagi karena keberangkatan jam enam. Makanya ini sekarang baru kerasa banget capeknya karena gak bisa tidur tadi malem sama di pesawat tadi."
Zatta meringis, "Selagaknya banyak pikiran deh, ya?" tebaknya mengejek bercanda yang hanya dibalas dengan senyuman Nadhif yang tak sampai di mata cowok itu.
Zatta berjalan kearah dapur dan membuat jus dengan senyuman yang tak kunjung hilang dari wajahnya, "Kabar mama papa lo gimana disana? Lo bilangnya mau berapa hari disini?" tanyanya.
Nadhif yang hendak menarik kursi dari meja pantry pun seketika memberikan jeda pada aktifitasnya, "Gue sebenernya ... kabur, Ta." ujarnya perlahan.
Zatta tercengang mendengarnya, manik matanya melebar dan gerakannya pun terhenti. Gadis itu menoleh, "Lo kenapa? Ada masalah apa?" tanyanya.
Nadhif tersenyum yang sebenarnya di mata Zatta begitu yerlihat dipaksakan, "Buatin minum dulu, dong. Baru ntar gue ceritain," rujuknya dengan wajah yang dicemberutkan. "Masa tamu gak di kasih apapun." lanjutnya meminta.
"Yah, buat ukuran orang yang udah tujuh tahunan tinggal di Singapur, bahasa sama aura Indonesia lo masih bagus, ya?" sinisnya.
"Emangnya lo pikir orang-orang yang disana foreigner semua apa?" sinisnya menimpali, "Lagian kan Singapur gak jauh gini. Ini ya karena gue tetep stay close ke temen-temen gue yang disini. Tapi kalo bahasa yang agak ngaco dan gak ada di google translate, wajarin ya kalo gue agak gak paham."
"Emang punya temen?" tanyanya bercanda sarkastis, "Gue aja udah beberapa bulan terakhir ini gak di kabarin,"
Menaikkan sebelah alisnya, cowok itu bertanya, "Ngerujuk, nih?" tanyanya sambil tertawa-tawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Hurricane I Never Deal With
Teen FictionMencintaimu itu menyakitkan. Merusak dan menghancurkan. Andai ku mengadu pada langit, Mungkin saat ini ia sedang menyiapkan badai.